Kampoeng Musi ITB: Lestarikan Budaya Sumatera Selatan Melalui Pagelaran Kemaro
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Mahasiswa Bumi Sriwijaya (MUSI) ITB berhasil melaksanakan pagelaran “Kampoeng Musi” di Lapangan Cinta, ITB Kampus Ganesha, Sabtu (18/11/2023). MUSI ITB merupakan unit kegiatan mahasiswa di ITB yang bergerak dalam lingkup pelestarian seni dan budaya, khususnya seni dan budaya Sumatera Selatan.
Ketua pelaksana, Sahirah Wilhelmina (Desain Interior 2019), bercerita bahwa Kampoeng Musi merupakan pagelaran seni budaya tahunan MUSI ITB yang terakhir digelar pada 2019 lalu. Saat itu, dia belum berstatus sebagai mahasiswa ITB dan hanya mengetahui Kampoeng Musi melalui cerita alumni dan dokumentasi foto maupun video.
“Pandemi berperan besar. Banyak sekali unit kegiatan yang vakum dan harus dilaksanakan secara online. Tahun ini, besar harapan kegiatan kali ini bisa membangkitkan kembali (semangat) teman-teman semua untuk peka dengan budaya Sumatera Selatan,” ujarnya.
Maka dari itu, Kampoeng Musi kali ini disederhanakan juga dengan nama “Musi Comeback” sebagai ajang untuk membangkitkan kembali eksistensi MUSI ITB sebagai unit seni budaya Sumatera Selatan.
Pagelaran dibuka dengan Tari Gending Sriwijaya yang menggambarkan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima tamu yang diagungkan. Acara dilanjutkan dengan Pertunjukan Teater Musikal dan Sendratari Legenda Sumatera Selatan bertajuk “Kemaro”.
“Kemaro itu adaptasi dari Legenda Pulau Kemaro, budaya dari destinasi wisata”, terang Sahirah.
Legenda ini bercerita tentang seorang Pangeran dari Negeri Tiongkok bernama Tan Bun An yang kala itu hendak berdagang di Palembang yang kemudian jatuh hati pada putri raja bernama Siti Fatimah. Keduanya menjalin cinta dan berniat menuju pelaminan. Raja memberi syarat kepada Tan Bun An untuk membawakan tujuh guci berisi emas.
Singkat cerita, Tan Bun An justru kesal membuang guci ke Sungai Musi tatkala mendapati guci yang dikirim dari Tiongkok berisi sayuran. Sayangnya, guci terakhir pecah di kapal dan terdapat emas di dalamnya.
Tan Bun An berikut pengawalnya terjun ke sungai untuk mengambil guci. Siti Fatimah pun turut terjun karena Tan Bun An tak kunjung muncul. Pulau Kemaro pun menjadi tempat mereka bersemayam.
Pagelaran ini mendapatkan respons positif dari massa kampus dan masyarakat sekitar. Lebih dari 200 pengunjung dari berbagai kalangan hadir memadati tribun lapangan Cinta.
Salah seorang pengunjung, Farhan Wily, mengaku terpukau dengan pertunjukan yang dibawakan.
“Spektakuler sih dan luar biasa. Aku merasa ada nuansa-nuansa Sumatera Selatan. Aktornya mampu membawakan adegan cerita dengan baik”, tuturnya.
Reporter: Muh. Umar Thoriq (Teknik Pangan, 2019)
Dokumentasi: Kampoeng Musi