Membuat Bahan Plastik yang Mudah Terbiodegradasi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id -- Plastik dikenal sebagai material polimer yang memiliki sifat ringan, daya tahannya baik, sangat murah, tidak cepat rusak, dan tahan terhadap bakteri dan jamur. Itulah sebabnya, hampir semua bidang memakai plastik.
Akan tetapi, keunggulan sifat plastik tersebut menimbulkan masalah ketika plastik menjadi bahan buangan (limbah), dimana terjadi polusi terhadap lingkungan. Sifatnya yang tak mudah terbiodegradasi, membuat plastik sulit terurai di alam. Beberapa contoh polimer yang banyak digunakan sebagai bahan plastik adalah polistiren, polipropilen, dan polietilen.
Atas dasar itulah, Prof.Dr. I Made Arcana MS., Guru Besar pada Kelompok Keahlian Kimia Fisik dan Anorganik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB melakukan penelitian mengenai “metode pembuatan bahan plastik yang dapat terbiodegradasi dari limbah styrofoam”
Diwawancara Humas ITB belum lama ini, Prof. I Made Arcana mengatakan, ada beberapa cara digunakan untuk menurunkan terjadinya peningkatan sampah plastik yakni dengan menimbun di bawah tanah atau membakarnya. Akan tetapi kedua metode tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. "Dengan cara menimbunnya di bawah tanah, disamping mengakibatkan permukaan tanah akan menurun juga terjadi polusi tanah. Sedangkan dengan cara membakarnya akan timbul limbah beracun dalam bentuk gas yang mengakibatkan terjadi pencemaran udara," ujarnya.
Alternatif pemecahan paling populer adalah dengan cara daur ulang, dimana sampah plastik diproses kembali setelah dipakai. Kesulitannya adalah plastik campuran harus dipisahkan dahulu menurut jenisnya sebelum didaur ulang. Jadi metoda tersebut memerlukan suatu perhatian dan pengetahuan khusus dari masyarakat pemakai untuk mengumpulkan dan memilah-milah sampah plastik tersebut, sehingga sifat-sifat dasar plastik tersebut sejenis. Selain itu hasil daur ulangnya memiliki kualitas yang lebih rendah dari pada plastik asalnya.
Terkait riset yang dilakukan, Prof. I Made Arcana mencoba bagaimana memodifikasi polimer yang sudah ada tersebut sehingga bisa digunakan kembali. “Kita mencoba memanfaatkan itu dengan memodifikasi atau mencampur dengan polimer yang mudah terbiodegradasi, artinya dengan polimer yang ramah lingkungan, salah satunya dikenal sebagai polihidroksi alkanoat. Polihidroksi alkanoat itu ada banyak macamnya, yang kami lakukan penelitian di lab adalah polihidroksi butirat dan polikaprolakton hasil sintesis secara kimia,” jelasnya.
Dalam penelitian tersebut, ia mencoba memodifikasi polistiren dengan mencampur polihidroksi alkanoat. Problemnya adalah tidak bisa mencampur secara sempurna, antara polimer yang satu dan polimer yang lain (yang mudah terbiodegradasi dan susah terbiodegradasi) karena perbedaan polaritas akibat struktur rantainya berbeda.
“Supaya bisa mencampur dengan baik, maka salah satu polimer harus dimodifikasi. Kami lakukan modifikasi struktur rantai polistiren dengan mencangkokkan gugus fungsi yang dikenal sebagai gugus sulfonat. Karena gugus sulfonat bersifat polar, maka diharapkan polistiren yang telah tersulfonasi bisa mencampur secara sempurna dengan polihidroksi alkanoat,” ungkap Prof. I Made Arcana.
Jumlah gugus sulfonat yang perlu dicangkokan itu tergantung dari sifat-sifat polistiren yang diharapkan, kalau terlalu banyak sifat mekanik polistirennya rendah, dan mudah larut dalam air, kalau terlalu sedikit sifat polistirennya masih kuat, namun tidak dapat tercampur secara sempurna. Untuk itu ia menggunakan 10 persen – 15 persen gugus sulfonat yang tersubstitusi pada polistiren.
“Hasilnya jika dilakukan tes biodegradasi, misalnya kalau dibuang ke alam, akan berbeda. Polistiren tersulfonasi dan sudah dicampur dengan hidroksi alkanoat mulai kelihatan terbiodegradasi setelah 5-10 hari. Kalau sampai hancurnya sempurna atau terbiodegradasi total bisa saja di atas sebulan atau dua bulan,” jelasnya. Berdasarkan hasil penelitiannya, diperoleh hasil yang terbaik berdasarkan sifat-sifatnya yaitu campuran polimer dengan 80 persen polistiren termodifikasi dan 20 persen polihidroksi alkanoat.
Dijelaskan Prof. I Made Arcana, hasil penelitian tersebut sudah dipatenkan. Namun belum sampai pada tahap komersialisasi, hanya pada skala laboratorium saja. “Penelitian ini belum dikomersialkan, ini hanya mengetahui dengan modifikasi struktur rantai polistiren dan dicampur dengan material yang bisa terbiodegradasi seperti polihidroksi alkanoat, sifat campuran polimernya dapat memiliki sifat-sifat yang lebih baik serta ramah lingkungan. Saya kira kalau ada yang tertarik bisa diaplikasikan untuk berbagai aplikasi, seperti bahan untuk pengemas dan polimer elektrolit untuk sel bahan bakar, tapi belum dalam jumlah besar, ini baru hanya pada tataran skala kecil,” pungkasnya.