Kuliah Umum Socio-Informatics: Menuju "The Matrix"

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Kemarin, 29 Maret 2005, di Ruang Multimedia GKU Baru 9231, diadakan kuliah umum bertajuk Social-Informatics. Hadir sebagai lecturer, ialah Prof. Toshizumi Otha, staf pengajar University of Electro-Communications, Chofu, Tokyo, Jepang. Ide besar kuliah ini adalah bagaimana penerapan Information and Communication Technology (ICT) harus memperhatikan perkembangan sosial; dan sebaliknya, bagaimana kemajuan ICT akan mempengaruhi masyarakat. Dalam kuliahnya, dengan berkaca dari pengalaman Jepang, Prof. Otha memberikan suatu pencerahan baru, mengenai sistem sosial maya dan mengenai "agents", semacam intelegensia komunal yang akan muncul dalam suatu masyarakat dengan ICT yang sangat kuat dan berkembang. Namun, hal yang paling menarik adalah konsep komunitas virtual. Apa yang diimajinasikan dalam film The Matrix memang akan terwujud suatu saat nanti! Pada awal kuliahnya, Prof. Otha memberikan pemaparan mengenai kemajuan ICT, terutama dalam aplikasi-aplikasi Internet. Selanjutnya, ketua Asosiasi Masyarakat Sosial-Informatik di Jepang ini memberikan nutshell mengenai perkembangan kemajuan ICT di Jepang. Di awali dengan pembangunan infrastuktur fisik, Jepang bergerak menuju "e-Japan". Selanjutnya, "e-Japan" yang disebutnya "narrow band", bergerak menjadi "broad band", dan kini menuju "ubiquitous network". Dari terminologi "ubiquitous" inilah, muncul sebutan "u-Japan". Awalnya, dalam narrow band, ICT banyak digunakan dalam e-Commerce dan e-Goverment. Kini, dalam era "u-Japan", ICT digunakan dalam setiap aspek kehidupan, sebagai instrumen problem solving yang handal, termasuk didalamnya adalah kehidupan sosial. Ciri "u-Japan" menurutnya adalah (1) low birthrate and aging society, (2) ICT for anytime, anywhere, anything, anyone, (3) application of ICT: informational home electronic appliances, IPv6, RFID, Broadband, Digital Broadcasting, Security, traceability, etc. Setelah prolog yang komprehensif, Prof. Otha mulai masuk pada inti kuliah, "socio-informatics". Menurutnya, fenomena sosial-informatik berisi sebuah komunitas digital yang berbasiskan realitas, sekaligus virtual. Dalam kondisi sosial ini, pendekatan terhadap komunitas baru ini adalah dengan model simulasi atau permainan (game) dimana perlu ada sebuah aturan baru, terutama dalam hal mekanisme interaksi satu sama lain. Keadaan ini akan membuat banyak pengaruh dalam kehidupan realitas. Salah satu yang dicontohkan oleh Otha adalah mekanisme distribusi. Produsen akan lebih dekat dengan konsumen; bahkan, bisa jadi, distribusi dapat dilakukan langsung, dari produsen ke konsumen. Hal yang juga menarik, dalam kondisi komunitas digital yang virtual, peran "uang" akan digantikan oleh "rating". Rating adalah semacam nilai yang dimiliki oleh seseorang. Besar kecilnya "rating" seseorang akan ditentukan dari tingkat interaksinya dengan orang lain (dalam komunitas digital ini). Jika interaksi antar dua orang berlangsung intensif dan interaksi tersebut adalah interaksi yang positif serta saling menguntungkan, "rating" relatif antara kedua orang tersebut akan tinggi. Jadi, "rating" ini juga akan menunjukkan kedekatan hubungan (termasuk tingkat kepercayaan) antar personal-personal dalam komunitas digital. Dalam hubungannya dengan ini, Prof. Otha memberikan ide mengenai "agent model". "Agent model" dapat dianalogikan dengan cara kerja search engine. Dalam search engine, misalnya google, makin sering sebuah "query" dimasukkan, maka, "rating" dari "query" tersebut akan semakin tinggi. Rating sebuah "query" tinggi jika interaksi untuk mencari "query" tersebut juga banyak. Menurut Prof. Otha, prinsip-prinsip "agent model" ini akan merebak dalam komunitas socio-informatics. Jadi, dalam komunitas ini tidak akan ada pemusatan, melainkan justru distribusi. Tentunya, sistem yang terdistribusi ini akan didukung oleh integrasi dan kerjasama yang kuat. Selain menjelaskan mengenai sisi ekonomi-distribusi, masyarakat sendiri tentunya akan berubah. Hubungan sosial antar orang akan berubah karena interaksi antar orang tidak memerlukan kontak fisik lagi. Dalam hubungannya dengan ini, yang namanya virtual community benar-benar akan terwujud di masa depan. Akan ada sebuah komunitas maya di samping komunitas realitas. Sekarang, hal ini belum dapat terwujud karena belum cukup aman. Karena itulah, di masa depan akan dibutuhkan kriptografi yang sangat handal untuk mengamankan komunitas maya ini dan menjamin bahwa peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada di dalamnya dijalankan dengan benar. Sebenarnya, kuliah yang berikan Prof. Otha sangat padat dan luas karenanya waktu yang diberikan tampak tidak cukup. Beberapa poin penting terpaksa diberikan dengan tidak terperinci. Namun, bagaimanapun juga, kehadirannya memberikan suatu insight yang sangat menarik bahwa di masa depan, kondisi sosial-kemasyarakatan pasti akan terpengaruh oleh kemajuan ICT. Sebaliknya, ICT pun akan menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakatnya. Konsep adanya dua dunia, dunia realita dan dunia maya yang ada pada film Matrix bisa benar-benar terwujud. Baik dunia realita, maupun dunia maya punya kondisi dan aturannya masing-masing. Bayangkan! antonius krisna murti