Ikatan Alumni ITB dalam Peran Wanita di Tatanan Global

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id—Memperingati Hari Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia, Ikatan Alumni ITB banyak memimpin diskusi terbuka seri G10. Diskusi yang menjadi tempat berbagi ilmu dan kisah ini umumnya membahas teknik dan arsitektur. Tak jauh berbedea dari seri lainnya, tanggal 30 Juli 2022 kemarin IA-ITB North America Chapter mengambil alih.

Namun, ada yang sedikit berbeda dan menarik dari seri kali ini. Diskusi berjudul “G10 Talk: Perempuan Indonesia di Tatanan Global” ini sepenuhnya menceritakan kisah-kisah sukses perempuan alumni ITB di mancanegara yang telah jaya berkiprah di dunia profesional dan akademik.

Emansipasi yang dibawa oleh R.A.Kartini tak pernah lekang dari perhatian masyarakat Indonesia. Peran perempuan dalam perkembangan dunia teknik dan pendidikan perlahan-lahan kian nampak. Dapat dikatakan, abad ke-21 ini menjadi bukti nyata signifikansi peran wanita dalam dunia. Sampai pada tahap di mana seluruh manusia kini mulai dibedakan dari kemampuan otaknya saja, bukan standar biologis yang mereka bawa.

Ekualitas yang dicanangkan Kartini jelas membuat Indonesia sebenarnya cukup maju dalam memandang hal ini. Sebut saja dengan terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-4 RI. Saat itu, Indonesia menjadi salah satu negara pertama di Asia yang memiliki seorang presiden wanita. Bahkan untuk kalangan ITB sendiri, peran wanita di abad-21 ini jelas kian bertebar. Saat ini pun dengan terpilihnya Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., sebagai rektor wanita pertama dari ITB periode 2020-2025 dan ratanya persentase gender mahasiswa.

Diskusi ini dimoderatori oleh Irawati K. Kandela, Ph.D. (Farmasi ’93) yang kini berkarir di Cour Pharmaceutical, Illinois dan Mariati Paham, S.T. (Arsitektur ’90), arsitek dari Eisenmann Architecture dan fotografer professional yang kini menetap di San Francisco.

Diskusi ini mengundang dua narasumber dunia akademik yang amat disegani. Narasumber pertama yaitu Dr. Merlyna Lim (Arsitektur ’93), seorang Profesor dari Carleton University, Ontario yang diangkat menjadi anggota Royal Society of Canada di tahun 2016 dan masuk dalam daftar 100 Alumni ITB Paling Terkenal.

Sedangkan yang kedua, yaitu Rina Priyani, S.T., M.T., dosen Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota dari SAPPK ITB. Saat ini, beliau tengah dalam proses final studi doktor dari Departemen Arsitektur dan Sejarah Teori Masyarakat di University of California.

Diskusi terbuka ini berjalan santai dan lima topik pertanyaan disampaikan mengalir. Dihadiri anggota ikatan alumni ITB dari berbagai daerah dari Amerika Utara dan Indonesia, acara ini berlangsung selama 150 menit.

Sesi dibuka dengan dengan video perkenalan curriculum vitae dan video profil narasumber, sebelum akhirnya masuk ke sesi sharing.

“Apa yang membuat kalian terinsipirasi mengambil kesempatan di luar Indonesia?” tanya Mariati, arsitek yang memiliki sertifikasi Green Building Insitute ini.
Menilik pertanyaan yang paling menarik dari seluruh sesi, kedua narasumber bersemangat ketika memberikan jawabannya.

“Saya ingin menjadi petualang intelektual. Impian saya menjadi seperti Indiana Jones, Marie Curie dan dapat mendatangi tempat-tempat yang didatangi Tintin. Saya tidak ingin status-quo dalam hidup. Jadi, saya akut ya pasti ada, tapi ketakutan dari luar itu lebih mudah dihadapi,”ujar Merlyna.

Memiliki proses hidup yang berbeda, pertanyaan yang sama dilanjutkan kepada Rina. “Saya lulus saat krisis moneter ’97-’98 dan pekerjaan arsitektur saat itu habis. Dari situ, beberapa mentor menyarankan saya untuk apply ke pelatihan di New Mexico tahun 2002 tentang pelestarian kota, sebuah topik yang saya sukai. Dari situ, saya menyadari banyak hal yang akhirnya membawa saya pada hari ini,” jawab dosen Planologi ITB ini.

Beberapa pertanyaan lain dilontarkan dalam sesi ini. Jawaban-jawaban inspiratif diberikan oleh kedua narasumber mengenai perjalan hidup dan pesan-pesan yang telah mereka dapatkan selama prosesnya.

“Menjadi perempuan itu bukanlah sebuah halangan, namun itu adalah sebuah tantangan. Kita mungkin punya privilege kurang dalam beberapa aspek, namun itulah yang membuat kita dapat cepat dewasa dan tumbuh lebih Tangguh,” pesan Merlyna, dosen yang dikenal stylish oleh mahasiswanya ini.

Reporter: Madeline Abigail Lukito (Arsitektur, 2020)