Ikuti RomeMUN 2017, Mahasiswa ITB: Saatnya Berhenti Batasi Diri
Oleh Anin Ayu Mahmudah
Editor Anin Ayu Mahmudah
BANDUNG, itb.ac.id – Kembali membuktikan eksistensinya di kancah internasional, salah seorang mahasiswa ITB menjadi bagian dari delegasi Indonesia dalam gelaran (MUN) pada Sabtu-Selasa (11-14/03/17) yang lalu bertempat di Roma, Italia. Program yang bertajuk “Rome MUN” ini adalah sebuah kegiatan yang menuntut para pesertanya mempraktikkan learning by doing mulai dari pubic speaking, penyusunan dokumen resmi internasional, melatih kepemimpinan, kerja tim untuk menemukan solusi dan menciptakan perubahan melalui perhelatan sidang sebagaimana sidang PBB berlangsung.
Dalam RomeMUN 2017, ITB diwakili oleh salah seorang mahasiswa yaitu Satria Adi Nugraha (Teknik Kelautan 2013). RomeMUN 2017 pada dasarnya membuka kesempatan yang luas bagi siapa saja yang berminat dan mampu baik dari segi persiapan materi maupun pembiayaan segala urusan akomodasi ketika di sana. “Kalau saya awalnya ikut seleksi internal yang diadakan oleh Djarum Foundation karena kebetulan saya juga beswan Djarum, jadi ketika lolos, saya dan 9 teman lain yang berasal dari berbagai kampus dari seluruh Indonesia sudah ditanggung segala keperluan transportasi dan tempat tinggal ketika di Roma,” ujar Satria.
Selayang Pandang RomeMUN 2017
RomeMUN 2017 diselenggarakan oleh sebuah institusi bernama Giovani Nel Mondo dengan keluaran konferensi berupa draft resolution. Para peserta kemudian dibagi ke dalam 7 komite yang termasuk dalam PBB yaitu United Nations Environment Programme (UNEP), United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO), United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), Food and Agriculture Organisation (FAO), Security Council, Economic and Social Council (ECOSOC), serta General Assembly.
Ditanya perihal komite apa yang Satria pilih, ia berujar, “Kalau saya sendiri masuknya ke UNEP. Awalnya kan saya juga bingung hendak memilih komite apa, jadi saya memilih yang paling dekat dengan jurusan saya (teknik kelautan) yaitu UNEP. Selanjutnya, pihak RomeMUN akan memilihkan topik bagi para pesertanya sesuai dengan komite yang mereka ambil.” Satria menerangkan bahwa ia mendapat topik climate change yang terjadi di negara Jepang, sehingga pada simulasi sidang PBB nanti ia akan memposisikan diri sebagai delegasi dari Jepang untuk membicarakan perihal climate change dan mendiskusikan solusi atas fenomena tersebut.
Konferensi ini berlangsung selama 3 hari berturut-turut dari pagi hingga sekitar pukul 7 malam. “Selama konferensi belum selesai, rasanya belum tenang karena setiap pulang ke hotel kami harus kembali menyiapkan speech dan draft untuk keesokan harinya. Acara ini emangbenar-benar melatih public speaking sih, soalnya ketika konferensi, kita harus berani angkat tangan untuk mendapatkan kesempatan ngomong. Itu menantang banget kalau menurut saya soalnya kita harus selalu menyesuaikan dengan topik yang sedang dibahas, yang mana itu bisa berubah dengan cepat, bahasa inggris formal, dan yang terpenting harus menyampaikan pendapat secara efektif karena dibatasi durasi,” ungkap Satria menceritakan beragam tantangan yang dihadapinya saat itu.
Dalam setiap sidang, terdapat satu orang pemimpin sidang atau dikenal dengan sebutan chair. Chair ini juga sekaligus merangkap sebagai juri untuk memilih best delegation dari kesekian peserta yang ikut. Pada RomeMUN 2017 kemarin, best delegation terpilih adalah peserta dari Korea Selatan yang merepresentasikan sebuah isu dari Republik Rakyat Tiongkok.
Selalu Ada Banyak Kisah dan Hikmah
Kendati tidak berhasil menyandang best delegation, Satria mengaku bahwa mengikuti serangkaian kegiatan ini saja sudah banyak membuatnya bersyukur karena ada banyak pelajaran dan pengalaman yang ia peroleh. Terlebih, peserta tidak hanya sekedar mengikuti konferensi saja tapi juga berkesempatan untuk mengunjungi markas besar PBB di Swiss dan mengunjungi beberapa negara lainnya salah satunya Vatikan.
Satria menceritakan, keikutsertaannya sebagai delegasi yang membawa isu climate change di negara Jepang telah menambah banyak pengetahuannya mengenai peran Jepang di kancah global serta menambah awareness mengenai langkah-langkah mitigasi dan adaptasi climate change itu sendiri. Ia juga menuturkan bahwa disamping menambah skill dalam berbicara secara formal dan public speaking secara efektif, bertemu dengan orang-orang dari latar belakang negara yang berbeda-beda juga merupakan pengalaman baru yang menarik baginya. “Waktu hari pertama ngeliat bule-bule tuh rasanya mereka kayak superior gitu, tapi ketika sidang sudah berlangsung saya melihat bahwa sebenarnya bangsa kita nggak kalah kok sama mereka, jadi kita nggak perlu jiper duluan,” ungkapnya.
“Intinya jangan takut memulai, walaupun itu benar-benar baru dan belum pernah dilakuin sebelumnya, tapi pasti ada aja kok hikmah dan pelajaran yang bisa diambil. Dan itu sebenarnya yang mungkin bisa menjadi inspirasi untuk kedepannya, jadi berhenti membatasi diri dan mulailah mencoba,” tutup Satria di akhir sesi wawancara.