Mahasiswa KKN ITB Ciptakan Peluang Usaha Baru bagi Petani untuk Atasi Fluktuasi Harga Cabai
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
JATINANGOR, itb.ac.id - Himpunan Mahasiswa Rekayasa Pertanian (Himarekta) 'Agrapana' dan Himpunan Mahasiswa Pasca Panen (HMPP) 'Vadra', Institut Teknologi Bandung (ITB), berinovasi untuk mengatasi fluktuasi harga cabai yang kerap dialami petani di Desa Sukawangi, Kabupaten Sumedang, melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang digelar pada September hingga November 2023.
Mahasiswa dari kedua himpunan tersebut berfokus pada komersialisasi cabai. Peserta KKN, Abimanyu (BA’20), Rohmah (BA’20), dan Nareswari (TPP’20), mengatakan bahwa Desa Sukawangi memiliki produksi cabai yang tinggi. Namun, harganya di pasaran kerap berubah. Untuk mengatasi hal tersebut, mereka mendukung pengolahan cabai menjadi produk bernilai tambah, seperti sambal, sebagai solusi ketika harga cabai turun.
"Kami melihat fluktuasi harga cabai di pasaran. Petani kerap kesulitan menutup modal produksi saat harga cabai rendah. Sebaliknya, jika harga tinggi, keuntungan yang didapat sangat besar. Dengan inovasi ini, harapannya dapat mengurangi kehilangan makanan dan memberikan peluang usaha baru bagi masyarakat desa," ujar Rohmah.
Dalam kegiatan ini, kedua himpunan mahasiswa didampingi oleh Dosen Pembimbing KKN, Dr. Ir. Mia Rosmiati, M.P., untuk bekerja sama dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) Medal Asri dan Kelompok Tani Karya Mandiri Prima untuk pembuatan sambal khas desa yang diberi nama “Sambal Sakaka”. Nama Sakaka diberikan oleh masyarakat desa yang bermakna Satu KK (Kartu Keluarga).
Persiapan dan koordinasi untuk produk ini sudah dimulai sejak bulan September 2023. Pembuatan desain kemasan dan uji coba dilakukan pada bulan Oktober, dan produk Sambal Sakaka pertama kali diluncurkan pada acara Fortuga’50 Fun Run di bulan November 2023.
Rohmah mengatakan bahwa sambal Sakaka unik karena tidak menggunakan pengawet dan monosodium glutamat (MSG). Sementara itu, Nareswari menambahkan bahwa minat pasar sangat tinggi dan produk cepat habis. Sambal Sakaka terjual lebih dari lima puluh produk dalam waktu kurang dari sepekan melalui sistem preorder (prapesan). Usaha ini menjadi langkah awal dalam memulai bisnis baru bagi masyarakat Desa Sukawangi yang dikenal sebagai penghasil tembakau dan kopi.
Bersama dosen pembimbing, mahasiswa mendiskusikan dan menentukan harga jual produk. Mahasiswa pun turut mengundang pembicara dari CV. Bumi Agro Technology, Adi Wihardi, untuk mengajarkan pentingnya mendapatkan sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan mendaftarkan hak merek usaha.
Rohmah mengatakan proyek ini bersifat jangka panjang dan akan berlangsung hingga semester berikutnya. Untuk meningkatkan bisnis ini, mereka berniat terus membantu kelompok tani lokal. Selain itu, saat ini produk sedang dalam proses pengajuan PIRT, yang menunjukkan upaya untuk menjaga kualitas dan keamanan produk.
"Rencananya, kami akan mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk nama dan produk yang dimiliki, memastikan bahwa produk ini halal dan mendapatkan nomor BPOM," ujar Nareswari.
Di sisi lain, Abimanyu menekankan bahwa peralatan yang lebih baik diperlukan untuk produksi sambal ini, seperti chopper untuk meningkatkan skala produksi dan timbangan dengan skala besar yang diperlukan untuk memastikan takarannya.
Sementara itu, warga desa merespons baik program dari mahasiswa KKN ITB. Salah seorang penduduk, Yoyo, mengatakan, "Kehadiran mahasiwa itu dari saya selaku perwakilan dari kelompok (tani) sangat membatu kami semua. Kehadiran mahasiwa itu membuka wawasan terkait teknologi untuk diterapkan di kelompok tani.”
Melalui Sambal Sakaka, Desa Sukawangi diharakan dapat menjadi contoh usaha yang memberdayakan masyarakat dan mengurangi fluktuasi harga cabai di pasar.
Reporter: Ardiansyah Satria Aradhana (Rekayasa Pertanian, 2020)
Dokumentasi: Tim KKN Desa Sukawangi