Kombinasikan Dua Agen Pengendali Hayati, Dosen SITH ITB Kembangkan Biopestisida Efektif
Oleh Diviezetha Astrella Thamrin
Editor Diviezetha Astrella Thamrin
BANDUNG, itb.ac.id - Penggunaan insektisida kimia yang berlebihan dan tidak sesuai dengan aturan tertulis dewasa ini mulai terasa dampaknya. Populasi serangga yang membawa dampak negatif bagi masyarakat semakin meningkat; mulai dari serangga pertanian, serangga perumahan, serangga gudang, hingga serangga vektor penyakit seperti nyamuk dan lalat. Penggunaan insektisida kimia yang berlebihan telah menyebabkan resistansi insektisida kimia pada banyak serangga, dan telah menjadi permasalahan yang cukup meresahkan.
Resistansi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan populasi organisme yang menjadi target insektisida kimia menjadi resistan, dan semakin tahan terhadap bahan aktif insektisida kimia. Adanya resistansi menyebabkan konsentrasi insektisida yang dibutuhkan untuk mengendalikan serangga hama pun lebih akan lebih besar, sehingga dibutuhkan dana tambahan pula. Karenanya, pemerintah berusaha mengurangi penggunaan insektisida kimia melalui program Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Berangkat dari permasalahan ini, Dr. Tjandra Anggraeni, dosen dari Sekolah Ilmu Teknologi dan Hayati (SITH) ITB berinisiatif untuk memprakarsai sebuah penelitian untuk mengatasi permasalah resistansi insektisida kimia pada banyak serangga ini. Bersama dengan Dr. Ramadhani Putra sebagai rekannya, Tjandra pun ikut mendukung program PHT dengan melakukan penelitian terhadap sistem pertahanan tubuh (imun) serangga. Berbeda dengan hewan bertulang belakang yang memiliki antibodi, serangga memiliki sistem imun efektif tersendiri yang terletak pada darahnya (hemolimfa).
Teliti Sistem Imun Serangga
Pada penelitian ini, Tjandra dan Ramadhani menggunakan serangga hama pertanian larva Crocidolomia binotalis, sebuah spesies yang merupakan hama sayuran, sebagai objek penelitian. Penelitian dilakukan dengan mencoba melemahkan sistem imun serangga dengan menggunakan bioinsektisida yang berasal dari daun tanaman Mirabilis jalapa, atau yang lebih dikenal dengan bunga pukul 4 sore. Selain Mirabilis jalapa, mikroba bakteri Bacillus thuringiensis dan jamur Metarhizium anisopliae dimanfaatkan pula sebagai bioinsektisida. Dari bioinsektisida botani dan mikroba ini, dicari konsentrasi bioinsektisida paling tepat yang didasarkan pada kecepatan dan jumlah kematian serangga. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengambil keputusan mengenai penanggulangan serangga hama yang resistan terhadap insektisia kimia.
Pengujian sistem imun serangga yang dilakukan meliputi sistem imun serangga seluler dan sistem imun humoral. Pada sistem imun serangga seluler, diteliti jumlah dan tipe sel darah, serta kemampuan sel darah untuk mengelilingi partikel-partikel dari sekitarnya dengan sitoplasmanya (fagositosis). Sementara itu pada sistem imun humoral, diteliti konsentrasi sebuah enzim bernama prophenoloksidae serta kemampuan penggumpalan darahnya (aglutinasi). Pada serangga, enzim prophenoloksidae ini bermanfaat untuk mempercepat proses oksidasi zat fenol.
Digunakannya makhluk hidup sebagai objek penelitian juga merupakan hal yang cukup menantang bagi Tjandra. "Serangga uji dapat mati sebelum diberi perlakuan karena temperatur laboratorium yang tiba-tiba berubah. Hal ini merupakan faktor eksternal yang cukup menjadi kendala dalam penelitian kami," ujar Tjandra. Selain itu, bahan aktif dari biopestisida tanaman harus distandardisasikan terlebih dahulu, sehingga dibutuhkan kerja sama dengan peneliti dari Program Studi Kimia.
Kombinasikan Dua Agen Pengendali Hayati
Dari penelitian ini, Tjandra dan Ramadhani menemukan bahwa tanaman Mirabilis jalapa berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai biopestisida yang dapat digunakan untuk melemahkan sistem imun pada serangga hama pertanian. Selain itu, dengan mengombinasikan tanaman Mirabilis jalapa dengan jamur Metharizium anisopliae, tingkat kematian larva hama pertanian pun meningkat hingga 76% setelah 48 jam dengan dosis optimum. Tingginya tingkat kematian larva hama pertanian dengan kombinasi 2 agen pengendali hayati ini dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida untuk menanggulangi serangga hama yang resisten terhadap insektisida kimia.
Tjandra menegaskan bahwa prinsip utama untuk menangani serangga hama adalah dengan pengendalian, bukan dengan pembunuhan secara keseluruhan. Dengan digunakannya dua agen pengendali hayati ini, Tjandra berharap program PHT dari pemerintah dapat lebih ditingkatkan sehingga masyarakat petani semakin sejahtera. "Mudah-mudahan dengan penelitian ini, penggunaan insektisida kimia yang tidak bijaksana dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan dapat ditekan," tutup Tjandra
Dokumentasi: Dari berbagai sumber