Hardiknas sebagai Tonggak Integritas Akademik

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


Oleh Yusep Rosmansyah*

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tahun ini merupakan peristiwa yang spesial sebab nyaris tenggelam oleh hiruk-pikuknya Hari Raya Idulfitri. Sebagai periset dan pengembang teknologi untuk pendidikan, kami tetap menjadikan hari penting ini sebagai tonggak untuk meluncurkan karya, seberapapun kecilnya. Pada Hardiknas kali ini, kami memfokuskan diri pada masalah integritas akademik dan alternatif solusi teknologinya, yang dapat diterapkan di lembaga pendidikan manapun.

Kami tergelitik oleh keprihatian kolega Wiratraman (Kompas, 28/4/2022), yang menyatakan bahwa capaian sains dan teknologi bangsa kita tertinggal, ada ilmuwan yang sudah dikooptasi birokrasi, dan ada yang menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar berbagai produk sains dan teknologi bangsa lain. Kami sependapat dengan beliau, terlebih dalam kasus kemandirian teknologi untuk integritas akademik.

Integritas akademik memiliki cakupan aspek yang luas. Salah satu ukuran yang dipakai untuk menilai taraf integritas akademik sebuah institusi pendidikan dinamakan Academic Integrity Maturity Model (AIMM, Glendinning, 2016), yang meliputi sembilan aspek penilaian, yaitu transparansi, kebijakan, sanksi, teknologi, pencegahan, komunikasi, pengetahuan, pelatihan, dan riset.

Dalam artikel ini, kita mendefinisikan integritas akademik khusus untuk pemelajar, yaitu nilai-nilai moral yang seyogyanya dijunjung tinggi, seperti kejujuran, kepercayaan, keaslian, dan transparansi. Pemahaman terkait hal ini biasanya lebih mudah dengan contoh penyangkalnya (academic misconduct), misalnya percontekan (cheating, plagiarism), persekongkolan (collusion), perjokian (impersonation), dan penyuapan (bribery, corruption).

Dari definisi tersebut, amat gamblang bahwa integritas akademik merupakan salah satu pondasi utama pendidikan. Idealnya, semua institusi pendidikan di Indonesia perlu diukur nilai AIMM-nya. Hasil sebuah asesmen terhadap pemelajar atau institusinya akan mencerminkan kenyataan sesungguhnya hanya jika nilai AIMM-nya baik.

Mari kita fokus ke masalah yang lebih spesifik, yaitu asesmen atau ujian daring. Dengan maraknya pembelajaran daring di/pasca era COVID-19 ini, tantangan penegakan integritas akademik menjadi semakin berat. Salah satu penyebabnya adalah karena opsi ujian daring dari rumah/domisili masing-masing menjadi sebuah kenormalan baru. Padahal, pengawasan ujian secara elektronik (e-proctoring) melalui webcam masih membuka potensi kecurangan yang dapat dilakukan oleh pemelajar.

Bahkan, para penjual jasa “bantuan curang” ujian daring telah memulai menangguk untung! Berbagai celah sistem daring, dikombinasikan dengan kelengahan dan ketidaktahuan penyelenggara ujian, telah mereka eksploitasi. Sungguh mengherankan, ada sejumlah kalangan yang dengan percaya diri merasa bahwa ujian daring yang dijalankan selama ini baik-baik saja, padahal mereka belum menerapkan teknologi anticurang apapun.

Alternatif Solusi

Seperti biasa, aneka solusi berbasis teknologi buatan asing telah tersedia dan gencar ditawarkan, baik ke individu pengajar maupun melalui institusi pendidikan. Ada yang berbayar, ada pula yang gratis, misalnya berupa perangkat lunak terbuka.

Agar penerapan teknologi lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran (termasuk di dalamnya ujian daring), sebaiknya institusi mengikuti praktik terbaik (best practices) dan kerangka kerja tertentu. Sebut saja beberapa yang populer, misalnya TPACK (Technological, Pedagogical, and Content Knowledge), SAMR (Substitution, Augmentation, Modification and Redefinition), atau TIM (Technology Integration Matrix). Jika tidak, efek samping dan risiko yang timbul justru malah tidak terkendali dan dapat merusak tujuan awal.

