Hear Me, Aplikasi untuk Tuna Rungu Buatan Mahasiswa ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB berhasil membuat aplikasi Hear Me untuk membantu penyandang disabilitas tuna rungu (tuli) dalam berkomunikasi dengan orang normal. Pendiri aplikasi tersebut adalah Athalia Mutiara Laksmi, Safirah Nur Shabrina, Octiafani Isna Ariani, dan Nadya Sahara Putri.

Pembuatan aplikasi tersebut terinspirasi oleh pengalaman pribadi ketika memesan taksi online. Mereka pernah mendapat sepramg supir tuli dan dia ditemani putrinya untuk memfasilitasi komunikasi dengan penumpang. Oleh karena itu, Hear Me hadir sebagai solusi untuk memfasilitasi komunikasi antara pendengar dan teman-teman tuli sehingga nantinya tidak akan ada kesenjangan dalam komunikasi, mengurangi diskriminasi, menyediakan fasilitas ramah-disabilitas, dan akan meningkatkan hak yang sama bagi para penyandang disabilitas.

Hear Me didirikan pada 2019. Melalui aplikasi Hear Me, kita tinggal merekam suara di dalam aplikasi saat berkomunikasi dengan teman tuli, lalu aplikasi akan mengolah suara tersebut menjadi bahasa isyarat lewat animasi.

Bahkan, melalui aplikasi tersebut, Athalia dkk berhasil mendapatkan berbagai penghargaan, seperti pada ajang Swiss Innovation Challenge mereka meraih peringkat kedua, Bandung Pitching Days memenangkan kategori Inovasi Terbaik, dan terakhir menjadi pemenang The Diplomat Success Challenge (DSC) X 2019.

Menurut Athalia Mutiara Laksmi, CEO Hear Me, motivasi mereka untuk ikut serta dalam berbagai kompetisi tersebut karena pada awalnya, Hear Me ingin mendapatkan modal untuk bisnis, menambah hubungan, menambah pengalaman, menambah pengetahuan, dan wawasan untuk bisnis masa depan. Salah satu kompetisi yang berkesan bagi mereka adalah saat mengikuti DSCX 2019. Itu merupakan kompetisi yang memberikan peluang bagi anak muda Indonesia yang berani menjadi wirausahawan untuk mendapatkan hibah modal usaha total 2 miliar, bantuan dan pendidikan.

Dalam mengikuti kompetisi ini, Atha belajar menjadi pembelajar yang cepat dan harus berjuang keras sehingga ia dapat menyamai kemampuan dengan peserta lain dan mampu menyelesaikan tantangan dengan hasil yang memuaskan.

"Setiap malam aku harus mengevaluasi dan menerapkan materi yang diterima hari itu dan selalu latihan presentasi setiap saat," katanya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah bersaing dengan 12.000 peserta DSCX lain dengan tahapan lomba yang cukup sulit. Akhirnya mereka berhasil menjadi pemenang dan berhak membawa pulang total hadiah utama sebesar Rp. 250 juta.

"Yang pasti aku bersyukur, bangga, dan lega bahwa aku bisa mendapatkan hadiah pendampingan dua tahun dan hibah Rp. 250 juta," kata Atha sambil tersenyum.

Athalia berharap, aplikasi Hear Me bisa semakin berkembang di masa depan dengan modal yang telah mereka dapatkan dari menjuarai DSCX 2019. Sehingga mereka dapat mewujudkan ide-ide mereka dan membantu para penyandang tuna rungu dalam berkomunikasi dengan orang normal.

Reporter: Elisabeth Sirumapea (Manajemen 2020)