Kontribusi Ilmu dan Teknkologi Kebumian untuk Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan webinar ke-3 dengan tema “Kontribusi Ilmu dan Teknologi Kebumian Untuk Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”. Webinar ini diadakan pada (14/08/2020) via platform online Zoom dan live streaming Youtube.

Judul sesi pertama webinar ini adalah “Data dan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia” yang dibawakan oleh Prof. Ir. Hasanuddin Z. Abidin, M.Sc., selaku Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Definisi Informasi Geospasial adalah semua jenis data dan informasi yang memiliki elemen lokasi (georeferensi), baik di permukaan, di dalam, dan di atas permukaan Bumi. Geospasial telah menjadi science tersendiri, yang terdiri dari pengukuran, visualisasi dan pemetaan, lanjut ke analisa dan pemodelan, perencanaan dan desain, pengambilan keputusan, serta aksi atau tindakan,” ujar Prof Hasan.

Menurut Guru Besar dari FITB itu, BIG mengusahakan agar data geospasial jelas dampaknya dan bermanfaat untuk berbagai sektor pembangunan. Salah satunya adalah Sustainable Development Goals (SDGs).

“Kita harus berorientasi pada impact untuk kepentingan bangsa dan negara. Jenis informasi geospasial di Indonesia dapat dilihat di UU No. 4/2011. Secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu pemetaan dasar dan pemetaan tematik. Fokus pemerintahan ada pada pemetaan dasar, sedangkan pemetaan tematik berasal dari kementerian lain atau bahkan lembaga dan perorangan. BIG bertugas untuk mengawasi berjalannya pemetaan tematik,” tambahnya.


Selanjutnya, ia melanjutkan, alur informasi geospasial untuk pembangunan nasional digunakan dalam membuat berbagai peta tematik. Hal ini dimanfaatkan dalam pembangunan nasional di berbagai sektor. Di Indonesia, program yang baru adalah Satu Data Indonesia sesuai dengan Perpres No. 39 tahun 2019.

“Tujuannya adalah ingin menggabungkan berbagai data yang dimiliki pemerintah. Digabungkan untuk perencanaan dan penganggaran pembangunan, SDGs, dan kebutuhan mendesak seperti Bansos dan COVID-19,” ujarnya.

Sesi selanjutnya mengangkat tema “Oseanografi untuk Negeri – Mewujudkan SDG 14 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Masa Depan” yang dibawakan oleh Dr. Mutiara Rachmat Putri, M.Si., selaku Ketua Kelompok Keahlian Oseanografi ITB.

“Sebenarnya, SDGs merupakan kesepakatan PBB mengenai 17 goals. Di KK Oseanografi, fokusnya terletak pada goal ke-14 terkait Life Below Water. Salah satu dasar SDGs di Indonesia adalah Perpres 59/2017,” ujarnya.

Untuk bidang ilmu Oseanografi, SDGs 14 kemudian diturunkan melalui Decade of Ocean Science (DOS). Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai scientist dan peneliti secara mandiri adalah menciptakan a clean ocean, a healthy and resilient ocean, a predicted ocean, a safe ocean, a sustainably harvested and productive ocean, dan a transparent and accessible ocean.

“Lalu kemudian, bagaimana kontribusi Oseanografi untuk Indonesia? Kita sendiri memiliki Road Map Penelitian KK Oseanografi 2016-2020 yang terkait dengan SDGs 14. Salah satu target dari SDGs 14 yang penting adalah terkait Marine Debris, yaitu targetnya pada tahun 2025 mencegah dan secara signifikan mengurangi segala jenis polusi kelautan, terutama dari aktivitas daratan, termasuk serpihan sisa barang laut dan polusi bahan makanan. Sampah atau limbah plastik tersebut dapat membuat terumbu karang menjadi mati,” tambahnya.

