Mahasiswa Internasional ITB Berbagi Pengalaman Berpuasa di Indonesia dalam Acara Buka Bersama
Oleh Nada Raudah Mumtazah - Mahasiswa Teknik Kelautan, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
BANDUNG, itb.ac.id - Direktorat Kemitraan Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar acara buka bersama yang ditujukan untuk mahasiswa asing yang tengah menempuh studi di ITB. Acara yang berlangsung pada Kamis (13/3/2025) di International Relation Office (IRO) ITB ini menjadi ajang bagi mahasiswa internasional merasakan suasana kebersamaan di bulan Ramadan serta semakin memahami dan menoleransi budaya berpuasa di Indonesia.
Wakil Rektor Bidang Komunikasi, Kemitraan, Kealumnian, dan Administrasi (WRKMAA) ITB Dr. Andryanto Rikrik Kusmara, S.Sn., M.Sn. dan Direktur Kemitraan Dr. Ir. Endra Gunawan, S.T., M.Sc. menyambut para mahasiswa asing dan memperkenalkan salah satu budaya saat Ramadan di Indonesia, yakni buka bersama. Dalam kesempatan ini, dua mahasiswa asing mengungkapkan perbedaan tradisi di bulan Ramadan yang terjadi di negara asal mereka dibandingkan dengan yang mereka alami di Indonesia.
Mohammad Shabir Sharifi, seorang mahasiswa muslim asal Afghanistan yang tengah menempuh gelar Master of Business Administration di ITB, membagikan pengalamannya dalam menjalani Ramadan di Indonesia, khususnya di Bandung. “Bandung yang sering hujan membuat saya kedinginan saat ingin beribadah. Cuaca ini berubah-ubah. Kadang matahari terasa sangat terik, kadang hujan turun dengan suhu yang sangat dingin sehingga saya bingung apakah harus mengenakan jaket atau tidak,” ujarnya.
Ia juga menyoroti budaya berbagi di Indonesia, “Di sini, saat pergi ke masjid, kita bisa mendapatkan makanan gratis, yang menurut saya sangat luar biasa.” Selain itu, ia juga mengungkapkan kegemarannya terhadap kuliner khas Indonesia, “Makanan favorit saya adalah nasi goreng dan mi goreng. Saya hampir selalu memakannya setiap malam.”
Ia juga membandingkan tradisi Salat Tarawih dan persiapan Idulfitri di negaranya dengan yang ada di Indonesia. “Di Afghanistan, Salat Tarawih biasanya dilakukan dalam 20 rakaat, sedangkan di sini ada yang melaksanakannya dengan 8 rakaat. Satu hal lagi yang berbeda adalah persiapan Idulfitri. Di negara saya, hal terakhir yang mungkin dilakukan masyarakat adalah pergi ke penjahit untuk membuat pakaian hari raya. Sementara itu, di Indonesia, membuat baju baru di hari lebaran itu seperti tradisi. Tahun ini, untuk pertama kalinya saya akan mengikuti tradisi membuat baju saat lebaran di Indonesia.”
Sementara itu, Anushka Gupta, mahasiswi Master of Electrical Engineering asal India, membagikan pengalamannya sebagai nonmuslim yang merasakan atmosfer Ramadan di Indonesia. “Di India, saya sudah mengetahui tentang Ramadan, tetapi mengalaminya secara langsung di Indonesia adalah hal yang berbeda. Saat sore hari, semua orang menghilang, lalu tiba-tiba saat Maghrib, kota kembali hidup. Awalnya, saya sangat bingung,” ujarnya. Ia juga menyadari adanya etika dalam menghormati orang yang berpuasa. “Sebagai nonmuslim, saya tahu saya bisa makan di siang hari, tetapi kemudian saya menyadari bahwa makan di depan mereka saat Ramadan terasa seperti melakukan sesuatu yang kurang pantas.”
Selain itu, ia juga terkesan dengan berbagai makanan khas Ramadan di Indonesia. “Setiap hari, saya melihat teman-teman saya memasak, dan terkadang saya ikut bergabung. Mereka mengajak saya memasak bersama, dan menurut saya itu sangat indah. Makanannya juga sangat lezat,” katanya. Ia juga menyoroti berbagai promo dan diskon yang banyak tersedia selama bulan Ramadan.
Anushka bahkan mencoba berpuasa sehari untuk merasakan pengalaman tersebut. “Saya mencoba berpuasa selama satu hari, dan itu sangat sulit. Saat siang, saya mulai mempertanyakan hidup saya sendiri, dan saat pukul 8 malam, saya merasa siap untuk menghadapi siapa pun,” ujarnya sambil bercanda. “Namun, jujur saja, ini adalah pengalaman yang sangat indah. Rasa kebersamaan, berbuka bersama, dan pengetahuan yang saya dapatkan sangat berharga.”
Acara buka bersama ini turut dimeriahkan dengan berbagai makanan khas Indonesia, seperti baso malang, nasi kuning, daging sambal matah, dan gorengan. Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan mahasiswa internasional ITB yang hadir dapat memperluas wawasan mereka terkait budaya dan makanan yang ada di Indonesia, serta mempererat hubungan antar mahasiswa.
Reporter: Nada Raudah Mumtazah (Teknik Kelautan, 2021)