Mahasiswa Teknik Informatika ITB Raih Best Video Game di Hack Western 11 Kanada

Oleh Satria Octavianus Nababan - Mahasiswa Teknik Informatika, 2021

Editor M. Naufal Hafizh

Fatih pada kompetisi Hack Western 11, Kanada. (Dok. Pribadi)

BANDUNG, itb.ac.id - Fatih Nararya NRI, mahasiswa Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tengah mengikuti program IISMA ke University of Toronto di Toronto, Kanada, berhasil meraih kemenangan pada kategori Video Game di Hack Western 11, salah satu hackathon bergengsi di Kanada. Hackathon ini diikuti 62 tim dengan total 189 peserta dari berbagai latar belakang.

Fatih menghadapi berbagai tantangan untuk berpartisipasi dalam hackathon ini. Awalnya, dia menerima penolakan dari beberapa hackathon besar lainnya yang telah diincarnya semenjak sebelum berangkat, seperti Hack the Valley dan NewHacks, bahkan sempat tidak dapat mengikuti Hack Western 11. Namun, berkat dukungan temannya yang ditemuinya ketika menjadi volunteer pada Hack the North, Tyson, serta negosiasi dengan panitia, Fatih akhirnya berhasil mendapatkan slot untuk ikut serta.

Perjalanan menuju Western University di London, Ontario, pun cukup panjang. Dia harus membeli tiket bus yang cukup mahal, mengorbankan dua kelas kuliah, hingga menghadapi cuaca dingin London yang ketika itu lebih dingin daripada Toronto. Dia juga baru bisa mendapatkan tim sesaat sebelum hackathon dimulai.

Bersama tim yang terdiri atas Nathan, Mahdi, dan Dhir, mahasiswa Ilmu Komputer dari Western University dan University of Waterloo, Fatih mengembangkan proyek bertajuk suite permainan berbasis EEG (electroencephalography). Proyek ini dirancang untuk membantu individu dengan keterbatasan mobilitas, seperti quadriplegia, untuk tetap dapat menikmati kesenangan dari gaming. Mereka juga berpikir bahwa mungkin proyek ini dapat melatih penderita ADHD untuk menahan fokus untuk waktu lama secara kontinu.

Timnya berhasil menciptakan tiga permainan sederhana yang dapat dikontrol menggunakan headband EEG, yakni:

1. Permainan menara balok dengan menggunakan deteksi kedipan mata untuk menjatuhkan balok;

2. Permainan memori yang dikendalikan oleh gerakan kepala untuk menguji daya ingat;

3. GyroFocus yaitu permainan yang menggabungkan kendali kemiringan kepala dan tingkat konsentrasi.

Teknologi yang timnya gunakan meliputi React untuk aplikasi berbasis web. Tantangan utama yang dialami adalah perlu banyaknya debugging pada translasi masukan dari perangkat EEG yang digunakan menuju kendali permainan yang digunakan. Kendala ini tetap berhasil diselesaikan melalui kolaborasi tim.

Proyek Fatih dan timnya akhirnya berhasil meraih kategori Best Video Game Hack, mengalahkan delapan tim pesaing lainnya yang juga mengembangkan video game untuk hackathon ini. Menurut Fatih, penghargaan tersebut berhasil diraih utamanya berkat kolaborasi tim yang baik, kemampuan teknis tiap anggota tim dalam setiap bagiannya, dan proses ideasi yang robust di awal proyek sampai mereka berhasil menghadirkan inovasi unik berupa permainan yang dikendalikan oleh EEG. Namun, di atas itu semua, dia berendah hati dengan memberikan kredit pada strategi niche positioning yang dia pelajari dalam salah satu mata kuliahnya semester ini, yaitu memilih kategori yang lebih jarang untuk dipilih kompetitor.

“Strategi memilih bounty yang jarang diambil peserta lain membuat kami tidak perlu berkompetisi dengan keseluruhan 62 tim di hackathon besar ini, melainkan hanya 8 tim saja,” ucap Fatih.

Fatih dan timnya sebagai pemenang Best Video Game Hack, ditemani oleh dua engineer dari perusahaan game Big Blue Bubble selaku sponsor dari juara kategori ini. (Dok. Pribadi)

Fatih mencatat bahwa hackathon mengajarkan pentingnya fokus dan kerja keras, tetapi juga mengingatkan bahwa keberuntungan kerap mempengaruhi hasil akhir dalam kompetisi ini.

Hackathon mengajarkan kita untuk terus berusaha membuat karya keren tanpa terlalu keras menyalahkan diri jika tidak menang. Karena pada akhirnya banyak sekali faktor di luar kendali kita, seperti jumlah dan kualitas kompetitor, bounty apa yang cenderung dipilih oleh kompetitor, bias yang dimiliki juri akibat latar belakang keahliannya, dan seterusnya,” ujar Fatih.

Selain kemenangan, Fatih juga merefleksikan pentingnya membangun jaringan selama hackathon. Dia tidak hanya berkenalan dan berteman dengan teman satu timnya, tetapi juga dengan peserta-peserta lain yang juga membuat proyek-proyek yang tidak kalah keren. Melalui kompetisi ini, Fatih dapat berkenalan dengan engineer kesempatan berbincang bersama HR di perusahaan Big Blue Bubble. Selain itu, dia mendapat tawaran company tour yang sayangnya tidak bisa dihadiri.

Prestasi Fatih membuktikan bahwa mahasiswa ITB mampu bersaing di tingkat internasional dengan kreativitas, kerja keras, dan ketekunan. Kisahnya menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berinovasi dan meraih mimpi.

Reporter: Satria Octavianus Nababan (Teknik Informatika, 2021)

#prestasi mahasiswa #prestasi internasional