Srikandi Dunia Karir Inkonvensional: Setara dalam Pengaplikasian IPTEK

Oleh Fatimah Larassati

Editor Fatimah Larassati

BANDUNG, itb.ac.id - Sumbangsih aktualitas dari ilmu pengetahuan dewasa ini berasal dari beragam kalangan: anak-anak, orang dewasa, kaum intelektualis, masyarakat sipil, pria, serta wanita. Kenyataan demikian muncul berdasarkan kesadaran bahwa aktualitas ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dinamis, tidak terbatas hanya untuk segolongan orang-orang tertentu karena pada hakikatnya semua orang punya hak yang sama untuk berpartisipasi mengembangkan ilmu pengetahuan. Refleksi nyata dari kedinamisan ini salah satunya tercermin pada populasi wanita yang kian meningkat di bidang keprofesian padahal dahulu intrik hanya untuk kaum lelaki. 

Gelaran Women Technology & Career Talk yang dilaksanakan di Schlumberger Cikarang Integrated Base pada akhir september (20-21/09/15) membahas mengenai bagaimana para wanita mempersiapkan diri sebelum terjun di dunia karir yang khas dengan maskulinitas. Acara yang pertama kali diadakan oleh Schlumberger di Asia Tenggara ini diikuti oleh 50 mahasiswi dari universitas-universitas di seluruh Indonesia. Uniknya, para peserta yang berkesempatan mengikuti seminar ini adalah mereka yang telah lolos seleksi esai dari sekian ratus partisipan lain seluruh penjuru Indonesia. ITB sendiri berhasil mengutus 12 mahasiswi yang berasal dari beragam latar belakang disiplin ilmu seperti Teknik Perminyakan, Teknik Kimia, Teknik Industri, Teknik Sipil, Teknik Mesin, dan Teknik Geologi . Tema lomba essay tahun ini adalah bagaimana seorang wanita memulai karir inkonvensional. Toreh prestasi pun turut diukir oleh Merilda Kristalya (Teknik Sipil 2012) sebagai perwakilan dari ITB yang sukses merebut juara pertama di lomba esai besutan Schlumberger tahun ini.

Wanita dan Karir Inkonvensional

Dominasi pria terhadap wanita di lapangan kerja memang bukanlah sesuatu yang sering ditemui, namun bukan juga merupakan hal yang asing dan tak lumrah. Pasalnya, dunia kerja saat ini, bahkan dalam pekerjaan yang dianggap maskulin seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang keteknikan, tidak semata-mata menuntut kemampuan fisik tetapi lebih menitikberatkan pada kemampuan individu untuk bertindak solutif dalam berbagai persoalan yang mereka geluti. Otomatis, stigma bahwa keprofesian di bidang teknik hanya untuk kaum pria tidak lagi relevan untuk saat ini karena wanita pun mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut.

Pesatnya pertumbuhan populasi wanita di 'dunia kerja pria' didukung oleh beberapa faktor tambahan, salah satunya adalah keterbukaan dunia kerja bersangkutan dengan keberadaan wanita di lapangan. Ketakutan yang mungkin timbul dalam benak para mahasiswi calon sarjana pada umumnya didasarkan atas anggapan bahwa lingkungan kerja yang keras mungkin menyebabkan kontribusi dari insinyur wanita akan terhambat dan kurang maksimal. Akan tetapi, diperlukan pendefinisian kembali maksud dan esensi dari kualitas kontribusi yang diharapkan. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi fisik, namun lebih dari itu, dari keseluruhan daya seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pandangan sebelah mata dari rekan kerja di lapangan juga bukanlah kegelisahan yang harus dikhawatirkan mengingat zaman dewasa ini lebih menitikberatkan bagaimana hasil diproses ketimbang siapa yang melakukan proses tersebut. Bahkan, kenyataannya banyak insinyur wanita yang sukses dalam karirnya dan berhasil menjadi figur berpengaruh di bidang pekerjaannya.

Ubah Tantangan Jadi Kekuatan

Pekerjaan apapun, baik konvensional maupun inkonvensional, pasti memiliki tantangan tersendiri. Tantangan terbesar yang dihadapi wanita di dunia kerja inkonvesional adalah menjadi beda. Perbedaan yang paling mencolok jelas dari segi fisik. Akan tetapi, tantangan ini jika dinavigasikan dengan baik justru dapat menjadi kekuatan utama dari seorang wanita dalam meniti karir di dunia kerja inkonvensional. Ketika seseorang berbeda dengan orang lain di kelompoknya, otomatis orang tersebut mendapat sorotan lebih. Jika sorotan lebih kepada seorang individu (wanita di dunia kerja, -red) berhasil dimanfaatkan dengan baik sebagai suatu kesempatan untuk menyuarakan ide dan pemikiran kritis yang berdampak pada peningkatan performa kerja perusahaan, tentu saja akan menjadi nilai tambah tersendiri bagi wanita tersebut.

Sisi lain yang dapat menjadi nilai tambah adalah sisi emosional seorang wanita. Dapat dikatakan bahwa dalam keberjalanan suatu pekerjaan, logika bukan faktor tunggal yang mutlak menentukan keberhasilan karena komponen emosi seperti empati juga dibutuhkan. Terkait tingkat intelektualitas logika pun, insinyur wanita tidak kalah dengan insinyur pria. Sehingga pada akhirnya, kombinasi dari intelektualitas logika yang tinggi dan sisi emosional sebagai Given Things wanita akan membentuk suatu kesetimbangan kualitas diri yang merupakan modal berharga bagi para wanita untuk meniti karir di dunia kerja yang dijalaninya.