Gambar yang Bercerita: Kisah Dr. Dasapta Erwin Membawa Kreativitas ke Ruang Kelas
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id - Dosen Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB), Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T., belakangan ini sedang hangat diperbincangkan di platform X.
Hal tersebut karena berbagai cuitannya yang seringkali mengenalkan ilmu geologi melalui catatan bergambar dengan visual yang menarik.
Sebagai informasi, Dr. Dasapta Erwin menamatkan pendidikan S1 nya di Teknik Geologi pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan S2 dan S3 di program studi yang sama.
Dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Geologi Terapan itu menceritakan kebiasaan menuangkan catatan lewat gambar itu bermula ketika menjalani program Post-doctoral di Australia.
“Saya menemukan kanal YouTube ‘Verbal to Visual’ dan mulai mengenal istilah sketch note. Doug Neill yang membuat kanal tersebut bukan seniman, tapi engineer, sama seperti saya. Sketch note memperkuat ingatan dan pemahaman dari apa yang dilihat dan didengar dengan cara memvisualisasikannya,” papar Dr. Erwin pada Kamis (29/2/2024).
Dari situlah beliau mulai tertarik untuk melakukan note-taking. Menurutnya selain menambah pengetahuan baru, note-taking juga juga dapat menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru, melancarkan aliran pikiran, dan melancarkan koneksi antara pikiran, mulut, dan jari-jemari.
Dia mengungkapkan bahwa mencatat sesuatu sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu. Lantaran dia selalu ditunjuk sebagai sekretaris sejak di bangku sekolah.
Sementara itu, untuk pembuatan catatan bergambar, menurutnya waktu yang dibutuhkan cenderung berbeda-beda tergantung dari isi serta kompleksitas gambarnya.
“Kalau sangat mendetail, saya bisa membutuhkan waktu 2 minggu, seperti yang saya lakukan ketika menyampaikan kuliah hidrologi cekungan Bandung kepada mahasiswa Magister Arsitektur Lanskap pada Senin (26/2/2024) lalu. Saya berusaha mengilustrasikan materinya kepada mahasiswa yang awam dengan ilmu geologi. Pembuatan sketch note ini bisa digital maupun dengan kertas, tergantung apa yang ada di hadapan saya,” bebernya.
Dalam versi digital, Dr. Erwin biasa memanfaatkan aplikasi Notepad dan Obsidian. Ia menyebutkan aplikasi Obsidian mirip dengan Notepad berbasis offline dan dapat diunduh secara gratis. Obsidian memiliki kemampuan untuk menghubungkan setiap file meskipun tidak berada dalam folder penyimpanan yang sama.
Hasil sketch note garapannya biasa dibagikan di berbagai laman media sosial, seperti Instagram, X, Facebook, YouTube, Pinterest, Medium, Mastodon, BlueSky, Threads, dan blog. Dr. Erwin mendedikasikan media sosialnya untuk membagikan hasil pemikirannya. Menurutnya, jika ilmu itu hanya disimpan sendiri justru akan menjadi manusia yang merugi. Ia berhasil menggaet audiens paling banyak di platform X.
“Mungkin karena penggunanya tergolong muda yang gemar mengikuti hal-hal kekinian, semangatnya masih berapi-api, dan menyukai gambar-gambar nyeleneh saya,” katanya.
Meskipun pada awalnya hanya untuk dinikmati sendiri, Dr. Erwin mengaku mendapatkan kebahagiaan ketika ada orang lain yang melihat dan bisa ikut memahami catatan yang dibuat. Salah satu hal yang berkesan baginya adalah ketika ada salah satu pengikutnya di X yang mengunggah cuplikan percakapan di grup keluarga.
Alih-alih berisi obrolan hangat dengan sesama anggota keluarga, grup itu justru berisikan rangkuman materi kuliah yang dipaparkan Dr. Erwin. “Ternyata dia dan ibunya sempat mengikuti kuliah saya secara daring. Perasaan bahagianya tidak dapat dideskripsikan berkat kejadian itu,” ucapnya.
Dosen yang juga aktif berolahraga lari ini juga mempelajari science communication untuk menyederhanakan ilmu geologi yang rumit. “Saya berusaha membuat catatan yang humanis agar masyarakat yang tidak tahu-menahu bisa memiliki bayangan tentang proses geologi yang terjadi. Setiap hari saya menyempatkan untuk mengasah kemampuan menulis, meskipun hanya 3 baris tidak masalah. Kelak tulisan-tulisan itu bisa dikompilasi menjadi buku yang lebih gagah," tuturnya.
Tak lupa, dirinya pun berpesan kepada mahasiswa untuk tetap bijak bersosial media. Terlebih, kini banyak akun-akun anonim yang digunakan dengan tidak bertanggung jawab.
“Saya cukup prihatin saat mendapati mahasiswa yang bersembunyi di balik akun anonim untuk menulis sumpah serapah di media sosial. Jika ingin menyampaikan kritik kepada institusi, seharusnya bisa memosisikan diri sebagai orang dalam yang ingin melakukan perubahan," ungkapnya.
"Selain itu, belajar adalah kewajiban sepanjang hayat, tetapi menyandang titel mahasiswa hanyalah fase. Cepat atau lambat harus diselesaikan, itu yang bisa membuktikan kalau Anda berjuang,” lanjutnya.
Meski sudah lebih dari 15 tahun menjadi dosen, dia mengungkapkan ingin terus berkarya dan menjadi seorang guru. Bukan hanya guru sebagai profesi, namun juga menjadi sosok yang dapat diteladani oleh banyak orang.
“Dalam falsafah Jawa, guru memiliki makna ’digugu dan ditiru’. Digugu berarti dipercaya dan dipatuhi, sementara ditiru bermakna diikuti, dicontoh, dan diteladani. Saya ingin menjadi sosok guru seperti itu, bukan guru sebagai profesi,” pungkasnya.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)