Kenalan dengan Abrar Taimullah, Putra Daerah Aceh yang Menjadi ‘Sultan’ dan Meraih IPK Tertinggi di FTTM ITB
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Menjadi salah seorang mahasiswa yang lulus dengan IPK tertinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB) tentunya merupakan sebuah hal yang membanggakan bagi setiap mahasiswa. Tak terkecuali bagi Abrar Taimullah.
Abrar Taimullah merupakan mahasiswa program studi Teknik Metalurgi yang berhasil mendapatkan predikat lulusan terbaik di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB pada Wisuda Pertama ITB, Oktober 2023 dengan IPK 3.98.
Dia mengaku tidak menyangka dapat menjadi lulusan terbaik di wisuda kali ini. Lantaran selama menjalani perkuliahan, dia tidak pernah memiliki ekspektasi apapun. Abrar hanya berusaha untuk tetap rajin belajar, agar bisa lulus tepat waktu.
Abrar merupakan lulusan dari Sekolah Menengah Atas Negeri Modal Bangsa, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Saat di bangku sekolah, Abrar mengaku dirinya bukanlah siswa yang rajin di bidang akademik. Bahkan, Abrar sempat tidak mencapai ranking 10 besar semasa dia sekolah.
Justru, Abrar lebih tertarik berkegiatan di organisasi, seperti di OSIS dan MPK. Selain itu, Abrar pun aktif mengikuti berbagai perlombaan di bidang olahraga, seperti basket dan futsal.
Namun, pada saat dia naik ke kelas 3 SMA, jiwa ambisiusnya mulai muncul. Sebenarnya sejak dulu Abrar memang bercita-cita untuk masuk ke ITB. Dia pun menyadari bahwa untuk masuk ke ITB bukanlah hal yang mudah dan perlu persiapan yang matang.
Dia sempat mengikuti SNMPTN untuk masuk ke ITB, akan tetapi usahanya tersebut gagal. Abrar pun tidak menyerah, dan kembali mencoba masuk ITB melalui jalur SBMPTN. Dia pun semakin mematangkan persiapannya, dengan cara mengikuti kelas bimbingan belajar setiap harinya secara intensif. Akhirnya, Abrar pun berhasil masuk ITB berkat ketekunan dan kegigihannya.
Hal inilah yang membuat Abrar lantas menjadi terbiasa belajar dengan rajin selama kuliah. Terbukti dengan beberapa kali Abrar berhasil mendapatkan Indeks Prestasi (IP) 4 selama berkuliah.
Selain belajar dengan rajin, dia juga tidak mau melewatkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui organisasi yang ada di kampus. Abrar tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Metalurgi (IMMG) ITB dan juga Unit Kebudayaan Aceh (UKA) ITB.
Menurutnya, pengalaman paling berkesan dan luar biasa selama berkuliah di ITB yang ia dapatkan ketika menjadi ‘Sultan’, yaitu sebutan untuk ketua unit di UKA. Di sana, Abrar belajar banyak bagaimana cara mengimbangi organisasi dan akademik serta belajar manajemen waktu yang ia miliki dengan baik.
“Cukup lelah sebenarnya sewaktu menjadi Sultan, setiap hari harus memikirkan UKA dan memikirkan bagaimana caranya bisa menyeimbangkan antara akademik dan organisasi, tapi karena aku sudah jatuh cinta dengan UKA, semuanya jadi terasa menyenangkan saja biarpun banyak tantangan dan masalah sekalipun,” tuturnya.
“Masa-masa itu merupakan masa paling bahagia di ITB buatku. Rasanya seperti punya rumah, yang awalnya hanya ingin challenge diri sendiri untuk mengetahui batasan, akhirnya mendapatkan tempat berpulang untuk jadi diri sendiri lagi,” ungkapnya.
Disinggung mengenai cita-citanya, Abrar menjawab ingin menjadi dosen di ITB dan mengajar Pirometalurgi. Hal itu yang membuatnya lantas mengambil jalur percepatan atau fast track di ITB untuk berkuliah S1 dan S2 sekaligus dalam waktu 5 tahun.
Abrar berpesan untuk calon mahasiswa yang ingin mengikuti jejaknya di ITB untuk terus rajin belajar dan dapat bersaing sejak pertama kali masuk ITB, karena menurutnya batasan-batasan dalam kehidupan itu munculnya dari diri sendiri.
“Setiap mahasiswa harus berusaha menjadi yang terbaik dengan versinya masing-masing dan jangan takut untuk mencoba hal-hal baru,” pesannya.
Atas pencapaiannya tersebut, Abrar dapat menjadi contoh bagi anak-anak di Indonesia, terutama dari daerah asalnya, yakni Aceh. Di mana dia dapat menginspirasi anak-anak lainnya untuk terus mengejar prestasi dan mengembangkan minat serta bakatnya menjadi hal yang positif, yang bahkan nantinya dapat berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan.
Reporter: Erika Mariana (Teknik Metalurgi, 2020)