Guru Besar FSRD ITB Raih Habibie Prize dari Kemenristek/BRIN
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Guru Besar FSRD ITB yaitu Prof. Dr. Yasraf Amir P. MA., meraih Habibie Prize dari Kemenristek/BRIN. Anugerah tersebut diberikan pada acara Anugerah Perguruan Tinggi Inovatif Terbaik di Indonesia Tahun 2020, di Jakarta, Selasa, 10 November 2020.
Prof. Yasraf meraih Habibie Prize di bidang Ilmu Kebudayaan. Diwawancara Humas ITB, Prof. Yasraf menerangkan bahwa penghargaan tersebut ia raih berkat pemikirannya di bidang semiotika yang mengkaji tentang politik, sosial, filsafat, keagamaan, dan sains. Beliau telah menerbitkan 19 buku sejak tahun 1997.
“Saya telah dinominasikan sejak tahun lalu oleh kepengurusan Rektorat ITB sebelumnya. Umumnya, para kandidat dinilai berdasarkan publikasi dan jurnal yang telah dipublikasikan, terutama di bidang sains. Hal tersebut berbeda dengan bidang kebudayaan yang dinilai berdasarkan pemikiran-pemikiran di bidang kebudayaan,” ungkapnya.
Prof. Yasraf telah mendalami ilmu semiotika, atau ilmu tanda yang bisa dipelajari di semua bidang, sejak menempuh pendidikan magister di Central College of Art, London, Inggris. Ia mengungkapkan bahwa fokus saat studi magister adalah menganalisis fenomena budaya modern dan post-modern.
Prof. Yasraf mengungkapkan bahwa penghargaan yang diperoleh tidak serta merta membuatnya berpuas diri. “Saya senang bisa diapresiasi dan memperoleh penghargaan ini. Namun, walaupun saya tak memperoleh Habibie Prize, saya tentu saja akan tetap menulis. Penghargaan ini menambah semangat saya untuk menulis dan menggagas hal-hal baru, terutama di bidang yang saya dalami,” jelasnya.
Saat ini Prof. Yasraf tengah meneliti tentang kajian semiotika gejala virus SARS-CoV-2 di era pandemi. Beliau mengkaji mengenai isu-isu virus, budaya jejaring, proses globalisasi, efek dari karantina wilayah, serta pengaruh COVID-19 terhadap budaya di Indonesia saat ini. "Tentu saja ilmu humaniora ini menyangkut human behaviour sehingga saya mengkaji isu tersebut secara komprehensif," ungkapnya kepada Humas ITB, Jumat (13/11/20).
Ia mengatakan, saat ini perkembangan ilmu pada semua bidang di Indonesia masih menjadi masalah yang besar dan hanya menjadi teori semata. "Saya berharap ilmuwan dan mahasiswa di Indonesia, khususnya ITB, hidup sebagai orang yang kreatif. Inovasi belum terbangun dengan baik di Indonesia. Kreativitas bukan hanya milik seniman semata, namun penting untuk ilmuwan di bidang sains dan sosial juga. Saat ini pemerintah tengah menggaungkan ekonomi kreatif namun masih cenderung dengan dunia seni, desain, dan kria semata. Produk teknologi dan sains perlu berkembang pula untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat," tuturnya.
Prof. Yasraf mengatakan bahwa kurikulum di ITB harus dapat mendukung mahasiswa untuk kreatif, sehingga dapat menjadi inovator di masa depan. Namun, hal tersebut bisa terjadi jika kurikulum di ITB dapat mendukung hal tersebut. “Maka dari itu, saya beranggapan bahwa pendidikan harus bersifat fleksibel karena tuntutan industri saat ini. Kebijakan Kampus Merdeka memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat dimanfaatkan ITB untuk menyediakan layanan pendidikan terbaik. Harapannya adalah ITB mampu membuat mahasiswa dan dosen berpikir kritis dan kreatif sehingga dapat menjadi inovator di masa depan,” jelasnya.
Reporter: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi, 2016)