Kuliah Umum Presiden Direktur Pt.Shell Indonesia: Tantangan Energi dan Perubahan Iklim

Oleh asni jatiningasih

Editor asni jatiningasih

BANDUNG, itb.ac.id- Setidaknya ada tiga kenyataan pahit (hard truth) saat ini, yaitu kebutuhan energi akan berlipatganda di tahun 2050, pasokan energi akan sulit mengimbangi permintaan, dan level CO2 yang tidak sustainable di atmosfer. Begitulah kutipan kuliah umum yang disampaikan Darwin Silalahi, presiden direktur dan country chairman Pt.Shell Indonesia, Sabtu (03/10/09), Auditorium SBM ITB.Selain hal diatas, Darwin menjelaskan pula mengenai skenario energi Shell sampai tahun 2050 yang ia sebut sebagai era perubahan revolusioner di bidang energi.
"Business as usual" dari sektor industri berat, jasa, residensial, agrikultur dan industri lain, transportasi, dan penggunaan non-energi (misalnya petrochemical) diperkirakan akan mengkonsumsi energi dua kali lipat di tahun 2050.Di lain sisi, pasokan energi akan sulit mengimbangi permintaan sektor-sektor tersebut. Minyak dan gas setelah tahun 2015 diperkirakan akan tidak lagi mudah didapat dan tidak bisa mengimbangi permintaan pasar; penggunaan batubara akan meningkat tetapi terhalang oleh terbatasnya logistik; perkembangan nuklir terhalang oleh politik, dan  pembangunan 3 industri yaitu penambangan uranium,  engineering, procurement and construction contract (EPC), dan manajemen limbah; biofuel terhalang oleh keterbatasan lahan subur; dan energi alternatif yang memerlukan waktu lama untuk meningkat.Selain itu,"Business as usual" dapat diartikan CO2 dari penggunaan energi akan mencapai 65 Gt/tahun di tahun 2050. Dan di akhir abad, temperatur global dapat melonjak hingga 6 derajat Celcius diatas level pra-industri.

Dalam skenario pembangunan, Shell's World Energy Model mempertimbangkan kompleksitas dan interaksi diantara sistem energi.Terdapat dua skenario, yaitu blueprints dan scramble. Skenario Scramble merupakan pendekatan reaktif dimana pertama-tama akan fokus pada peningkatan supply energi kemudian menghadapi konsekuensi setelahnya.Keamanan pasokan dan ketakutan akan hilangnya perkembangan ekonomi menjadi driving force bagi negara superpower ekonomi dunia, di lain sisi negara-negara ekonomi menengah memilih untuk memanfaatkan sumber energi yang ada di negara tersebut sekaligus membuka lapangan kerja. Nasionalisasi energi, menjadi konsekuensi dari energi mix. Dalam konsep scramble, fokus ditetapkan pada keamanan pasokan nasional, akses pasokan, dan kemandirian.Bersifat berurutan, lambat, dan tidak tentu dalam merespon hard truth. Harga energi akan menjulang tetapi tidak ada harga bagi karbon. Batubara dan biofuel menjadi perhatian, dan fokus pada infrastruktur.Sedangkan pada skenario blueprints, awareness mengenai tantangan di semua level tidak terikat di level nasional. Respon terhadap hard truth merupakan respon yang paralel, di-hargai-nya karbon dibangun lebih awal, efisiensi dan elektrifikasi menjadi perhatian, dan pembangunan infrastruktur baru misalnya Carbon Capture Storage(CCS).

Pendekatan yang lebih diutamakan Shell, yakni pendekatan blueprints. Blueprints menawarkan harapan besar terhadap masa depan yang sustainable.  Strategi yang saat ini diterapkan Shell diantaranya Efisiensi energi seperti efesiensi operasi dan mengurangi emisi, serta manajemen CO2 yang meliputi mengembangkan kemampuan dalam CCS, Reserach&Development dalam bidang teknologi, membangun sumber energi yang rendah CO2, dan membentuk regulasi yang lebih efektif.