Mengupas Pentingnya Fisika Bangunan dalam Mewujudkan Konstruksi Berkelanjutan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Bangunan memiliki dampak yang signifikan untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia. Orang dewasa menghabiskan 80% waktunya berada dalam bangunan, sedangkan anak-anak sebanyak 90%. Ini tidak terbatas pada rumah, tetapi juga bangunan lain seperti sekolah, kantor, kampus, dan stasiun. Salah satu disiplin ilmu yang berkatian dengan hal tersebut adalah fisika bangunan.

Dalam webinar IOTA Volume 1: Implementation and Importance of Building Science in Realizing Sustainable Construction, Minggu (14/8/2022), Wenda Nuridahissan, S.T., menjelaskan bahwa fisika bangunan tidak hanya berurusan dengan akustik, termal, pencahayaan dan energi saja. Disiplin ilmu ini juga berkaitan dengan wet area dan ketahanan suatu bangunan terhadap api, seismik, iklim, bahkan sinar-X.

Wet area, berarti bagaimana seseoang mendesain suatu ruangan dengan kelembapan tinggi, tetapi material-material di dalamnya tetap bisa bertahan. Lebih jauh lagi, Alumni Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung Tahun 2015 ini menjelaskan tujuannya adalah agar ruangan tersebut nyaman untuk digunakan dan tidak menimbulkan penyakit, misalkan di kamar mandi, sauna, dan dapur.

“Ketahanan terhadap seismik itu berkaitan dengan gempa dan getaran. Bagaimana kita punya ceiling yang jika gempa dia aman, cuma goyang dan tidak jatuh maupun retak,” ujar Product Manager di Saint-Globain Indonesia ini yang akrab disapa Wenda.

Sebagai salah satu komponen dari bangunan, dinding dapat dianggap sebagai sistem dan menjadi alat yang memberikan performa sesuai yang diharapkan pengguna. Misalkan pengguna berada dalam ruangan dan ada koridor di sebelahnya. Koridor sedang ramai maka dinding berperan sebagai pengatur, peredam, maupun pemblokir suara.

Di sisi lain dari dalam ruangan, dinding dapat berperan untuk memperbaiki atau menjaga kualitas suara yang ada di dalamnya. Contoh lainnya adalah jika koridor berada di tempat terbuka, dinding antara koridor dan ruang kelas dapat dibuat untuk memberikan performa thermal insulation sehingga nantinya tidak banyak panas yang masuk ke dalam ruang kelas.

Lelaki yang terpilih sebagai Saint-Gobain Indonesia’s Sustainability Champion ini juga memberikan contoh kasus penting terkait performa dinding ini. “Kalau misalkan gedungnya tinggi, koridor dinding ini harus bisa tahan api sekian jam sehingga jika terjadi kebakaran, orang-orang ini bisa aman, dievakuasi dulu selama satu jam atau dua jam sampai dinding itu roboh gara-gara api,” jelas Wenda.

Webinar yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik ITB ini juga membahas terkait tren dari bangunan hijau. Wenda berujar trennya sangat naik, selain karena pandemi yang membuat orang-orang bergerak ke arah bangunan yang sehat, tetapi juga dipengaruhi oleh keluarnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang penilaian kinerja bangunan gedung hijau. Dalam sesi tanya jawab, seorang partisipan bertanya apakah pada akhirnya kita harus memilih salah satu di antara faktor sustainability dan faktor performa untuk konstruksi yang berkelanjutan. Wenda menjelaskan bahwa performa berada di bawah naungan keberlanjutan (sustainability). Bangunan yang berkelanjutan (sustainable) memiliki perfoma yang tinggi.

“Mesin AC yang high performance itu lebih sustainable daripada mesin AC yang low performance. Kedua faktor itu tidak akan mengorbankan satu sama lain dalam lingkup sustainable construction,” ujar Wenda.

Reporter: Amalia Wahyu Utami (Teknik Fisika, 2020)