ITB dan Peneliti Asing Siap Bekerja Sama untuk Pemulihan Sungai Citarum
Oleh Mega Liani Putri
Editor Mega Liani Putri
"Pemberitaan internasional tentang Sungai Citarum sangat memprihatinkan. Citarum dianggap sungai paling tercemar di dunia. Apabila dampak buruk di Citarum bisa diselesaikan, hal serupa bisa diterapan di daerah lain," kata Director Institute for Science, Innovation, and Society dari Radboud University Nijmegen A.J.M. Smits, Rabu (28/01/15).
"Menyelamatkan Citarum bukan hanya untuk Indonesia, melainkan juga kelestarian dunia," tambahnya.
Sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat, panjang 297 km, Citarum memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyedia air minum, irigasi, dan pembangkit listrik. Sungai Citarum berhulu di Situ Cisanti di Kabupaten Bandung dan bermuara di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pencemaran dari hulu sampai hilir Citarum tersebut telah menarik perhatian publik hingga memanggil para peneliti asing untuk menanggulanginya.
Hans Komakech, peneliti dari Nelson Mandela African Institute of Science Technology, mengungkapkan ketertarikannya dalam menangani Sungai Citarum setelah sempat memiliki pengalaman dalam menangani kasus di Sungai Pangani, Tanzania, terkait penurunan debit air dan pencemaran. Dampak buruk pemcemaran dapat dikurangi lewat kontribusi masyarakat secara aktif. Penanganan kasus tersebut berbuah hasil positif beberapa tahun terakhir.
Dr. Dwina Roosmini selaku bagian dari tim mengatakan program pendampingan masyarakat di hulu sungai Citarum akan dilakukan oleh mahasiswa gelar ganda. Ia pun berharap kerja sama dengan peneliti asing segera terlaksana demi Sungai Citarum yang kembali asri dan ekosistem yang layak. Pemulihan Sungai Citarum tidak hanya dilakukan dengan pembangunan infrastruktur, namun juga pemberdayaan ekonomi dan pembentukan karakter sosial masyarakat sekitarnya. Masalah pencemaran yang telah berlangsung bertahun-tahun diharapkan dapat segera ditangani lewat program kerja sama ini.
Sumber berita: Harian KOMPAS
Sumber gambar: republika.co.id