Harapan Kartini di Hari Wisuda ITB
Oleh
Editor
Namanya Kartini. 23 tahun. Wajahnya tak kalah bahagia dengan para mahasiswa yang sedang diwisuda hari Sabtu (27/10) lalu. Bahagia yang timbul karena sebuah harapan untuk bisa mendapatkan uang lebih hari ini. Ditangan kirinya memegang ember besar berisi bunga-bunga, sedangkan tangan kanannya memegang buket bunga yang sudah ditata secantik mungkin. Ya, Kartini adalah seorang penjual bunga.
Berbekal semangat yang tinggi di pagi hari, Kartini menjual buket yang terdiri dari tiga macam bunga, Mawar, krisan, dan Sedap malam. Setiap buket tampak berbeda komposisi dan jenis bunganya. Bila tertarik untuk membeli, tinggal pilih sesuai selera. Bila merasa mahal dengan dua puluh ribu rupiah, tidak usah segan menawar. Syukur-syukur bisa mendapatkan buket cantik seharga setengah dari harga awal.
Wisudaan kali ini bukan hajatan milik ITB semata, namun juga hajatan milik pedagang-pedagang yang berharap bisa mendapat penghasilan lebih hari itu. Baik untuk pedagang harian yang memang setiap hari ‘mangkal’ di depan gedung ataupun pedagang musiman yang tiba-tiba muncul karena cukup pandai menangkap peluang rezeki.
Sekitar pukul sembilan pagi, Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) tampak seperti pasar kaget. Di ring kanan dan kiri gedung Sabuga tampak penuh oleh pedagang. Kartini termasuk dari mereka. Masih jarang terlihat transaksi jual beli. Kalaupun ada, lebih banyak pedagang makanan yang ketiban rezeki. Kartini mengakui bahwa barang jualannya pagi hari itu belum laku. Katanya sih,banyak wisudawan atau orang tuanya enggan mengikuti prosesi wisuda sambil membawa barang-barang ‘tambahan’. Bikin repot katanya.
Kalau cukup sebal dengan keadaan Sabuga yang tampak seperti pasar, kita bisa mendapatkan alternatif pemandangan lain kearah pos satpam pintu masuk Sabuga. disana terdapat baligo-baligo besar yang mempunyai daya tarik tersendiri.
Kartini yang sudah lima tahun ini berjualan bunga mungkin mengetahui maksud dibentangkannya baligo- baligo tersebut. Sebuah Baligo melambangkan eksistensi sebuah himpunan yang menyatakan bahwa dari 1162 mahasiswa yang berjubah biru hari itu, terdapat kepala-kepala yang merupakan bagian dari keluarga himpunan tersebut. Mungkin Kartini mengetahui itu. namun bagaimana dengan pedagang-pedagang lainnya? Mungkin saja yang tergambar dalam benak pedagang yang lain hanyalah sekedar kain tanpa arti.
Melihat peristiwa-peristiwa yang lalu, hari wisuda ITB biasanya disemarakkan tidak hanya oleh para pedagang, namun juga para mahasiswa, terutama mahasiswa yang tergabung dalam sebuah himpunan. Mahasiswa himpunan yang terlibat bisa mencapai ratusan orang. Namun bila dilihat pagi itu, hanya sedikit mahasiswa-mahasiswa himpunan yang lalu lalang disekitar gedung. Kemanakah mereka?
Seiring makin teriknya sinar matahari, para pemilik dari baligo raksasa –para mahasiswa himpunan, mulai berdatangan. Para pemilik memakai jaket himpunan yang berbeda warna antara satu himpunan dengan yang lain. bila ingin tahu ‘asal’ masing- masing, tinggal cocokkan saja lambang yang ada di jaket yang dipakai dengan yang tergambar pada baligo. Terdapat 26 lambang berbeda. Hanya ada satu himpunan yang memilih untuk tidak menunjukkan eksistensi mereka siang itu.
Sejumlah 26 jumlah himpunan mulai menunjukkan siapa mereka. Walaupun acara didalam gedung masih dua jam lagi akan selesai, namun arena sekitar pintu utama sudah penuh oleh para penunggu wisudawan yang mayoritas’ berjaket’. Sambil menunggu acara berakhir, mereka melakukan aksi-.aksi yang dilakukan sebagai bentuk penghargaan kepada anggota mereka yang bertoga, yang mengundang perhatian semua orang Tak terkecuali para pedagang.
Kartini dan penjual bunga lainnya mulai tersingkir. tempat berteduh mereka sudah ‘berganti pemilik’. Cukup sial karena sekarang mereka harus merasakan teriknya matahari disiang hari. Tak hanya itu kesialan yang mereka dapatkan. Begitu acara didalam dinyatakan selesai, manusia bertoga dan para orang tua—yang merupakan sumber dari masuknya penghasilan mereka--langsung ‘digiring’ ke program studi masing-masing oleh para mahasiswa himpunan. Artinya, mereka tidak akan merasakan transaksi jual beli lagi. Harapan menjual habis barang dagangan semakin sirna seiring semakin sepinya Sabuga.
Kartini cukup bersyukur dengan apa yang ia dapatkan hari itu. walaupun tidak menjual habis barang dagangannya, hiburan dari Riuh rendahnya suara 'yel-yel' dan aksi 'performance' mahasiswa bisa membuatnya sedikit tersenyum. Seiring dengan euphoria para wisudawan yang mulai meninggalkan Sabuga, Kartini dan teman-teman penjaja bunganya perlahan juga mulai meninggalkan arena berjualan sambil menenteng ember yang masih terisi barang jualannya. Walaupun begitu, Jumlah yang tersisa tidak memutuskan harapan Kartini untuk bisa menjual bunga kembali pada kesempatan wisuda berikutnya. Doakan saja.