Focus Group Discussion: Inovasi, Disrupsi, dan Revolusi Industri 4.0

Oleh Fatimah Larassaty Putri Pratam

Editor Fatimah Larassaty Putri Pratam

BANDUNG, lpik.itb.ac.id - Revolusi industri 4.0 merupakan hal yang tidak terhindarkan dan ITB sebagai perguruan tinggi turut berperan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang cakap menghadapi berbagai perubahan. Berdasarkan hal tersebut pada Senin (11/09/17), LPIK mengundang para pembicara dari lingkungan internal ITB untuk berbagi dan berdiskusi dalam FGD mengenai fenomena industri 4.0 dan mencari orientasi pengembangan SDM dan penelitian di masa depan.

Acara dibuka oleh Prof.Dr.Ir. Bambang Riyanto Trilaksono selaku Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Kemitraan. “Harapannya, akan ada satu buku yang merupakan kontribusi ITB tentang disruption dan industri 4.0, yang dapat disesuaikan dengan kondisi Indonesia, sebagai masukan untuk dikirimkan kepada presiden dan wakil presiden,” tuturnya. Sebanyak 15 orang perwakilan dari Fakultas dan Sekolah turut hadir dan berbagi pandangan mengenai fenomena industri 4.0 dalam bidang masing-masing.


Perubahan Terjadi Di Semua Bidang 
Adaptasi teknologi dan peran internet sebagai pendukung utama industri, menimbulkan disruption (gangguan) di berbagai sektor. Menurut Dr. Adi Indrayanto (Pusat Mikroelektronika ITB), Indonesia harus menyiapkan sumber daya listrik yang mencukupi, infrastruktur jaringan dan data center, infrastruktur logistik modern, serta kebijakan terkait tenaga kerja. “Industri 4.0 adalah mainannya negara maju. Apabila negara lain sudah bisa menerapkan industri 4.0 yang mayoritas robotik, sebagai negara berkembang yang biaya buruhnya tidak murah, kita harus hati-hati,” tuturnya. Penerapan industri 4.0 di Indonesia harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja terampil dalam bidang terkait.


Dalam bidang energi, pengembangan teknologi shale gas dan shale oil di Amerika Serikat telah mendisrupsi industri migas dan menyebabkan turunnya harga minyak bumi secara signifikan. Namun, migas tetap akan menjadi sumber energi paling dominan. “Dengan adanya disrupsi shale gas, ada perubahan eksplorasi oil and gas. Perusahaan banyak berpindah ke (eksplorasi) laut dalam,” papar Prof. Sigit Sukmono (KK Seismologi Eksplorasi dan Rekayasa). Namun, Prof. Johnner Sitompul menambahkan bahwa ketika teknologi shale gas dan shale oil telah diadopsi secara global, perusahaan kimia yang berbasis di Amerika Serikat akan kehilangan cost advantage-nya 


Terkait dengan penggunaan energi fosil, Dr. Edi Leksono (KK Manajemen Energi) menyatakan bahwa kita harus memperhatikan masalah lingkungan melalui diversifikasi Energi Baru Terbarukan (EBT) serta intervensi teknologi tinggi untuk pembangkitan energi. Salah satu jawabannya adalah penerapan smart grid untuk menjalin interaksi antara banyak sumber energi dan banyak pengguna dengan lebih efektif dan efisien. 

Dalam bidang makanan dan kesehatan, Dr. Nyoman Aryantha (KK Bioteknologi Mikroba) turut mempresentasikan tren dari bidang tersebut. Menurutnya, permasalahan yang dialami oleh perusahaan farmasi adalah menurunnya pengembalian investasi R&D, paten yang masa perlindungannya akan berakhir, menurunnya anggaran kesehatan, serta ketatnya regulasi obat. Hal ini menggeser tren obat menjadi sesuatu yang baru: nutrasetikal. Nutrasetikal adalah jenis makanan yang memiliki manfaat untuk kesehatan secara medis. 

Selain itu, untuk sektor keuangan dan perdagangan, faktor yang sangat berpengaruh adalah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity). Prof.Dr.Ir. Sudarso Kaderi Wiyono (Dekan SBM-ITB) menyatakan bahwa dalam sektor ini permasalahan yang timbul saling terkait dan kompleks, sehingga membuat proses pengambilan keputusan acapkali ambigu sehingga menyebabkan perubahan mindset bisnis. Fenomena disrupsi dan industri 4.0 akan memaksa universitas untuk mengubah orientasi pendidikan tinggi.


Untuk mempelajari sistem industri 4.0 dengan lebih dalam, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) mendapatkan bantuan dari Honeywell berupa sistem miniatur industri 4.0, yang dapat mensimulasikan industrial internet of things. Dr. Pranoto H. Rusmin (KK Sistem Kendali dan Komputer) menyatakan pentingnya pengembangan laboratorium menjadi sebuah cyber physical system yang memiliki poin interoperability, information transparency technical assistance, serta decentralized decision. Cyber physical system merupakan satu sistem generik yang terdapat di banyak sistem, dan dapat menjadi sebuah platform untuk menghasilkan industri.


Pentingnya Pengembangan Komunitas dan Hubungan Transdisipliner 
Disrupsi dan pengembangan komunitas saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Menyadur pendapat Dr. Yudi Soeharyadi (KK Analisis & Geometri), tantangan utama adalah menemukan cara untuk mempertahankan fasilitas dari generasi 4.0 di tengah komunitas yang masih tertinggal. “Peran ITB untuk pengembangan komunitas adalah mempersiapkan blueprint pengembangan masyarakat sekitar agar jarak yang ada tidak sampai mendisrupsi fasilitas pembangunan dan operasi yang sedang dipersiapkan,” pungkasnya.


Menurut Dr. Yasraf Amir Piliang (Senat FSRD-ITB), pendidikan ITB menjunjung linearitas, dan hal ini menghambat terjadinya hubungan transdisipliner yang dibutuhkan untuk menyambut perubahan dalam revolusi industri 4.0. Harus ada perubahan dalam orientasi pendidikan untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia yang dapat berkolaborasi dan menyelesaikan masalah secara tuntas. 

Penulis : Yasmin Aruni 
Editor : Fatimah Larassaty Putri