Kelas Kemasyarakatan KM ITB Sebarkan Semangat dan Ilmu Pengabdian Masyarakat
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Pengabdian masyarakat (pengmas) merupakan bentuk pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya langsung pada masyarakat. Mahasiswa ITB diberi banyak pilihan ruang dan kesempatan untuk menelurkan pengmas sesuai ranah yang diminati. Salah satu pengmas yang acap kali dilakukan adalah melalui organisasi mahasiswa (ormawa) di ITB, baik itu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) maupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Melihat hal tersebut, Kabinet Mahasiswa (KM) ITB, melalui Kedirjenan Edukasi Gerakan Masyarakat, menyelenggarakan Kelas Kemasyarakatan pada Jumat (10/2/2023). “Kami ingin mengenalkan pengmas dan urgensinya. Jika mahasiswa sudah tertarik dengan pengmas, mereka bisa mendalaminya lewat kelas ini,” tutur Hilmy Taqiyuddin (KL 20).
Kegiatan digelar di Auditorium GKU II Kampus ITB Jatinangor dan bertajuk “Social Mapping Berlandaskan Etika Bermasyarakat dan Implementasi Karya dalam Pengmas.” Topik pertama mengenai social mapping dibawakan oleh Mohammad Fathan (SI 21) dari Pelita Muda ITB.
“Social mapping merupakan salah satu pendekatan untuk pengmas berupa proses penggambaran masyarakat yang melibatkan pengumpulan data dan informasi. Nantinya, hasil dari social mapping akan mengantarkan ke tahap design thinking untuk menjawab permasalahan di masyarakat,” terangnya.
Ia juga menjelaskan beragam tools yang dapat digunakan untuk memudahkan proses social mapping ini. Tools tersebut di antaranya, tabel P-A-P (Place-Activity-People), kurva potential needs, kurva power interest, FGD (Focus Group Discussion), dan jejaring sosial.
“Berbicara tentang social mapping, terkadang kita melakukannya tanpa tujuan, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan. Jadi sebaiknya, sebelum social mapping, kita sudah harus tahu apa yang akan dikembangkan atau topik apa yang dibawa ke desa untuk diselisik lebih dalam lewat social mapping. Dari sana kita akan mengetahui tools atau pendekatan yang paling tepat,” jelas Fathan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat terjun ke masyarakat untuk melakukan social mapping. Kepekaan panca indra harus ditingkatkan agar semua informasi penting tidak luput ditangkap. Selain itu, permasalahan bahasa menjadi hal yang krusial jika bertandang ke suatu daerah yang berbeda bahasa daerahnya.
“Kunci penting lainnya adalah membangun kepercayaan masyarakat. Kita juga harus menempatkan diri dan menyatu dengan masyarakat. Misalnya, mengikuti kebiasaan masyarakat dan makan sesuai dengan cara mereka. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa kita terkadang harus mawas diri dan menjaga pikiran netral karena posisi kita hanya sementara di sana,” pesannya.
Pembicara selanjutnya adalah Grha Gandana, jebolan Teknik Perminyakan ‘15 yang telah banyak berkiprah dalam pengmas. Ia mengupas mengenai implementasi karya di masyarakat. “Proses implementasi karya dimulai dari pra eksekusi yang terdiri dari social mapping, identifikasi masalah, dan menjalin kemitraan dengan berbagai stakeholder. Diikuti dengan eksekusi dan terakhir adalah pasca eksekusi yang mencakup evaluasi dan controlling."
Menurut Gege, karya yang ditinggalkan harus berkelanjutan agar dapat memberikan eksternalitas positif dan dipetik manfaat yang besar. Pengmas yang berkelanjutan diharapkan dapat membentuk masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri.
“Bagaimana agar bisa berkelanjutan? Kita membutuhkan proyek yang benar-benar menjawab permasalahan, bermitra dengan orang-orang yang tepat, dan controlling,” ungkapnya.
Namun pada kenyataannya, kegiatan pengmas tak selamanya berjalan mulus. Kadang-kadang kita sebagai pelaku pengmas berseberangan dengan masyarakat itu sendiri. Gege menegaskan adanya relativisme budaya. “Apa yang kita pandang benar belum tentu benar di masyarakat, begitu juga sebaliknya. Perbedaan bukan menjadi masalah, tetapi tantangan yang harus dicek kebenarannya agar informasinya tidak bias.”
Di akhir pemaparan, ia berpesan jika berbuat baik pun harus ada ilmunya. Sejalan dengan adanya Kelas Kemasyarakatan, Hilmy selaku dirjen berharap agar pengmas di ITB bisa lebih masif dan berdampak. “Kami ingin meningkatkan kuantitas penggiat pengmas dan meningkatkan kualitas pengmas yang digarap,” tutupnya.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)