How to Start Your Business While Saving the Planet

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB (SITH ITB) mengadakan webinar berjudul “How to Start Your Business While Saving the Planet”. Webinar tersebut merupakan webinar ke-3 dalam rangkaian webinar Soft Skill and Professional Development Series.

Sebagai pembuka, Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Indra Wibowo menyampaikan, “Kami memilih memberikan webinar mengenai softskill untuk mengembangkan intrapersonal dan interpersonal skill. Untuk mahasiswa, memang hardskill seperti IPK sudah bagus. Tetapi untuk softskill mungkin masih harus dikembangkan, dan itu bukan proses yang mendadak. Butuh proses,” ujarnya.

Pembicara pada webinar ini adalah Mohamad Arekha Bentangan Lazuar, yang merupakan Co-Founder Mycotech, Growbox, dan Laboratory Technician Assistant di PT Freeport Indonesia. “Saya ingin membagikan apa yang telah saya lalui dan kesalahan yang pernah saya lakukan, supaya tidak terulang lagi. Dua poin penting dalam perjalanan saya adalah ketika di ITB dan selesai dari ITB yaitu setelah menjalankan bisnis,” ujar Bentang

Semasa menjadi mahasiswa, Bentang merupakan anggota himpunan Nymphaea dan berperan sebagai kepala Divisi Pengabdian Masyarakat (community development). Ketika aktif di himpunan, Bentang dan teman-temannya berhasil mengadakan pelatihan pembuatan budi daya jamur.

“Ketika kita berusaha mengajarkan sesuatu ke orang lain, kita malah mendapatkan pelajaran lain dari masyarakat yang lebih besar jika dibandingkan dengan apa yang saya bisa berikan. Dari sini, saya mulai tahu arah hidup saya. Ketika saya bekerja nanti (waktu itu masih mahasiswa S1), saya ingin membuat sesuatu yang memberikan impact di masyarakat,” tambahnya.

Bentang akhirnya berdiskusi dengan temannya dari jurusan Arsitektur yaitu Adi. Mereka ingin membuat kampanye tentang isu pangan. Ide tersebut muncul karena Indonesia punya lahan yang sangat besar dan merupakan negara agraris, namun impor pangan cukup sering dilakukan bahkan meningkat setiap tahunnya. Dari situlah Growbox tercipta.

Growbox merupakan budi daya jamur yang dibuat di dalam box yang telah terdapat media. Orang-orang bisa menumbuhkan jamur sendiri di rumah, bisa dipanen, dan bisa dikonsumsi sendiri. “Dengan menumbuhkan sendiri, kita memastikan bahwa makanan tersebut segar dan lebih mengetahui bagaimana proses makanan tersebut terjadi. Kita tidak menekankan produknya, tetapi value-nya,” ujarnya.

*Foto: Christopher WIjaya

Namun Bentang dan Adi sebagai tim berpikir bahwa impact dari Growbox dirasa kurang besar. Mereka akhirnya menemukan problem lain, yaitu limbah agrikultural di Indonesia sangat melimpah (seperti limbah tebu, atau limbah pertanian lainnya). Sedangkan, jamur menggunakan biomassa tersebut sebagai substratnya. Maka mereka berpikir bahwa hal tersebut bisa dimanfaatkan. Selain itu, mereka juga melihat fenomena pada tempe.

“Kita lihat tempe adalah sesuatu yang kecil, tetapi potensinya sangat besar. Jamur miselium, dapat tumbuh di atas permukaan kedelai dan menghasilkan tempe. Mungkinkah kita gunakan ini menjadi produk? Akhirnya kita melakukan riset. Kita lakukan dengan modal seadanya di loteng rumah. Peralatan yang digunakan juga sederhana, namun hasilnya, semuanya gagal,” ujarnya.

Namun tak berhenti di situ, mereka mempublikasikan hasil risetnya di forum ilmiah, terutama yang fokus seputar jamur. Akhirnya ada tim BPPT yang tertarik kemudian dilakukan riset lanjutan. Setelah berjalan satu tahun, mereka akhirnya berhasil membuat Biobo (Bio board), yaitu papan yang berasal dari limbah pertanian dengan memanfaatkan miselium dari jamur sebagai perekat. Selain papan, mereka juga bisa menghasilkan bentuk lain seperti balok.

“Ini adalah project yang sangat sulit. Akhirnya, kita mendapat undangan ke Zurich, Swiss untuk membuat Biobo menjadi sebuah bentuk seperti pohon yaitu Mycotree. Mereka yang membantu desainnya. Hasilnya, bisa menahan hingga beban 200 kilogram. Dan setelah itu, kita dapat mengikuti pameran di Seoul,” ujar Bentang.

Selain Mycotree, mereka juga berhasil membuat meja, fungiture, serta satu set peralatan dapur. Harapan mereka adalah hal ini dapat membuka pandangan orang bahwa aplikasinya bisa lebih jauh dari yang diharapkan sebelumnya.

“Saat melakukan sesuatu, kita mulai dulu dari Why (apa yang ingin dilakukan dan dipercaya), How (bagaimana prosesnya, untuk merealisasikan why), dan What (apakah bukti nyatanya, atau bendanya). Yang terpenting: Become a Master. Master, pasti jauh lebih banyak mengalami kegagalan. Hal ini juga yang telah dialami Mycotech. Kita sudah sering sekali gagal. Kita catat, tidak untuk kita ulangi. Harapannya, ke depan kita bisa menjadi master di bidang spesifik yang kita dalami. Namun dalam menjalani ini semua, kuncinya adalah: Happiness is Success. Kita harus memastikan happy kita tidak bergantung pada orang lain. Ketika kita sudah happy, maka kita sudah berjalan menuju arah kesuksesan kita,” tutupnya.

Reporter: Christopher Wijaya (Sains dan Teknologi Farmasi, 2016)

Sumber foto: Freepik