Paradigma, Eksplorasi Ruang yang Sesungguhnya Kekosongan

Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti

Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti

BANDUNG, itb.ac.id- Paradigma kembali diadakan untuk kedua kalinya pada Rabu-Jumat (12-14/03/14). Kegiatan yang dilaksanakan oleh Ikatan Mahasiswa Desain Interior (IMDI) ITB ini berlangsung di Aula Timur ITB dengan konsep 'Gubahan Ruang'. Dalam rangkaiannya dilaksanakan juga seminar dengan pembicara Pribadi Widodo dengan tajuk 'Berdialog dengan Ruang Interior'.

Ruang pada hakikatnya adalah kekosongan. Pribadi mengungkapkan bahwa ruang pada sesungguhnya ada, namun fisiknya tidak ada. Ia mencontohkan sebuah guci, guci adalah materialnya yang dapat dilihat. Sedangkan, ruangnya adalah kekosongan di dalamnya. Dari hal tersebut manusia akan melihat ruang dengan bentuk guci. Terdapat juga ruang yang bersifat temporer atau sementara, contohnya adalah kumpulan manusia yang sedang berinteraksi. Setelah interaksi tersebut selesai, ruang itu pun akan hilang. Dalam makalahnya, Pribadi mengutip sebuah filsafat mengenai keruangan, 'yang tidak nyata (tidak terlihat-tidak teraba) justru adalah yang hakikat,'.


Menurut Pribadi, desain interior seperti profesi lainnya harus memiliki satu hal penting yaitu keputusan desain. Keputusan desain tersebut harus mengandung akuntabilitas, responsibilitas, dan liabilitas. Dalam akuntabilitas, Pribadi mencontohkan sebuah proyek yang harus sesuai dengan laporan pembiayaannya. Responsibiltas merupakan tanggung hawab secara umum, bahwa setiap hasil desain yang dibuat haruslah dipertanggungjawabkan salah satunya dalam aspek keselamatan. Liabilitas adalah tanggung jawab kepada profesi. Artinya, kita perlu melakukan pekerjaan yang memang merupakan profesi kita dengan profesional.


Dalam mendesain interior, Pribadi mengatakan bahwa ide akan selalu berkembang bagi orang-orang yang kreatif. Jadi sangat jarang sebuah keputusan desain langsung bisa dihasilkan. "Ide yang datang ke pikiran kita harus dikontrol, apakah logis atau tidaknya untuk dilaksanakan sehingga dapat memunculkan inovasi," ia menambahkan bahwa mulailah desain dari kualitatif, jangan pernah mulai dari kuantitatif. Serta pada pelaksanaan desain selalu menerapkan etika profesi. Desain interior diharapkan jangan terlalu terpaku pada dinding pembatas, tapi harus dibangun jiwa dan spirit yang bisa diimplementasikan melalui elemen yang dipilih, "Tiupkanlah ruh pada ruang dan buatah ruang itu hidup," tutup pembuat mata kuliah Gubahan Ruang empat tahun lalu ini.


Membawa Emosi Alur Kehidupan


Aaron Luhung Santoso (Desain Interior 2010), Ketua Paradigma, mengungkapkan bahwa Paradigma kali ini membawa konsep alur emosi kehidupan dari gembira, bingung, takut, hingga pasrah. Setiap pengunjung yang akan datang akan mencoba sebuah wahana dengan desain berskala 1:1 yang akan membangkitkan emosi di dalamnya. Selain wahana dan seminar, Paradigma juga menyajikan pameran karya kolaboratif dari mahasiswa desain interior ITB. Paradigma dijadikan sebuah laboratorium terbuka untuk masyarakat umum dalam menemukan preferensi masyarakat terhadap ruang, serta membahas psikologi dalam kaitannya dengan ruang.

Kegiatan ini diharapkan dapat memberi pengunjung pengetahuan yang lebih mengenai ruang dan desain interior serta sebagai wadah diskusi dan pembelajaran bagi IMDI ITB dengan mahasiswa desain interior lainnya dari perguruan tinggi di Jakarta dan Bandung. "Dalam Paradigma ini kita ingin membuka wawasan bahwa interior tidak melulu mendesain ruang fungsional, tetapi kita bisa grow beyond it," ungkap Feysa Poetry (Desain Interior 2010), Divisi Kreatif Paradigma.