Secara nyata, KK Oseanografi telah menghasilkan aplikasi Marine Debris Reporter untuk smartphone yang berfungsi menggabungkan partisipasi masyarakat serta teknologi modern untuk memetakan marine debris (sampah laut) di seluruh pesisir dan laut Indonesia. Selain itu, ada juga Chelo Nimer, yang berperan dalam menghasilkan barang hasil olahan dari marine debris seperti handicraft book, perhiasan, dan lainnya.

Sementara itu, topik selanjutnya adalah “Pemanfaatan Sistem Informasi Prediksi Kebencanaan Hidrometeorologi dalam Pembangunan Kota yang Berkelanjutan”. Pembicara pada tema ini adalah Dr.rer.nat. Armi Susandi, M.T., dari KK Sains Atmosfer FITB ITB.

Hal pertama yang ia bahas adalah terkait peningkatan bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim. Pola temperatur menyebabkan perpindahan massa udara akibat perbedaan tekanan. Di Indonesia, yang paling besar terjadi adalah banjir dan tanah longsor, mencakup lebih dari 50% bencana alam. Maka dari itu, penting untuk membahas tantangan pembangunan berkelanjutan terkait perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi di Indonesia.

Ia melanjutkan, bencana hidrometeorologi telah memberikan dampak besar di Indonesia. Sekitar 3,8 juta orang telah menderita dan mengungsi, 262 meninggal dunia, 25 hilang, serta 409 luka-luka. Selain itu, total kerugian bencana di Indonesia sebesar 80 triliun (setara dengan 20% APBN Pembangunan Infrastruktur 2019).

“Lebih dari 85% kabupaten dan kota di Indonesia bahkan belum siap. Ketidaksiapan ini terjadi dari sisi struktural dan nonstruktural. Untuk bisa mengatasi bencana ini, kita memerlukan sistem informasi bencana sebagai wahana pembangunan berkelanjutan. Dari SDGs yang ada, manajemen risiko bencana hidrometeorologi dan pembangunan berkelanjutan dapat berlandaskan pada SDGs nomor 11 dan 13,” tambahnya.

Selain itu, pemanfaatan teknologi menjadi hal yang penting untuk mengatasi ancaman pada pembangunan berkelanjutan. Dengan adanya teknologi, Dr. Armi mengharapkan bahwa masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana di masa yang akan mendatang.

“Sebagai contoh, ada FORMS, SIBe, Dynamis, FEWEAS, SIME, H-HEWS, SIPHON, dan lainnya. Di Indonesia, MHEWS (Multi Hazard Early Warning System) digunakan oleh BNPB untuk mengurangi risiko dan dampak bencana hidrometeorologi. Selain itu, SIBe (Sistem Intelijen Bencana) juga berguna untuk memberikan informasi prediksi, potensi risiko, dan dampak kerugian bencana serta aksi mitigasi dan antisipasi bencana di Indonesia. FORMS (Forest Fire Management System) untuk prediksi potensi dan manajemen kebakaran hutan, atau SICA Pertanian (Sistem Informasi Cerdas Agribisnis) untuk prediksi cuaca dan iklim dalam mendukung digital agribusiness di Indonesia,” tutupnya.

Sesi terakhir dibawakan oleh Dr. Dasapta Erwin Irawan, M.T., dengan judul “Evaluasi Kontribusi Keilmuan Geologi dalam Pembangunan Berkelanjutan: Apakah Sudah Menuju Arah yang Benar”. Ia memiliki kesimpulan bahwa, “Kita sebenarnya memiliki peran pada SDGs, namun kita tidak sadar. Tanda ketidaksadarannya adalah mungkin kita tidak menyampaikan informasi secara ilmiah dan formal, namun sebenarnya peran kita ada dalam SDGs,” tutupnya.

Webinar tersebut dapat dilihat pada tautan: https://www.youtube.com/watch?v=1WWhB8jm2tE

Reporter: Christopher Wijaya (Sains dan Teknologi Farmasi 2016)