Sejalan dengan program transformasi digital yang dilaksanakan di institusi kami, sekaligus turut menyukseskan program pemerintah “Bangga Buatan Indonesia”, kami mengembangkan sendiri solusi teknologi untuk menjaga integritas ujian daring ini. Dua tahun lalu, pada Hardiknas tahun 2020, kami meluncurkan Edunex (Kompas, 2/5/2020), sejenis LMS (learning management system). Pada Hardiknas tahun 2022 ini, kami mengenalkan Cognisia, sebuah aplikasi gawai yang memiliki fitur ujian daring anticurang.

Secara ringkas, perangkat lunak utama ujian daring terdiri atas: (1) LMS yang berjalan di sisi server, dan (2) aplikasi perambah yang berjalan di perangkat pengguna. Perlu diperjelas di sini bahwa istilah daring atau luring adalah “cara” mengakses soal ujian, sementara “tempat” ujiannya sendiri dapat di kelas (dikel) atau di rumah/domisili masing-masing (dirum). Jadi, dengan LMS Edunex dan aplikasi gawai Cognisia, tempat ujian daring bisa dikel atau dirum, keduanya memiliki taraf integritas yang baik. Dikombinasikan dengan konfigurasi jaringan institusi yang memberi akses hanya ke Edunex saja ketika diakses dari Cognisia, ujian daring sudah dapat terhindar dari aneka aktivitas kecurangan, misalnya percontekan, persekongkolan, perjokian, dan kebocoran soal.

Salah satu keunggulan utama penggunaan Cognisia untuk ujian daring ini adalah bahwa ujian esai dan gambar dapat menggunakan kertas seperti biasa, tetapi hasil fotonya otomatis terunggah ke Edunex. Dengan demikian, selain ujian daring menjadi lebih berintegritas, pengajar dapat menilai lebih segera (di manapun berada) karena semua kertas jawab versi digital sudah tertata baik di LMS. Pemeriksaan kertas jawab hanya diperlukan jika hasil fotonya terkendala.

Dari semua opsi yang ada, pelaksanaan ujian dikel adalah opsi yang paling aman karena pengawasan dilakukan langsung di tempat, alih-alih via webcam. Kebijakan inilah yang diambil institusi kami untuk ujian akhir semester tahun ini agar integritas akademik terjaga maksimal.

Opsi yang lebih praktis adalah ujian dirum karena pemelajar tidak perlu hadir secara fisik di kelas. Seperti disinggung di atas, opsi ini memiliki risiko kecurangan lebih besar. Institusi kami menerapkan opsi ini hanya untuk asesmen formatif dan presentasi progres pembelajaran, dengan menjalankan mode sinkron daring berbasis aplikasi konferensi video.

Sebagai periset, kami sangat mendukung kebijakan insitusi kami dalam menjunjung tinggi dan memaksimalkan integritas akademik seraya berusaha memberikan alternatif solusi teknologi buatan sendiri. Semoga tidak berlebihan jika kami menjadikan Hardiknas kali ini sebagai tonggak peningkatan integritas akademik, yang sekaligus mendukung program Bangga Buatan Indonesia. Kami terus berusaha secara mandiri, agar ketergantungan teknologi kita ke bangsa asing, seperti yang dikhawatirkan oleh kolega Wiratraman, sedikit demi sedikit dapat kita kurangi.

Gambar 1: Ujian daring dikel berproktor menggunakan LMS Edunex dan aplikasi gawai ujian anticurang Cognisia, yang diluncurkan pada Hardiknas 2022.

Gambar 2: Ujian daring dirum berproktor-elektronik via Zoom, menggunakan LMS Edunex dan aplikasi gawai ujian anticurang Cognisia.

*Ketua Tim Riset EduTex, STEI ITB