Lustrum VIII LSS ITB: Alam Sunda, Alam Kita Semua

Oleh Ria Ayu Pramudita

Editor Ria Ayu Pramudita

BANDUNG, itb.ac.id - Memperingati hari ulang tahunnya yang telah menginjak 40 tahun, Lingkung Seni Sunda (LSS) ITB mengadakan Lustrum VII LSS ITB dengan tema 'Alam Sunda, Alam Urang Sadaya' yang berarti 'Alam Sunda, Alam Kita Semua'. Setelah berhasil menyelenggarakan Pasanggiri Rampak Sekar XX pada Sabtu-Minggu (25-26/06/11), LSS ITB menutup rangkaian acara Lustrum VII dengan Festival Tatar Sunda dan Malam Pagelaran pada Sabtu (09/07/11).

Festival Tatar Sunda yang dilaksanakan di Lapangan Campus Center Timur ITB ini mengusung slogan 'urang hirup sanes di alam tapi urang hirup sareng alam' (kita tidak hidup di alam, tetapi hidup bersama alam) dengan menampilkan berbagai wahana yang mengajak pengunjung untuk lebih peduli kepada lingkungan hidup. Harapannya dengan adanya wahana-wahana semacam Wahana Cai Ngagolak (miniatur Cikapundung pada zaman dahulu), Wahana Gunung Ngagarowok, dan Wahana Tatangkalan Ambek, pengunjung menjadi sadar bahwa selama ini manusia telah banyak melakukan hal yang merusak alam.

Dalam kegiatan tersebut, ditunjukkan pula miniatur perkotaan Bandung dengan kualitas air dari sungai-sungainya yang kurang baik. Padahal pada dasarnya manusia dengan alam saling membutuhkan dan seharusnya hidup berdampingan layaknya sahabat.

Selain itu, terdapat beberapa wahana edukatif seperti permainan anak negeri dan teka-teki Sunda yang menghangatkan kembali kenangan akan permainan-permainan tradisional, serta melempar sampah ke keranjang yang benar sebagai salah satu bentuk pendidikan lingkungan hidup kepada para pengunjung. Dalam Festival Tatar Sunda ini, pengunjung juga bisa mendapatkan satu batang pohon untuk ditanam, sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Menjelang sore, festival ini ditutup dengan penampilan musik dari komunitas Batur Ulin.

Malam harinya Lustrum VIII LSS ITB dilanjukan dengan acara Pagelaran yang dilaksanakan di Lapangan Campus Center Barat ITB. Diawali dengan upacara Bubuka, acara dilanjutkan dengan Tari Merak yang mengisahkan indahnya alam Sunda. Kacapi Suling Tembang lalu hadir dengan alunan musik kecapi dan suling yang lembut, yang kemudian disambung dengan Rampak Kendang yang dinamis. Pagelaran ditutup dengan Longser, sebuah lakon sandiwara Sunda yang membawakan judul 'Pabaliut Runtah' yang menyampaikan kembali pesan-pesan lingkungan yang diusung dalam Lustrum VIII.[ed]