Joint Seminar ITB dan University of New South Wales Australia 2017
Oleh Okta Indah Sulistyorini
Editor Okta Indah Sulistyorini
BANDUNG, itb.ac.id – Sebagai rangkaian kegiatan kunjungan yang dilakukan oleh University of New South Wales (UNSW) Australia, ITB menjadi tuan rumah dari Joint Seminar yang diadakan serentak pada Senin (25/09/17). Salah satu tema yang dibawakan pada Joint Seminar ini adalah Enabling Technologies and Sustainability, yang mempromosikan posisi teknologi untuk peningkatan kualitas penyediaan energi yang berkelanjutan. Sebagai sesi pertama dengan subtema Lingkungan dan Paleoclimate, dua buah seminar diadakan di gedung Center for Infrastructure and Built Environment (CIBE) dengan pembicara dari ITB dan UNSW.
Sesi presentasi pertama diisi oleh Ir. Agus Jatnika Effendi, Ph. D sebagai dosen dari program studi Teknik Lingkungan. Beliau menyampaikan presentasi dengan judul Open Pits Coal Mining Environmental Impact. Indonesia tercatat memiliki kenaikan sejumlah 4,9% dalam pemasokan energi batubara terhitung periode 2010-2025. Menjadi negara produsen batubara ketujuh di dunia, sudah jelas bahwa ukuran industri penyediaan energi batubara sangat membutuhkan pertimbangan dari aspek lingkungan. Dalam materi yang beliau paparkan, Ir. Agus menyoroti kualitas air dan udara pada lingkungan tambang open pit. Sebagai solusi dari masalah ini, beliau memberikan beberapa perspektif sebagai solusi, misalnya dengan penanganan pasif berupa limestone channel dan penanganan aktif melalui penambahan zat dengan proses liming.
Selanjutnya adalah Dr. Zoe Thomas, associate researcher dari School of Biological, Earth, and Environmental Sciences (BEES) University of New South Wales yang membawakan materi seputar dinamika paleoclimate atau dikenal lebih familiar melalui istilah ‘iklim purba’. Berdasarkan singgungannya dengan aspek lingkungan, ilmu tentang iklim purba dapat memberikan akses langsung pada informasi mengenai proses perubahan iklim bumi dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding data yang pernah direkam. Jejak-jejak yang ditinggalkan untuk menginterpretasi iklim purba, menurut Dr. Thomas dapat diamati dari pengamatan tree-ring (lingkaran tahun pada pohon), sedimen darat dan laut, sampel core es, dan studi sejarah. Dr.Thomas juga memberikan sedikit pemaparan mengenai topik penelitian yang sedang dilakukan dengan tim peneliti dari BEES UNSW mengenai tipping point, yang menggambarkan perubahan drastis pada iklim bumi. Tipping point dapat dicari dengan identifikasi indikator berupa dataset rekam jejak lingkungan purba (palaeoenvironmental). Selain itu, tipping point dapat digunakan untuk memproyeksikan kondisi iklim di masa depan.