Mahasiswa ITB Bangun Sekolah Tahan Gempa
Oleh Nofri Andis
Editor Nofri Andis
BANDUNG, itb.ac.id - Setelah tahun lalu sukses merekonstruksi jembatan Cicariu di Desa Ciroyom, Kabupaten Bandung Barat melalui program Sipil Bangun Desa (SIBADES), Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) ITB kembali menunjukkan kepedulian sosial mereka dengan mendirikan sekolah tahan gempa di Pangalengan. Sekolah Dasar Negeri Puncakraya yang sebagian bangunannya hancur akibat gempa 2009 lalu, sekarang sudah memiliki tiga kelas baru yang tahan gempa.
"Akibat gempa, bangunan sekolah rusak sekitar 70%. Hanya ada empat ruangan yang masih bisa dipakai. Kami terpaksa membagi kelas menjadi kelas pagi dan siang," kata Kepala Sekolah SDN Puncakraya Dudu Ruyadi S.Pd.
Dudu menjelaskan, satu dari empat ruangan yang tersisa tersebut terpaksa dialihfungsikan menjadi ruang guru. Sekolah kemudian mendirikan dua ruang kelas bambu untuk menunjang fasilitas belajar-mengajar.
Kini, tidak ada lagi kelas bambu di SDN Puncakraya. Di lahan bekas bangunan yang ambruk telah dibangun kembali tiga kelas baru dengan konstruksi tahan gempa.
"Saya sangat senang dan sangat berterima kasih atas bantuan dari mahasiswa Teknik Sipil ITB. Kelas baru tersebut akan dipakai untuk kelas kecil, kelas satu, dua , dan tiga. Mereka (HMS) seperti pahlawan," kata dia.
Letak sekolah yang memiliki 143 siswa ini memang agak terpencil. Akibatnya, sekolah tersebut belum mendapat bantuan dari pemerintah setempat.
Pada awal 2011 lalu, SIBADES melakukan survey untuk mencari sekolah yang rusak namun belum mendapat bantuan. Ketua SIBADES 2011 Fardy Muhammad Ichsan mengatakan, SIBADES 2011 mengangkat tema pendidikan dan mitigasi bencana gempa.
"Kami melakukan survey dengan melihat data pemerintah daerah, dan kami menemukan SDN Puncakraya yang mengalami kerusakan namun belum masuk anggaran pemerintah," kata Fardy.
Setelah mendapatkan lokasi yang cocok, panitia SIBADES pun melakukan komunikasi dengan warga mengenai rencana mereka tersebut. Fardy mengatakan hal ini bertujuan agar hasil yang dicapai dapat memuaskan semua pihak dan mendapat dukungan dari warga.
Kemudian, mahasiswa pun membuat desain bangunan sekolah yang tahan gempa. Tak lupa, mereka meminta bimbingan dari dosen. Pada pembangunan sekolah tersebut mahasiswa Teknik Sipil ITB dibantu oleh empat orang dosen yang ahli dalam bidang struktur, fondasi, tanah, dan perairan.
"Pada 1 Oktober dilakukan peletakan batu pertama," kata dia.
Untuk mengawasi pembangunan, mahasiswa bersama warga kampung Puncakraya membangun panitia warga. Kepanitiaan ini bertugas mengawasi pembangunan setiap hari. Sementara mahasiswa ITB berkunjung sekali seminggu untuk memantau perkembangan. Tukang yang dipilih untuk mengerjakan pembangunan ini dipilih dari warga setempat.
"Kami memilih tukang dari warga setempat agar ada transfer ilmu pengetahuan. Sehingga ketika nanti mereka mendirikan bangunan baru, bangunan tersebut dibangun dengan prinsip tahan gempa," kata dia.
Untuk biaya pembangunan, Kepala Bidang Teknis SIBADES 2011 Rendy Anditya mengatakan total biaya yang diperlukan pada kegiatan SIBADES kali ini adalah sebesar Rp 400 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk biaya teknis dan non teknis, kata dia.
Untuk biaya pembangunan fisik, SIBADES mendapat bantuan penuh dari PT Perkebunan Nasional VIII sebesar Rp 300 juta. Untuk modal awal, mereka menggunakan uang hadiah SIBADES sebelumnya dari pemerintah Jawa Barat sebesar Rp 50 juta.
Rendy mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk penerapan pengetahuan yang telah mereka pelajari di bangku kuliah. Selain itu melalui kegiatan ini mereka berharap bisa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
"Kegiatan ini memberi pengalaman yang sangat berharga kepada kami. Awalnya sempat khawatir, apalagi memikirkan dana yang dibutuhkan. Tapi akhirnya kami senang karena semua berjalan lancar," kata Rendy.
Dia berharap pembangunan kembali sekolah tersebut dapat memicu semangat guru dan anak-anak di sana. "Dengan demikian, pendidikan terus bergulir," kata dia.
Selain mendirikan tiga ruang kelas, satu gudang, dan kamar kecil di SDN Puncakraya, HMS juga mengadakan seminar mengenai mitigasi bencana gempa bumi. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB.
