Mengenal Gempa Bumi, Sumber, dan Bahayanya
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id— Prodi Teknik Geologi ITB berkolaborasi dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bidang Pendidikan dan Kursus, kembali menyelenggarakan webinar Geologi Menyapa: Solidaritas untuk Negeri, pada Sabtu (6/2/2021). Webinar kali ini menghadirkan narasumber Dr. Astyka Pamumpuni S.T., M.T., dari Kelompok Keahlian Geologi Terapan.
Dengan tema, “Gempa Bumi: Sumber dan Bahayanya”, Dr. Astyka yang aktif di Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) ini memfokuskan paparannya pada sumber gempa bumi, bahaya, dan peristiwa gempa bumi di Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gempa berarti guncangan atau gerakan (Bumi). Penting untuk diketahui bahwa gempa bumi adalah fenomena yang berbahaya. Dalam 20 tahun terakhir, daerah-daerah di Indonesia mengalami gempa bumi. Sebut saja Gempa Aceh tahun 2004, Gempa Yogyakarta tahun 2006, Gempa Lombok tahun 2006 dan 2018, Gempa Palu tahun 2018, hingga Gempa Majene di awal tahun 2021 kemarin.
Gempa bumi memiliki jalur gempa, Dr. Astyka mengatakan bahwa jalur gempa tersebut memiliki pola yang dapat terlihat. Namun, sayangnya untuk Indonesia sendiri pola tersebut tertutup karena di Indonesia sangat sering terjadi gempa. Dari pernyataannya itu diketahui bahwa distribusi gempa di Indonesia sangatlah banyak. Hal tersebut didukung oleh lokasi geografis Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng besar dunia dan berada pada daerah tektonik yang aktif.
Pria yang akrab disapa Tiko tersebut menjelaskan bahwa secara umum, generator dari gempa bumi adalah adanya sesar dan subduksi. Ia menjelaskan bahwa sesar adalah bidang diskontinuitas pada batuan yang menyebabkan terjadinya pergeseran batuan, semakin besar bidang pergeseran batuan maka semakin besar pula magnitudo gempa. Sedangkan Subduksi adalah terjadinya perbenturan zona bumi. “Pada subduksi, semakin menunjam maka semakin besar besar pula magnitudo gempanya,” ucapnya.
Untuk mengukur potensi gempa bumi, biasanya digunakan beberapa parameter seperti surface rupture, epicenter, dan hypocenter/focus. Focus /hypocenter adalah titik di dalam bumi yang menjadi pusat dari gempa bumi. Secara umum gempa bumi terjadi pada sesar yang memiliki kedalaman 10-15 km. “Jadi, jika sesar memiliki kedalaman sekitar 100 m, sesar tersebut tidak memiliki potensi gempa bumi,” kata Dr. Astyka. Sebaliknya, jika suatu sesar berada pada kedalaman 10-15 km, sesar tersebut memiliki potensi gempa bumi.
Gempa bumi menimbulkan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung gempa bumi dapat menyebabkan guncangan, sobekan permukaan, likuifaksi, rock fall, longsoran, dan rusaknya bangunan. Dampak tidak langsung dari gempa bumi dapat mengakibatkan Tsunami, mass wasting, banjir, kebakaran, dan kontaminasi zat beracun. “Seperti pada gempa di Aceh 2004, sumbernya adalah terjadi subduksi yang menyebabkan tsunami,” jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa gempa adalah suatu fenomena yang tidak bisa kita hindari serta belum ada teknologi yang bisa menghindarkan kita dari bahaya gempa. Indonesia yang berada di lokasi tektonik aktif, memiliki zona subduksi dan sesar yang bisa menimbulkan gempa bumi.
Sebelum gempa bumi terjadi sebaiknya dilakukan mitigasi atau upaya-upaya tertentu untuk mengurangi dampak dari gempa tersebut. “Seperti kita mau perang, kita harus tahu apa senjata yang dimiliki musuh,” begitu ucap Dr. Astyka dalam menganalogikan upaya mitigasi bencana.
Mengingat banyaknya terjadi bencana terutama gempa bumi di Indonesia, melalui webinar tersebut juga dibuka donasi terbuka untuk membantu program peduli bencana di Indonesia. Webinar tersebut dapat disaksikan ulang pada link berikut ini.
Reporter: Deo Fernando dan Kevin Agriva Ginting