Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama dalam Kompetisi Desain Interior IIDA 2022
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Tiga mahasiswa tingkat akhir jurusan Desain Interior ITB yaitu Arfan Ikhsanul Amal, Hanami Martani, dan Arya Putra juara pertama dalam gelaran Design Student Competition yang diadakan oleh International Interior Design Association (IIDA), Sabtu (28/5/2022). IIDA merupakan badan keprofesian bidang desain interior yang berpusat di Chicago.
Kompetisi desain interior dari IIDA merupakan kegiatan rutin yang diadakan setiap tahun untuk mahasiswa tingkat dua hingga tingkat akhir di seluruh dunia. Tahun ini IIDA bekerja sama dengan OFS sebagai penyuplai alat kesehatan sehingga tema yang diangkat adalah desain interior untuk fasilitas kesehatan. Tema ini dipersempit kembali pada behavioral clinic yang diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja. Dasar permasalahan yang menjadi landasan bagi tema tersebut adalah isu substance abuse dan mental disorder.
Pada kenyataannya, banyak ditemukan klinik yang tidak sesuai standar kenyamanan bagi pasien sebagai pengguna ruang. Terlebih klinik anak yang membutuhkan pertimbangan kompleks karena aspek psikologis anak yang berbeda dari orang dewasa. Kemudian dari kondisi ini, muncul pertanyaan bagaimana cara membuat pasien merasa nyaman dan memberikan impresi positif. Intervensi dilakukan mulai dari aspek furniture, pencahayaan, hingga warna ruangan. Keseluruhan aspek keruangan tersebut akan menjadi baik dan utuh jika menerapkan desain interior yang tepat.
“Saat ini, bahkan klinik umum pun masih banyak yang tidak sesuai standar untuk pasien. Padahal center dari desain interior itu adalah manusia sebagai pengguna ruang agar mereka merasa aman dan nyaman. Kalau membahas behavioral clinic maupun klinik anak jauh lebih kompleks lagi. Karena harus mempertimbangkan sifat anak bagaimana, sukanya apa, kondisi psikologis mereka ketika datang ke klinik, dan sebagainya,” ujar Arya.
Sebagai langkah awal dalam merumuskan desain, ketiganya mulai melakukan riset tentang gejala yang dialami pasien, sifat pasien, dan penanganannya untuk dikembangkan ke dalam bentuk rancangan desain interior yang sesuai. Dalam hal konsep, mereka mengadopsi ide dari mercusuar di sekitar Ohio, sehingga desain akhir mereka dinamai ‘Suar Behavioral Health Clinic’.
Melalui rancangan tersebut, mereka berharap behavioral clinic sebagai tempat post-treatment dapat menjadi rumah persinggahan di mana pasien dapat menemukan kepercayaan dan jati dirinya kembali. Mereka juga diharapkan dapat memberikan semangat ‘cahaya suar’ dengan berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya.
Untuk mewujudkan tujuan ini, Arfan, Hanami, dan Arya mencetuskan ide cognitive play behavioral treatment, yaitu metode pemulihan perilaku dengan penekanan pada aspek kognitif melalui berbagai aktivitas dan permainan. Desain yang mereka bawa pun secara umum mendukung penerapan metode ini.
“Pendekatan yang kita pakai adalah metode cognitive play behavioral treatment. Jadi pasien bisa bertindak dan beraktivitas selayaknya kondisi normal sebelum dia down. Di dalam klinik itu kita fasilitasi treatment yang bisa untuk bermain, semua furniture bisa digerakkan dan aspek material juga diperhatikan,” jelas Arfan mewakili rekan-rekannya.
Keberhasilan yang diraih saat ini tidak terlepas dari keisengan mereka dalam mencoba-coba setiap lomba yang dirasa potensial. Untuk itu, mereka dituntut untuk efisien dalam membagi waktu antara lomba, kuliah, magang, dan organisasi mengingat posisi mereka yang sudah berada di tingkat akhir. Strategi membagi waktu ini mereka tuangkan dalam bentuk skala prioritas yang matang. Selain strategi membagi waktu, hal yang tak kalah penting menurut mereka adalah lingkungan pertemanan.
“Tiap ada lomba (kita) ikut, kalau pun tidak menang bisa jadi evaluasi dan parameter kemampuan diri, sampai di mana standar kita dibandingkan orang lain dari daerah dan universitas yang berbeda, di mana saja kurangnya,” tutur mereka di akhir sesi wawancara.
Reporter : Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)