ITB Kaji Pembangunan Pabrik Produksi Es Balok Berbasis Energi Terbarukan untuk Nelayan di Kepulauan Anambas

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


KEPULAUAN ANAMBAS, itb.ac.id—Tim dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas melakukan kajian untuk membangun ice maker atau mesin pembuat es balok berbasis energi terbarukan. Pembangunan tersebut ditujukan untuk membantu nelayan dalam pemenuhan kebutuhan akan es balok di Pulau Siantan, Kepulauan Anambas.

Sebelum dibangun, kajian dilakukan terlebih dahulu oleh tim dari LPPM ITB dan dibantu oleh Benyamin Wisman dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas pada Oktober 2022. Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan mesin es balok berdasarkan berbagai permasalahan yang dialami oleh nelayan di Kepulauan Anambas.

Kajian yang dilakukan meliputi identifikasi permasalahan di lapangan, perumusan solusi, dan pembuatan desain yang paling feasible baik secara ekonomi maupun teknis untuk diterapkan sesuai dengan kondisi lapangan, serta energi yang dibutuhkan untuk kurun waktu 20 tahun.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah adanya perbedaan yang ekstrem antara kebutuhan dengan suplai es balok untuk melaut. Kemudian, sebagai akibat dari permintaan yang fluktuatif, terdapat jeda waktu antara produksi es dengan pemenuhan kebutuhan sebab mesin yang saat ini dimiliki tidak mampu menghasilkan es balok dalam jumlah besar dalam satu kali proses produksi.

Berdasarkan hasil kajian, produksi es balok di Anambas diperoleh dari beberapa pabrik es rumahan dan satu pabrik es milik Pemerintah Daerah dengan kuota produksi yang terbatas. Aksesnya pun sulit dijangkau oleh nelayan sehingga distribusi es tidak lancar. Selain itu, permasalahan lain yang dihadapi oleh nelayan adalah harga es balok yang cukup mahal yaitu berkisar di antara 600 hingga 800 ribu rupiah per ton.

Kemudian, berdasarkan hasil kajian dan survei di beberapa tempat di Kepulauan Anambas diketahui bahwa Kepulauan Anambas membutuhkan mesin es dengan kapasitas sebesar ±5 ton yang letaknya terjangkau dari kampung nelayan serta yang mampu memberikan harga es balok yang relatif lebih murah.

Dr. Yuli Setyo Indartono, selaku ketua Tim Pengabdian Masyarakat tersebut mengatakan, setelah melakukan diskusi dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kepulauan Anambas, tim LPPM ITB mengusulkan beberapa solusi untuk menjawab permasalahan yang ada di Kepulauan Anambas yaitu membangun pabrik es yang memiliki kapasitas 5 ton per hari di desa Temburun untuk memudahkan akses bagi nelayan yang berasal dari daerah lain.

“Selain itu, diusulkan pula pembangunan pabrik dengan menggunakan energi terbarukan untuk mengurangi konsumsi listrik PLN yang diharapkan mampu mengurangi biaya produksi es balok. Kemudian, untuk hal kepemilikan dari pabrik diusulkan untuk diberikan kepada pihak ketiga seperti Badan Usaha Milik Desa atau lembaga lainnya,” ujarnya.

Untuk menjawab kebutuhan akan harga es balok yang relatif rendah, tim sepakat untuk menggunakan mesin dengan sistem direct cooling dimana nantinya air akan diletakkan dalam cetakan yang bersinggungan langsung dengan evaporator sehingga memudahkan pengoperasian mesin es.

Proses thawing dalam produksi mesin es sendiri tidak membutuhkan thawing bath yang besar, karena cukup menggunakan gas hangat untuk melepas balok dari cetakannya.

Mesin es balok ini akan dirancang untuk dapat memproduksi 5 ton es per 24 jam dengan daya yang dibutuhkan sebesar 34,5 kW pada awal operasinya, dan 27 kW pada fase steady state. Selain itu, akan ditambahkan juga 3 unit cold storage yang bersifat walk-in storage dengan kapasitas penyimpanan 5600 kg dan daya yang dibutuhkan adalah 1700 Watt sebagai media penyimpanan hasil laut. Tiga unit cold storage tersebut diinstal secara modular untuk memfasilitasi kondisi saat suplai listrik rendah.

Diketahui potensi energi angin pada lokasi adalah 63 W/m2 sementara untuk potensi iradiasi matahari pada lokasi adalah sebesar 3,827 kWh/kWp per hari sehingga tim LPPM ITB mengusulkan tiga desain berbeda untuk sumber listrik yang akan digunakan yaitu kombinasi antara panel surya PV (Photovoltaics) dan PLN, kombinasi antara PV, PLN, dan Baterai, serta kombinasi antara PV, PLN, dan Genset.

Lalu berdasarkan analisis terhadap biaya, coverage, dan emisi yang dilakukan terhadap ketiga desain yang diajukan dengan asumsi listrik akan berhenti mengalir selama 3 jam per hari, diusulkan untuk digunakan sistem dengan kombinasi antara PV, PLN, dan Baterai karena selain LCOE (Levelized cost of electricity) yang lebih rendah dibandingkan sistem dengan diesel generator, sistem ini juga dinilai lebih reliable karena menghasilkan penetrasi energi terbarukan cukup tinggi yaitu sebesar 50% dengan total produksi energi sistem ini adalah 162,4 MWh dari total kebutuhan beban sebesar 318,1 MWh. Upaya tersebut mampu menghemat 50% biaya PLN.

Kemudian, kata Dr. Yuli, sistem ini dapat menghasilkan emisi yang paling rendah yaitu sebesar 126.097 kg CO2-eq per tahunnya. Selain itu, karena sistem dengan baterai ini mampu memberikan energi cadangan yang cukup untuk digunakan selama kurang lebih 2,9 jam sehingga tingkat coverage terhadap asumsi matinya aliran listrik per hari juga cukup tinggi dibanding dengan sistem tanpa baterai.

Proyek pembangunan mesin es balok berbasis energi terbarukan yang memiliki angka investasi berkisar di angka Rp2 Miliar. Pembangunan mesin es balok ini masih terus dikaji oleh tim LPPM ITB agar bisa diimplementasikan untuk membantu memecahkan permasalahan yang dialami oleh nelayan di Kepulauan Anambas.

Reporter: Fajris Zahrotun Nihayah (Fisika, 2020)