ITB Pasang Seismograf untuk Pemantauan Seismisitas Gempa Swarm di Bogor

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Pemasangan seismograf oleh Tim KK Geofisika Global di Bogor dan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. (Foto: Dr. Zulfakriza)

BOGOR, itb.ac.id -- Pada Jumat, 23 Agustus 2019 lalu, sekitar pukul 11.10 WIB, wilayah Kab. Bogor diguncang gempa bermagnitudo 4 dengan kedalaman sumber gempa 5 km. Berdasarkan laporan BMKG, Pusat gempa berada sekitar pada jarak 101 kilometer barat daya Kabupaten Bogor dan guncangan sangat terasa di Kecamatan Nanggung Kab. Bogor. Gempa juga terasa di Sukabumi dan bahkan sampai terasa di Jakarta.


Kondisi ini tentunya memberikan kepanikan bagi sebagian masyarakat Bogor dan sekitarnya. Gempa tersebut merupakan rangkaian gempa yang terjadi sejak tanggal 10 Agustus 2019. BMKG merilis lebih dari 76 kejadian gempabumi di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan magnitudo antara 2 – 4 dan kedalaman pusat gempa kurang dari 10 km.

Mananggapi hal ini, Kelompok Keilmuan (KK) Geofisika Global – FTTM ITB, bersama LPPM – ITB dan Pusat Unggulan Iptek Sains dan Teknologi Kegempaan – ITB melakukan pemasangan 8 unit seismometer pada Jumat (23/8/2019) yang mengitari kawasan Taman Nasional Gunung Halimum – Salak. Pemasangan tersebut di bawah koordinasi dengan BMKG Kantor Bandung.

Gempa Swarm

Dalam sudut pandang seismologi, fenomena rentetan gempa yang terjadi di Bogor diduga sebagai gempa swarm. Hal ini didasari pada intensitas seismisitas yang tinggi dan berkelompok pada satu kluster serta kekuatan gempa yang relatif kecil sehingga sulit mengidentifikasi gempa utamanya.

Melihat fenomena kejadian gempa swarm di kaki Gn. Salak, setidaknya ada beberapa hal yang harus dipahami dari kaca mata seismologi. Pertama, pola sebaran hiposenter gempa untuk memastikan sumber pemicunya, kedua, mekanisme sumber gempa, dan ketiga, pola regangan tekanan yang terjadi akibat rangkaian kejadian gempa swarm di Bogor. 

Menurut Prof. Nanang T. Puspito selaku ketua KK Geofisika Global, pemasangan 8 unit seismograf merupakan bagian dari tanggungjawab keilmuan seismologi untuk memahami fenomena gempa di Kab. Bogor secara lebih baik. "Dan harapannya dapat memberikan informasi kepada pemerintah Kab. Bogor dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam upaya mitigasi dan pengurangan risiko gempa," ujar Prof. Nanang dalam keterangan yang diterima Humas ITB.

Sejak Jumat (23/8/2019) pagi, tim dari KK Geofisika Global sudah berangkat ke Bogor, Sukabumi dan Pelabuhanratu. Dr. Zulfakriza selaku ketua tim menyampaikan bahwa anggota tim yang berangkat berjumlah tiga orang yaitu Ade Surya Putra (mahasiswa S3 PMDSU Teknik Geofisika-FTTM ITB), M. Randy Caesario Harsuko (Mahasiswa S2 Teknik Geofisika) dan Yopi Apryan Fadilah (Teknisi di Prodi Teknik Geofisika).

*Sebaran kejadian gempa di Taman Nasional Gn. Halimun Salak yang dicirikan dengan bulatan merah, sedangkan lokasi penempatan seismograf ditandai dengan segitiga hijau. (Foto: Dr. Zulfakriza)

Untuk mempercepat proses pemasangan seismograf, tim dibagi kembali yaitu Tim Utara yang fokus untuk pemasangan seismograf di wilayah Sukabumi, Citeko dan Bogor, sedangkan Tim Selatan fokus pemasangan seismograf di wilayah Pelabuhanratu dan bagian barat kaki Gunung Salak.

Sementara menurut keterangan Dr. Andri Dian Nugraha, selaku Ketua Prodi S2/S3 Teknik Geofisika ITB, pemantauan gempa swarm yang terjadi di Bogor dilakukan selama 30 hari dengan menggunakan jaringan lokal dan merapat pada lokasi sebaran gempa swarm. "Selanjutnya setelah 30 hari, tim akan melakukan identifikasi event dan penentuan hiposenter gempa. Harapannya tidak ada gempa besar yang terjadi dari rangkaian gempa swarm yang terjadi di Bogor," ujar Dr. Andri.

*Berita kiriman Prof. Nanang T. Puspito, Ketua KK Geofisika Global, FTTM-ITB.