LPPM ITB Ajak Pesantren Mengembangkan Teknologi Pertanian Terpadu

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) kembali menyelenggarakan gelar wicara Karsa Loka Vol. 007 pada Jumat (7/5/2021). Kali ini, LPPM ITB berkolaborasi dengan Design Ethnography Lab. FSRD ITB dan RMI NU untuk membawakan edisi spesial Ramadan dengan tema “Lokakarya Pesantren: Social-Lab untuk Inovasi Berbasis Pertanian Terpadu”.

Pada kegiatan ini, pemaparan materi difokuskan pada tema “Teknologi Pertanian Terpadu untuk Pesantren” dan dipandu oleh Dr. Abdulloh Hamid dari RMI NU.

Narasumber pertama, A. Zainal Abidin, Ph.D., dari FTI ITB, menjelaskan sistem Manajemen Sampah Zero (Masaro) yang ia harapkan bisa diimplementasikan untuk pertanian berbasis pesantren. Sistem tersebut mengolah kelompok sampah residu, daur ulang, dan membusuk menjadi produk-produk berharga. “Masaro menyelesaikan permasalahan semua jenis sampah menjadi zero,” ujarnya.

Sampah residu diolah dalam tungku bakar untuk menghasilkan produk olahan abu untuk media tanam, pengawet kayu antirayap, serta pestisida organik. Sementara itu, sampah daur ulang lebih baik diserahkan ke pengepul atau langsung ke industri daur ulang. Terakhir, sampah membusuk perlu dicacah dan difermentasi menggunakan katalis Masaro. “1 kilogram sampah membusuk dapat diproses menjadi 12 liter Konsentrat Organik Cair Istimewa (KOCI) atau Pupuk Organik Cair Istimewa (POCI),” jelas Zainal.

Zainal berharap gerakan Masaro dapat menyelesaikan permasalahan sampah, menjaga kebersihan lingkungan, membangun ketahanan pangan, dan memberi bekal pendidikan kewirausahaan untuk para santri. “Gerakan ini dapat menjadikan pesantren sebagai agent of change dan agent of propagation untuk umat, bangsa, dan negara,” pungkasnya.

Materi selanjutnya dibawakan oleh Ramadhani Eka Putra, Ph.D., dari SITH ITB. Dalam pemaparannya yang berjudul “Teknologi Pengolahan Limbah untuk Pertanian Terpadu Modular”, Ramadhani mengungkapkan pentingnya memiliki rencana menghadapi ledakan jumlah penduduk dunia di tahun 2050. Lewat disiplin ilmu rekayasa pertanian, ia dan tim mengembangkan Black Soldier Fly (BSF) untuk mengatasinya.

Menurut Ramadhani, lalat jenis tersebut dapat diaplikasikan pada pesantren karena mampu mencerna sekaligus mengurangi massa limbah organik sebanyak 35-45% dan memiliki kandungan protein prepupa sebanyak 44%. “BSF unggul karena dapat mengolah segala jenis sampah, menjadi pakan ternak, bagus untuk kompos, serta mengendalikan lalat-lalat lain yang sifatnya merugikan,” kata Ramadhani.

Sebagai penutup dan saran bagi pesantren-pesantren di Indonesia, Ramdhani juga menjelaskan hasil riset yang telah ia lakukan untuk pemanfaatan BSF. Sampah dan limbah organik dari komunitas perlu didekomposisi oleh larva BSG dalam bioreaktor yang kemudian biomassanya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, akuakultur, dan tanaman pertanian.

Sementara itu, residunya juga diolah sebagai pupuk yang hasilnya dapat kembali dimanfaatkan oleh komunitas.

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)