Inovasi Sensory Scape Raih Penghargaan Favorit pada Ideathon AWW 2023

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id – Beberapa perwakilan dari ITB yang tergabung dalam tim 5, berhasil meraih penghargaan “The Most Favorite” pada ajang Ideathon Architecture Without Walls (AWW) 2023. Acara ini digelar pada 12-16 Agustus 2023 di Kantor Pos Besar Bandung, Jalan Asia Afrika Bandung.

Workshop ini terbuka untuk umum dan mengangkat isu unusual archetype dengan fokus desain inklusif. Para peserta diminta untuk merancang solusi inovatif untuk meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan ruang bagi disabilitas dan lansia.

Tim 5 sendiri terdiri dari Selvalya Tsasa Apriani (Sarjana Arsitektur ITB 2019), Monica Febriana Putri (Sarjana Arsitektur ITB 2019), Erensa Ratu Chelsia (Sarjana Arsitektur ITB 2021), Mohammad Ilham Akbar (Sarjana Arsitektur ITB 2016) dan Muhammad Fatih Kamil (Sarjana Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan 2019).

Sebagai informasi, principal designer di Anom Works sekaligus perwakilan dari Architecture Sans Frontieres (ASF) Indonesia, Kanoasa Akbar, menjadi pembimbing tim 5 dalam ajang tersebut.

Adapun juri yang terlibat dalam penilaian karya antara lain, Presiden DILANS Indonesia Farhan Helmy, Urban Designer Director Urban+ Ardzuna Sinaga, Dosen Arsitektur UPH dan Arsitek dari FORMOLOGIX Dani Hermawan, serta Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Pemkot Bandung Tammi Lasmini.

Tim 5 menghasilkan karya yang berjudul BaCSO URat: Bandung Connective Sensory-scape Untuk Rakyat. Karya ini berupa sebuah konsep yang mengubah koridor pedestrian di jalan ABC-Banceuy menjadi pengalaman spasial inklusif yang memprioritaskan 'sensory comfort.' Ide ini muncul setelah tim melakukan survei di lokasi dan mendapati berbagai isu terkait street furniture, sejarah, pedagang kaki lima (PKL), dan sampah.

Salah satu keunikan Jalan ABC-Banceuy adalah keberadaan Monumen Penjara Soekarno dan sisa bangunan Menara Sipir Penjara. Tim memutuskan untuk mengambil inspirasi dari elemen-elemen ini dan menghubungkannya dalam konsep "sensory scape." Dalam konsep ini, Monumen Penjara Soekarno dan Menara Sipir dijadikan sebagai anchor 1 dan anchor 2 yang dihubungkan oleh koridor sensori, sehingga menciptakan pengalaman museum yang unik.

Tim menghadirkan lima zona yang berbeda. Pertama, Zona Hening yang menyediakan tempat untuk pengunjung bersantai sambil menjelajahi buku dan pengalaman audio terkait Soekarno. Kedua, Zona Transisi sebagai tanda bersiap-siap sebelum memasuki zona penyebrangan. Ketiga, Zona Penyebrangan yang dilengkapi dengan sinyal aksesibilitas untuk memudahkan orang dengan disabilitas. Keempat, Zona PKL yang menggabungkan aspek penciuman, pengecap, dan pendengaran dengan lagu-lagu nasionalis. Kelima, Zona Performance, di mana pengunjung dapat mendengar pidato Indonesia Menggugat dan melihat AR Soekarno berpidato.

Selanjutnya, tim merancang pengalaman "phygital," yang menggabungkan aspek fisik dan digital. Mereka mengembangkan aplikasi yang membantu pengunjung menjelajahi Jalan ABC-Banceuy dengan panduan yang interaktif. Selain itu, ada juga elemen fisik seperti peta taktil dan mural bertekstur. Seluruh jalan pedestrian diubah dengan material yang mendukung aksesibilitas semua golongan, termasuk orang dengan disabilitas.

Dalam proses pengerjaannya, tim berupaya melihat permasalahan melalui sudut pandang kaum disabilitas. “Kami juga sempat melakukan drama bermain peran (roleplay) di depan mentor dan peserta-peserta lalin, saya sendiri berperan menjadi teman netra, dan teman-teman yang lain berperan sebagai street furniture yang ada di desain kami,” ujar salah satu anggota tim, Selvalya.

Dengan adanya inovasi tersebut, mereka berharap dapat semakin memberikan aksebilitas dan kenyamanan bagi kaum lansia dan disabilitas.

Reporter: Hafsah Restu (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)


scan for download