MARS HMM ITB: Seminar Ristek Otomotif Untuk Kemandirian Bangsa
Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Seminar dibuka oleh wakil rektor bidang akademik dan kemahasiswaan, Prof. Dr. Ir. Kadarsyah Suryadi. Ia menyebutkan bahwa MARS dan salah satu kegiatan seminar ini merupakan bukti nyata pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Dalam kaitannya dengan tema seminar, Kadarsyah juga menyampaikan prinsip untuk menjadi seorang technopreneur, yaitu 3R, Rasio yang berarti intelektual dan keilmuan, Raga yaitu kesehatan jasmani dan rohani, serta Rasa yang diartikan sebagai jiwa entrepreneur.
Selanjutnya adalah pemaparan dari Santosa yang menyebutkan bahwa ketahanan teknologi kini menjadi suatu yang perlu diperhatikan. Maka dari itu diperlukannya generasi-generasi technopreneur sebagai perwujudan pemberdayaan kemandirian teknologi bangsa. "Seorang technopreneur dengan jiwa dan semangat yang menghasilkan karya dari kajian akan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan tentunya akan disambut pasar," terangnya. Baginya, telah muncul potensi-potensi technopreneur yang tumbuh dengan inovasi yang berpotensi besar di pasar global. Tidak dapat dipungkiri, jika kini persaingan global menjadi sebuah realita termasuk di dalamnya adalah kepemilikan teknologi oleh bangsa asing. Optimisme yang dirasakan Santosa di Indonesia antara lain adalah bonus demografi yang dialami Indonesia. Angkatan kerja tersebut dapat dioptimalkan sebagai agen-agen perubahan ekonomi nasional di masa mendatang. Menurutnya, kampus adalah salah satu terminal utama tempat pemuda terdidik yang mampu mengembangkan riset dan teknologi yang diharapkan.
Dasep Ahmadi juga menyetujui bahwa negara ini memiliki potensi. Lulusan Teknik Mesin ITB angkatan '84 ini mengaku jika Indonesia masih belum bisa membuat kebijakan global yang tepat dalam berpolitik dagang. Ia menyinggung mengenai dua kebijakan kontradiktif yaitu kebijakan mobil listrik dengan Low Cost Green Car. Selanjutnya ia berharap bahwa kaum mahasiswa ataupun akademisi mau mendorong agar pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai penggunaan mobil listrik. Melihat kondisi bahwa mobil listrik secara energi mampu lebih efisien dan menjawab isu ketahanan energi di Indonesia. Hal tersebut menurutnya harus diawali dengan komitmen pemerintah dalam menerapkan kemajuan teknologi dan meningkatkan ketahanan energi serta menentukan keberpihakan kepada nasional dan bukan pengusaha-pengusaha asing.
Mario Rivaldi, Abdul Hapid, dan Linda Sunarti berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan energi dengan mengembangkan inovasi seperti motor listrik, mobil listrik, dan transportasi berbahan bakar gas. Hasil inovasi tersebut dilatarbelakangi oleh permasalahan-permasalahan energi yang muncul di Indonesia antara lain adalah tingginya konsumsi energi, keterbatasan energi tersebut, emisi buang, dan biaya operasional dan perawatan. Menurut Mario, APBN Indonesia yang dianggarkan sekitar 300 triliyun untuk mengimpor BBM telah terbakar sehari-hari dan seharusnya anggaran tersebut bisa dihemat hingga sekitar 150 triliyun jika menggunakan moda transportasi berbasis listrik.
Pada akhir acara, pembicara memberikan pesan-pesan motivasi khususnya kepada generasi muda untuk lebih mengembangkan ilmu dan teknologi sebagai dasar untuk berinovasi dalam mewujudkan kemandirian bangsa. "Lihat perkembangan teknologi, tidak akan ada perubahan tanpa revolusi. Pelaku-pelaku tersebut lebih banyak dari generasi muda. Apa yang generasi muda lakukan kelak haruslah minimal dua kali lebih baik dari apa yang telah kami lakukan sekarang," tutup Hafid.