Mahendra Drajat Harumkan Nama Ganesha dalam LSI Design Contest Okinawa 2016

Oleh Yasmin Aruni

Editor Yasmin Aruni

BANDUNG, itb.ac.id - Mahendra Drajat bersama dua rekan timnya, Novi Prihatiningrum dan Ricky Disastra yang ketiganya berkuliah di program studi Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung, berhasil mengharumkan nama Ganesha di negeri Sakura. Pasalnya, Tim Sparkle Ganesha yang diketuai oleh Mahendra berhasil meraih penghargaan 1st Runner Up dan Electronic Device Industry News Award pada lomba LSI Design Contest in Okinawa 2016. Kontes ini dilaksanakan pada Jumat (11/03/16) di University of the Ryukyus (Ryukyu Daigaku), Okinawa, Jepang.

Tentang LSI Design Contest

LSI Design Contest  adalah kontes tahunan yang diadakan oleh Ryukyu Daigaku, sebuah universitas di Kota Okinawa, Jepang. Kontes ini menguji kemampuan pesertanya dalam merancang desain Integrated Circuit (IC), khususnya pada sistem VLSI. Setiap tahunnya, lomba ini diikuti oleh ratusan peserta berstatus mahasiswa maupun sarjana yang berasal dari Jepang, Korea, Cina, Indonesia, dan Vietnam. Lomba diawali dengan pengumpulan paper yang berisi desain VLSI. Peserta yang lolos dari tahap pengumpulan desain kemudian dipanggil untuk melakukan presentasi dari desain dan implementasi yang dibuat. Juri dari lomba ini adalah profesor-profesor dari universitas terkemuka di Jepang dan direktur perusahaan seperti Synopsys, Analog Devices, dan Electronic Device Industry News.

Di tahun 2016 ini, LSI Design Contest mengangkat tema &pos;Human Detection System melalui image processing'. Peserta diminta untuk merancang sistem VLSI yang ringkas, efisien, dan cepat untuk mendeteksi adanya manusia dalam sebuah gambar berdasarkan sampel-sampel tertentu. Sebanyak 13 tim yang lolos tahap pertama diundang ke Okinawa untuk mempresentasikan desain terbaiknya. Sparkle Ganesha lolos ke final dengan desain berjudul "FPGA Implementation of Queue Counter using Template Matching with Sum of Absolute Difference Algorithm."

Lika-liku Berkompetisi di Luar Negeri

Tidaklah mudah jalan yang sudah dilalui Mahendra dan Sparkle Ganesha. Salah satu tantangan yang mereka alami adalah ketidaksesuaian tema lomba dengan keilmuan yang diajari pada saat kuliah. Tema pada LSI Design Contest adalah image processing, sesuatu yang tidak mereka pelajari di kuliah. Sehingga mereka harus mempelajari dasar-dasar image processing dari awal.

Masalah keuangan juga sempat menjadi rintangan bagi Sparkle Ganesha. Pihak panitia hanya menyediakan biaya akomodasi untuk 1 orang, sedangkan 1 tim terdiri dari 3 orang. Normalnya, pihak fakultas bersedia memberikan bantuan dana. Namun, saat itu dana tidak mencukupi karena tidak hanya tim mereka yang membutuhkan bantuan. Namun, bagi Mahendra, tantangan terbesar yang dialaminya adalah membagi waktu antara menyelesaikan tugas akhir, mencari dana, mengerjakan implementasi desain, dan bekerja.

Menurut Mahendra, membuat desain rangkaian yang mampu memproses gambar dengan cepat namun berukuran ringkas sangatlah sulit. Selain itu, sebagian besar dari kompetitor sudah bergelar sarjana, bukan mahasiswa. Namun, desain yang diajukan Sparkle Ganesha ternyata memiliki keunggulan tersendiri. Desain mereka fokus pada optimasi arsitektur dan kecepatan kerja, yang didapatkan dengan menggunakan sejumlah gerbang logika yang bekerja secara paralel untuk mencocokkan gambar dengan sampel. Desain ini mampu untuk bekerja dan mendeteksi manusia dalam suatu gambar dalam waktu kurang dari 3 detik.

"Awalnya kami tidak menyangka bisa lolos, namun kami bisa lolos berkat desain kami yang memang kerjanya cukup cepat dan area yang digunakan pun tergolong tidak terlalu luas," tutur Mahendra. "Menurut kami, ini adalah lomba IC design, oleh karenanya kami sengaja memutuskan untuk fokus pada kedua hal tersebut. Dosen kami juga berpendapat demikian."

Kenangan Manis dari Negeri Sakura

Ada banyak pengalaman unik yang dialami Mahendra dan rekannya dalam proses mengikuti lomba. Karena waktu yang sempit, Sparkle Ganesha tidak mengubah desain rangkaian yang dibuat pada ujian Perancangan VLSI sebelum dikumpulkan untuk penilaian berkas. Kejadian unik yang lain terjadi di Jepang. Secara prosedural, tiap jurnal finalis akan dibukukan menjadi satu. Namun, yang mengejutkan ialah saat itu bukan karya mereka yang tercantum, melainkan karya tim ITB lain yang tidak lolos tahap penilaian berkas. "Panik, jangan-jangan yang harusnya berangkat bukan kami," kenang Mahendra. Setelah diklarifikasi, panitia menyatakan adanya kekeliruan pencetakan karya karena judul yang sangat mirip.

Mahendra berpesan untuk mahasiswa yang ingin mengikuti lomba ini untuk mengambil kuliah yang berhubungan dengan topik lomba yang akan diambil, khususnya kuliah perancangan VLSI. Walaupun mata kuliah tersebut tidak akan memandu mahasiswa sepenuhnya, namun kuliah tersebut akan memberikan teori-teori dasar dan gambaran umum mengenai VLSI. "Jangan takut mencoba, karena kalau kamu tidak mencoba, kamu sudah pasti gagal. Kalau kamu mencoba, kamu masih punya peluang untuk berhasil," tutup Mahendra. 

Francisco Kenandi Cahyono (16515214)
Luthfi Naufan Yamin (13214114)
ITB Journalist Apprentice 2016