ITB Adakan Pemutaran Film Bisu dari Abad Ke-20 Bersama Jerman Fest

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor Abdiel Jeremi W

BANDUNG, itb.ac.id - Ilmu, Teknologi, Seni, dan Manajemen adalah keempat pilar yang menjunjung ITB dalam menelurkan lulusan yang berprofil insan akademis. Walaupun pilar teknologi terlihat sangat kokoh, nilai estetika seni di ITB juga terlihat sangat kental. Dalam bidang seni, ITB dikenal dengan Fakultas Seni Rupa dan Design (FSRD) dan unit-unit kegiatan mahasiswa yang bercorak seni dalam berbagai wujud. Salah satu kegiatan yang dilakukan ITB dalam memupuk jiwa estetika mahasiswanya adalah penayangan film bisu klasik yang berjudul Metropolis. Rangkaian penayangan film karya Fritz Lang di 3 kota di Indonesia ini adalah bagian dari German Fest. Dilaksanakan di Aula Barat ITB pada Rabu (09/09/15) pukul 19.00, pertunjukan ini dihadiri oleh lebih dari 500 orang yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum.

Rangkaian pemutaran Metropolis yang diawali di Jakarta ini menandakan pembukaan Jerman Fest, sebuah inisiatif dari Kementerian Luar Negeri Jerman dan diselenggarakan berkat kerja sama antara Goethe-Institut Indonesien, Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, dan EKONID. Jerman Fest dirancang untuk mendorong pertukaran informasi yang bermanfaat antara Indonesia dan Jerman, termasuk di dalamnya partisipasi dari para tokoh, institusi dan pelaku budaya penting dari kedua negara. Dengan demikian, hubungan antara Indonesia dan Jerman akan diperkuat dan menjadi pondasi yang kokoh bagi masa depan yang kreatif.

Paduan Film Sains Fiksi dan Orkestra yang Penuh Makna

Metropolis adalah film bisu ekspresionis Jerman yang disutradarai oleh Fritz Lang dari mulai tahun 1925 sampai 1926. Berlatar kota masa depan dengan tingkat sosial yang terbagi-bagi, film ini adalah film panjang bergenre fiksi ilmiah pertama. Dianggap sebagai salah satu karya terpenting dalam sejarah, Metropolis merupakan film dengan biaya produksi termahal pada masanya. Musik skor yang digubah oleh Gottfried Huppertz adalah hasil dari banyaknya pengaruh yang ia terima dan merupakan sebuah terobosan baik dalam pendekatan maupun realisasinya. Metropolis mengambil latar waktu di masa depan, dimana teknologi yang ada sudah sangat maju dibandingkan era 1920-an. Dalam menyampaikan pesannya, film yang diadaptasi dari tulisan Thea von Harbou ini mengandalkan mimik dan gestur ekspresionis serta teks dialog maupun narasi.

Istimewanya, penayangan film ini diiringi oleh aksi Orkestra Film Jerman Babelsberg yang digawangi oleh 67 orang dengan berbagai instrumen musik. Orkes Film yang didatangkan langsung dari Berlin ini dikenal karena konser film yang biasa mereka suguhkan mampu menghidupkan film. Selain itu, mereka dapat mempersembahkan musik skor dengan cara yang sangat mempesona dan memikat bagi penonton seluruh dunia. ''Luar biasa, film bisu yang sarat akan makna tersirat. Permainan orkestra yang sungguh rapih dipadukan dengan kualitas suara yang apik selama hampir 3 jam ini sungguh mengagumkan. Film science fiction yg sangat luar biasa untuk tahun 1927an. Setting, alur, dan cerita film ini sungguh menarik dimana terdapat social gap antara kaum buruh dan kaum golongan atas yg memperlihatkan perjuangan beserta dilema para kaum buruh untuk memperjuangkan hak mereka. Sungguh pengalaman yg luar biasa bisa menyaksikan film dengan live symphony orchestra performance yang dapat menggambarkan dialog, suasana, dan makna-makna tersirat para aktor melalui musik,'' ujar Dhany Alif Prakoso (Teknik Lingkungan 2013), Ketua ITB Student Orchestra (ISO).