GEOLOKA, Pemetaan Urban Heat Island dengan Dynamic Web-GIS Hasil Kolaborasi Mahasiswa ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Tim ITB yang terdiri dari tiga mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota serta dua mahasiswa Teknik Geodesi dan Geomatika berhasil meraih medali perunggu dalam ajang The 9th Indonesian Inventors Day (IID). Lomba tersebut diselenggarakan oleh Indonesian Invention and Innovation Promotion Association (INNOPA).

Tim tersebut terdiri atas Ayubella Anggraini Leksono (15419046), Muhammad Ibnu Fadlin Syah (15419066), Lintang Ambar Pramesti (15419061), Aufa Qoulan Karima (15119060), dan Dwiputra Sam Mulia (15119093).

Ajang IID dari INNOPA merupakan kompetisi internasional bagi para penemu dan peneliti di seluruh dunia untuk menampilkan penemuannya. Pada tahun ini, The 9th IID diikuti oleh 352 tim dari 32 negara dan 55 juri internasional.

Dalam ajang tersebut, tim dari ITB di bimbingan Dr. RM. Petrus Natalivan Indradjati (SAPPK), Dr. Eng. Anjar Dimara Sakti (FITB), serta Dr. Yuliana Susilowati (BRIN), mengusung isu urban heat island di wilayah Kota Cirebon yang dikemas dalam penelitian berjudul “GEOLOKA: Urban Heat Island Participatory Mapping Using Dynamic Web-GIS for Cirebon City Land Use Planning”.

Efek urban heat island merupakan fenomena konsentrasi panas yang tidak terdistribusi optimal pada kawasan di sekitarnya. Fenomena ini biasa terjadi di kawasan perkotaan dengan laju pertumbuhan kawasan terbangun yang tinggi. Sebagai wilayah yang termasuk dalam rencana pengembangan KEK Segitiga Rebana, Kota Cirebon akan mengalami pertumbuhan yang masif sehingga penelitian fenomena urban heat island di wilayah ini penting dilakukan sebagai pertimbangan rencana pengembangan ke depannya.

Ayubella menjelaskan, “Kawasan Rebana ini diprediksikan akan menjadi KEK terbesar se-Indonesia bahkan se-asia Tenggara. Dengan adanya KEK ini, kawasan yang termasuk dalam area pengembangannya akan berkembang dan mengalami alih fungsi lahan menjadi industri dan area terbangun lain yang akan menyebabkan urban heat island semakin bertambah.”

Kelima mahasiswa tersebut mengembangkan dynamic Web-GIS yang dapat menunjukkan titik-titik sebaran urban heat island berdasarkan parameter Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Normalized Difference Built-up Index (NDBI), dan Night Light (NL). Ketiga parameter ini digunakan untuk melihat sebab-sebab fenomena urban heat island di Kota Cirebon dari aspek kerapatan vegetasi, kerapatan bangunan, dan aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan energi. Inovasi ini juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam penginputan data terkait anthropogenic heat di Kota Cirebon.

“Dari hasil citra satelit yang didapat, suhu di Kota Cirebon tinggi di kawasan urban, bisa sampai 34oC bahkan lebih. Sedangkan area selatan Kota Cirebon yang mana bukan pusat kota dan dan masih banyak area hijaunya, suhunya tidak sampai setinggi itu, masih lebih rendah daripada area urban,” ujar Aufa.

Meninjau hasil penelitian tersebut, fenomena urban heat island di Kota Cirebon diproyeksikan akan terus berlanjut bahkan semakin parah setelah adanya KEK Segitiga Rebana. Oleh karena itu, penelitian dan inovasi yang dilakukan oleh kelimanya bermanfaat untuk menyusun perencanaan strategis kawasan urban, terutama tata guna lahan dan urban form.


“Inovasi ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait pengendalian dan pemanfaatan ruang. Selain itu, juga dapat meningkatkan awareness masyarakat terhadap isu pemanasan global,” ungkap Ibnu.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)