Memahami Astrolabe dalam Keilmuwan Astronomi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Program studi Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ITB (FMIPA ITB) menyelenggarakan kolokium daring astronomi pada Jumat (4/3/2022) lalu. Materi pada kolokium daring ini dipaparkan oleh Zaid Nasrullah, S.Si., seorang guru di Pesantren Persatuan Islam 1 Kota Bandung yang mengusung bahasan tentang Astrolabe Nashrullah.
Astrolabe merupakan sebuah perangkat komputasi analog astronomi yang umumnya digunakan sebagai instrumen multifungsi untuk melakukan prediksi, simulasi, navigasi, mengukur, menghitung, dan mengetahui posisi serta dinamika benda langit dengan lebih mudah dan juga teliti. “Secara umum, astrolabe ini digunakan untuk menunjukkan waktu siang maupun malam berdasarkan posisi benda langit seperti matahari dan bintang,” ucap Zaid.
Selain berfungsi untuk menunjukkan waktu dan mengetahui panjang siang dan malam, astrolabe juga berfungsi untuk membuat perhitungan astronomi yang rumit menjadi lebih mudah. Astrolabe juga diklasifikan dalam jenis yang beragam. “Ada astrolabe alKurawi, Astrolabe alMisthahu, Astrolabe atTamu, Astrolabe asySyamil, dan Astrolabe alKhiththi,” terang Zaid. Pada dasarnya, pembuatan astrolabe mengacu pada koordinat altazimuth dan koordinat ekuatorial.
Zaid juga menjelaskan tentang sumber dan dasar pemikiran dari astrolabe. “Dasar pemikiran astrolabe datang dari Kitab Suci Al-Qur’an, tepatnya dari Surat Al-An’am ayat 97 dan juga Surat An-Nahl ayat 16,” kata Zaid.
Selain itu, penciptaan dari astrolabe juga memiliki pengaruh dari Yunani. Kata astrolabe berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Asron yang berarti bintang serta lambano yang berarti menangkap. “Kemudian dari dua kata ini, dilakukan penggabungan yang menghasilkan kata asrolabos,” papar Zaid.
Pada kolokium ini, Zaid juga memaparkan astrolabe hasil pengembangannya sendiri yang diberi nama Astrolabe Nashrullah. Astrolabe ini bisa diimplementasikan pada bahan akrilik, kayu, maupun logam dan bahkan dapat dikembangkan lebih jauh dengan mengombinasikan fungsi analog dan komputasi aplikasi smartphone berbasis android yang pada akhirnya mendapatkan high accuracy sebagai kebutuhan dalam membuktikan data empiris berdasarkan fakta di lapangan.
“Pengujian Astrolabe Nashrullah dilakukan pada koordinat lintang dan bujur masing-masing 6°55?23,16? LS dan 107°36?1,47? BT komplek Pesantren Persatuan Islam 1 Kota Bandung pada waktu-waktu sholat, arah kiblat, serta benda langit seperti bintang Sirius di konstelasi Canis Mayor dan bintang Antares di rasi Scorpius yang sudah ditentukan ketinggiannya,” jelas Zaid.
Ketinggian yang ditentukan untuk pengujian di antaranya 10° dan 40°. Pengujian ini dilakukan pada Jum’at, 21 Desember 2018 pukul 19:08:45 WIB dan Kamis, 21 Juni 2018 bertepatan pukul 19:07:34 WIB untuk mempermudah pengukuran.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)