FSRD ITB Gelar Dialog Seputar Desain, Kreativitas, dan Kepemimpinan dalam Industri Kreatif

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Design Ethnography Lab FSRD ITB mengadakan Webinar Dialog Desain ke-13 tentang Desain, Kreativitas, dan Kepemimpinan. Dialog desain kali ini menghadirkan pembicara Angga Dwimas Sasongko, Founder & CEO Rumah Produksi Film Visinema. Webinar tersebut dilaksanakan pada Sabtu (18/6/2022) lalu, secara daring via Zoom Meeting.

Angga Dwimas Sasongko mendirikan Visinema sejak 2008. Berangkat dari sebuah garasi di Jatipadang dengan dua kursi dan dua meja jati tanpa komputer, hingga saat ini menjadi sebuah perusahaan konten, industri hiburan, dan teknologi yang cukup berpengaruh di Indonesia. Kapasitas Visinema bergelut di bidang Intellectual Property (IP) Development hingga distribusi digital.

Dalam mengembangkan perusahaannya, Angga menggunakan sebuah konsep “not deliberate, not random, but somewhere in between” (tidak disengaja, tidak acak, tetapi di antara keduanya). Sebagai seorang kreator, Angga mengaku kerap menghadapi konflik dalam dirinya mengenai gagasan industrialis atau pendekatan kolektivitas. Perdebatan industrialis dengan kolektivitas ini erat kaitannya dengan Emerging New Generation vs Widening Inequalities (munculnya generasi baru melawan melebarnya ketimpangan).

Menurut Angga, anak-anak muda generasi saat ini memiliki potensi lebih besar dibanding generasi dua atau tiga dekade sebelumnya. Hal itu ditinjau dari kemampuan generasi saat ini memaksimalkan dan memanfaatkan teknologi dibandingkan generasi yang mayoritasnya berkarier di bidang statis dan stagnan.

Menurut Angga, Intellectual Property (IP) Development merupakan sesuatu yang sebenarnya memiliki metode. Ia menekankan tentang bagaimana caranya agar metode ini dapat terinstitusionalisasi, sehingga siapapun yang terlibat dalam prosesnya itu dapat mengikuti metode tersebut secara sistematis. Institusionalisasi dalam proses kreatif juga menjadi salah satu kunci keberhasilan Visinema sampai saat ini.

“Mulai dari inti dan kuasai intinya, dalam hal ini di visinema adalah story dan IP. Bagaimana story itu bisa di-scale up, sehingga bisa jadi platform memberikan kesejahteraan di industri film,” ujar Angga.

Mengacu pada referensi model siklus kreativitas Neri Oxman, Angga menggagaskan bahwa semuanya itu berhubungan dengan proses. Kita dapat menaruh ide di bagian mana saja, di bagian seni, sains, teknik, atau desain. Hal yang terpenting adalah apakah ide tersebut dapat berputar dari bidang satu ke bidang lainnya.

Menurutnya, dalam berkarya di industri kreatif sebaiknya jangan terpaku kepada idenya, melainkan fokus terhadap prosesnya. Angga juga menambahkan, untuk dapat mencapai pasar yang lebih global, kita harus menguasai pasar lokal kita terlebih dahulu, dalam hal ini film Indonesia harus mampu menjadi pemimpin pasar film di negaranya terlebih dahulu.

Angga menyampaikan bahwa setelah melewati semua proses tersebut adalah bagaimana cara untuk mengeksplorasi bisnis modern. Hal itu dilakukan dengan bagaimana Visinema mulai melakukan pendekatan craft, licensing, dan web3 pada perusahaan mereka. Angga juga berpesan untuk generasi selanjutnya dalam bidang industri kreatif agar jangan pernah berhenti belajar.

Reporter: Inas Annisa Aulia (Seni Rupa, 2020)