ITB Mengadakan Pendampingan Pembelajaran di Wilayah 3T Guna Mengatasi Learning Loss
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG,itb.ac.id—Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Yayasan Litara mengadakan proyek penghidupan ruang belajar dengan melibatkan Taman Belajar Masyarakat (TBM) di Malinau, Kalimantan Utara. Proyek ini dilaksanakan untuk mengatasi learning loss pada kawasan 3T yang disebabkan oleh pandemi.
Tingkat learning loss meningkat yang disebabkan oleh banyak faktor, khususnya bagi wilayah 3T Indonesia. learning loss adalah kondisi yang mengacu pada hilangnya kemampuan belajar sebagai dampak ketidakmerataannya akses siswa terhadap peranti teknologi (gawai dan jaringan internet) yang menjadi media pembelajaran utama di masa pandemi.
Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB Ir. Tubagus Furqon Sofhani, M.A., Ph.D., mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2017 oleh Meyers dkk. dan pada 2015 oleh Havari dkk. menunjukan bahwa learning loss dalam waktu yang lama dapat mengurangi pencapaian siswa. Hal ini juga akan memengaruhi kemampuan kognitif siswa.
“Perubahan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 seperti penerapan protokol kesehatan dan pengadaan pembelajaran secara daring menyebakan beberapa permasalahan pendidikan khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Daerah tersebut mengalami hambatan jaringan internet bahkan beberapa daerah tidak terjangkau sinyal (blank spot),” tulisnya dalam Rubrik Rekacipta ITB edisi 5 April 2022 di Media Indonesia.
Selain itu, lanjutnya, sebagian masyarakat daerah 3T tidak memiliki gawai untuk setiap anggota keluarga. Faktor ekonomi juga menjadi hambatan dalam menopang prasana seperti pembelian kuota untuk pembelajaran daring. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran tatap muka sangat dibutuhkan oleh siswa di wilayah 3T.
Peran ITB
Menurut Furqon, pelibatan TBM dalam kegiatan ini berupa penerapan konsep ruang ketiga dalam sistem belajar tatap muka. Ketergantungan proses belajar pada sekolah (ruang pertama) dan keterbatasan orangtua (ruang kedua) dalam pendampingan belajar anak, membuat peran TBM sangat strategis dalam mengatasi learning loss, terutama pada masa pandemi ini.
Mahasiswa ITB juga terlibat dalam proyek ini. Mahasiswa-mahasiswa tersebut tergabung dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Dalam pelaksanaan kegiatan belajar, ITB melakukan pendekatan remedial dengan melibatkan siswa yang berisiko sangat tinggi.
Vebi sebagai salah satu pegiat TBM, mengatakan bahwa terjadi kemajuan yang cukup siginifikan dari siswa yang didampinginya. Melalui evaluasi di akhir kegiatan, sebesar 60% siswa berhasil mengalami peningkatan capaian belajar. Siswa yang mulanya tidak bisa membaca menjadi bisa mengenal huruf dan mengeja. Kemudian, sebesar 35% siswa mencapai target setelah mengikuti pendampingan. Hasil evaluasi ini menunjukan kegiatan pendampingan terbukti efektif dalam meningkatkan capaian belajar siswa di masa pandemi.
Siswa tersebut umumnya berasal dari keluarga miskin dengan tingkat literasi orangtua sangat rendah serta profesi orangtua sebagai pekerja kasar sehingga tidak memiliki kapasitas dan waktu untuk mendampingi belajar. Seorang pegiat TBM bertanggung jawab untuk mendampingi 5-6 siswa.
Proyek ini dilaksanakan selama 4 bulan sejak Maret hingga Juni 2021. Kegiatan dimulai dengan melaksanakan evaluasi pendidikan terhadap kemampuan dan kondisi siswa sehingga dapat menyusun target pembelajaran serta merancang pola pengajaran yang tepat.
Selanjutnya pembelajaran dilakukan pada tempat dan waktu yang telah disepakati bersama siswa. Jumlah siswa yang mengikuti pendampingan sebanyak 85 orang yang tersebar di 5 sekolah dasar. Kegiatan ini tentunya mengikuti protokol kesehatan yang ketat dengan penggunaan masker dan pelaksanaan swab antigen.
Tulisan selengkapnya dapat dibaca pada tautan ini.
Reporter: Tarisa Putri (Teknik Kimia 2019)