Melalui Program CAIRR dan Pameran “Re-aksi”, FSRD ITB Hadirkan Proses Kreatif Seniman Internasional bagi Mahasiswa

Oleh Muhammad Hanif Darmawan - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2021

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Hitoshi Kuriyama menjelaskan karya seni buatannya, di Galeri Soemardja, ITB, Senin (8/9/2025). (Dok. Panitia)

BANDUNG, itb.ac.id - Galeri Soemardja, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, menjadi ruang dialog lintas budaya melalui pameran kelompok bertajuk "Re-aksi". Diselenggarakan pada 8-13 September 2025, pameran ini merupakan puncak dari program Contemporary Artist in Residence and Research (CAIRR) 2025, sebuah inisiatif yang mempertemukan seniman dari Indonesia, Jepang, dan Malaysia untuk berkarya merespons lingkungan dan situasi sosial di Kota Bandung.

Pameran "Re-aksi" menampilkan karya dari enam seniman, yakni Budi Adi Nugroho, Darmawan Natsir, Fadli Mokhtar, Faizal Suhif, Hitoshi Kuriyama, dan Kazutaka Shioi. Menurut Dr. Budi Adi Nugroho, S.Sn., M.Sn., dosen FSRD ITB sekaligus inisiator program, judul pameran ini merefleksikan proses para seniman yang bereaksi atas pengalaman mereka selama bermukim (residensi) di Bandung.

Para seniman yang terlibat pada acara pembukaan pameran “Re-aksi”, Senin (8/9/2025). (Dok. Panitia)

Program CAIRR, bertujuan memberikan paparan langsung kepada mahasiswa FSRD ITB mengenai proses kreatif seniman profesional internasional.

"Ketika mahasiswa bisa mengetahui proses berkreasi seorang seniman, mengenal lebih ragam tentang seniman dari mancanegara, itu adalah tujuan utama dari pelaksanaan program ini," ujar Dr. Budi Adi Nugroho.

Karya-karya yang ditampilkan lahir dari interaksi intens para seniman dengan Kota Bandung. Seniman asal Malaysia, Fadli Mokhtar dan Faizal Suhif, tiba di Bandung tepat saat terjadi demonstrasi akhir Agustus 2025. Pengalaman tersebut mereka tuangkan dalam sebuah karya instalasi yang menggunakan barang-barang temuan dari lokasi demo, yang kemudian dicat merah putih sebagai simbol Indonesia.

Sementara itu, seniman asal Jepang, Hitoshi Kuriyama, terpesona dengan cerita rakyat dan bentuk Gunung Tangkuban Parahu. Ia menciptakan instalasi gantung dari perunggu yang warnanya didapat dari proses oksidasi setelah direndam di Kawah Domas. Rekannya, Kazutaka Shioi, mengalami culture shock dengan kompleksitas tata kota dan masalah sampah di Bandung, yang kemudian ia terjemahkan ke dalam sebuah karya.

Kazutaka Shioi menjelaskan karya seni buatannya yang dipamerkan di Galeri Soemardja, Senin (8/9/2025). (Dok. Panitia)

Para seniman Indonesia pun turut bereaksi terhadap situasi terkini. Budi Adi Nugroho menampilkan karya yang terinspirasi dari reklame terbakar saat demonstrasi, yang ia kaitkan dengan isu kapitalisme di balik konflik geopolitik global. Sementara itu, Darmawan Natsir menampilkan karya yang samar (blur), merepresentasikan ketidakpastian kondisi sosial politik saat ini.

Lebih dari sekadar pameran, program CAIRR menjadi laboratorium hidup bagi mahasiswa FSRD. Mereka dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan, mulai dari workshop hingga menjadi asisten yang mendampingi para seniman.

"Mereka melihat langsung dari awal ketika seniman itu datang, bingung, sampai stres. Mereka tahu semua prosesnya," ujar Dr. Budi Adi Nugroho, menekankan pentingnya pengalaman otentik bagi pendidikan mahasiswa.

Melalui "Re-aksi", FSRD ITB menciptakan sebuah pameran seni kontemporer yang relevan dengan isu kekinian, juga membangun sebuah platform pendidikan inovatif yang mendekatkan mahasiswa umumnya dan khalayak umum khususnya dengan realitas profesi seniman di panggung dunia.

#fsrd #pameran #kolaborasi internasional #kesenian #sdg 4 #quality education #sdg 11 #sustainable cities and communities #sdg 17 #partnerships for the goals