"Dengan demikian, sekiranya kembali terjadi bencana, warga sudah tahu apa yang harus dilakukan sehingga mereka tidak lagi menjadi korban," kata Rendy.
Rektor ITB Prof. Akhmaloka yang hari ini, Sabtu (28/1) berkunjung ke lokasi untuk melakukan penyerahan sekolah kepada pemerintah, sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.
"Ini adalah inisiatif mahasiswa Teknik Sipil. Hal ini sangat baik. Pimpinan akan selalu mensuport hal seperti ini," kata beliau.
Dudu menjelaskan, satu dari empat ruangan yang tersisa tersebut terpaksa dialihfungsikan menjadi ruang guru. Sekolah kemudian mendirikan dua ruang kelas bambu untuk menunjang fasilitas belajar-mengajar.
Kini, tidak ada lagi kelas bambu di SDN Puncakraya. Di lahan bekas bangunan yang ambruk telah dibangun kembali tiga kelas baru dengan konstruksi tahan gempa.
"Saya sangat senang dan sangat berterima kasih atas bantuan dari mahasiswa Teknik Sipil ITB. Kelas baru tersebut akan dipakai untuk kelas kecil, kelas satu, dua , dan tiga. Mereka (HMS) seperti pahlawan," kata dia.
Letak sekolah yang memiliki 143 siswa ini memang agak terpencil. Akibatnya, sekolah tersebut belum mendapat bantuan dari pemerintah setempat.
Pada awal 2011 lalu, SIBADES melakukan survey untuk mencari sekolah yang rusak namun belum mendapat bantuan. Ketua SIBADES 2011 Fardy Muhammad Ichsan mengatakan, SIBADES 2011 mengangkat tema pendidikan dan mitigasi bencana gempa.
"Kami melakukan survey dengan melihat data pemerintah daerah, dan kami menemukan SDN Puncakraya yang mengalami kerusakan namun belum masuk anggaran pemerintah," kata Fardy.
Setelah mendapatkan lokasi yang cocok, panitia SIBADES pun melakukan komunikasi dengan warga mengenai rencana mereka tersebut. Fardy mengatakan hal ini bertujuan agar hasil yang dicapai dapat memuaskan semua pihak dan mendapat dukungan dari warga.
Kemudian, mahasiswa pun membuat desain bangunan sekolah yang tahan gempa. Tak lupa, mereka meminta bimbingan dari dosen. Pada pembangunan sekolah tersebut mahasiswa Teknik Sipil ITB dibantu oleh empat orang dosen yang ahli dalam bidang struktur, fondasi, tanah, dan perairan.
"Pada 1 Oktober dilakukan peletakan batu pertama," kata dia.
Untuk mengawasi pembangunan, mahasiswa bersama warga kampung Puncakraya membangun panitia warga. Kepanitiaan ini bertugas mengawasi pembangunan setiap hari. Sementara mahasiswa ITB berkunjung sekali seminggu untuk memantau perkembangan. Tukang yang dipilih untuk mengerjakan pembangunan ini dipilih dari warga setempat.
"Kami memilih tukang dari warga setempat agar ada transfer ilmu pengetahuan. Sehingga ketika nanti mereka mendirikan bangunan baru, bangunan tersebut dibangun dengan prinsip tahan gempa," kata dia.
Untuk biaya pembangunan, Kepala Bidang Teknis SIBADES 2011 Rendy Anditya mengatakan total biaya yang diperlukan pada kegiatan SIBADES kali ini adalah sebesar Rp 400 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk biaya teknis dan non teknis, kata dia.
Untuk biaya pembangunan fisik, SIBADES mendapat bantuan penuh dari PT Perkebunan Nasional VIII sebesar Rp 300 juta. Untuk modal awal, mereka menggunakan uang hadiah SIBADES sebelumnya dari pemerintah Jawa Barat sebesar Rp 50 juta.
Rendy mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk penerapan pengetahuan yang telah mereka pelajari di bangku kuliah. Selain itu melalui kegiatan ini mereka berharap bisa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
"Kegiatan ini memberi pengalaman yang sangat berharga kepada kami. Awalnya sempat khawatir, apalagi memikirkan dana yang dibutuhkan. Tapi akhirnya kami senang karena semua berjalan lancar," kata Rendy.
Dia berharap pembangunan kembali sekolah tersebut dapat memicu semangat guru dan anak-anak di sana. "Dengan demikian, pendidikan terus bergulir," kata dia.
Selain mendirikan tiga ruang kelas, satu gudang, dan kamar kecil di SDN Puncakraya, HMS juga mengadakan seminar mengenai mitigasi bencana gempa bumi. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB.
"Dengan demikian, sekiranya kembali terjadi bencana, warga sudah tahu apa yang harus dilakukan sehingga mereka tidak lagi menjadi korban," kata Rendy.
Rektor ITB Prof. Akhmaloka yang hari ini, Sabtu (28/1) berkunjung ke lokasi untuk melakukan penyerahan sekolah kepada pemerintah, sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.
"Ini adalah inisiatif mahasiswa Teknik Sipil. Hal ini sangat baik. Pimpinan akan selalu mensuport hal seperti ini," kata beliau.