Buat Inovasi Sarang Lebah Buatan, Mahasiswa ITB Raih Perunggu untuk Indonesia pada Asian Students’ Venture Forum

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id—Pandemi bukan sebuah alasan untuk menghentikan prestasi. Mahasiswa SBM ITB, yang tergabung dalam Tim I-Newbee, sukses meraih Bronze Medal untuk Indonesia dalam ajang Asian Students’ Venture Forum 2022. Keempat mahasiswa tersebut, yaitu Alfinza Willys Alfarizi, Pujangga Reogavi, Afra Samantha, dan Satria Dwi Bagaskara, yang merupakan mahasiswa Kewirausahaan angkatan 2020.

Asian Students’ Venture Forum merupakan lomba tahunan yang diadakan oleh Korea Economic Daily. Kompetisi business startup ini disemarakkan oleh berbagai negara di Asia, seperti Korea, China, Taiwan, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan negara lain. Konsep yang ditawarkan oleh Tim I-Newbee ini sarat dengan teknologi, namun juga mengutamakan perencanaan bisnis yang menarik dan menjanjikan dari segi finansial.

Saat diwawancara pada Sabtu (2/4/2022), Afra menjelaskan sistem lombanya. Mula-mula diadakan seleksi proposal dan video di kancah nasional. Setelah proses screening, hanya 2 tim yang dipilih untuk mewakili setiap negara. Indonesia sendiri mengirimkan delegasi dari ITB dan UI. “Untuk tahun ini yang lolos hingga tahap final hanya ada 9 startup dari 5 negara. Puji syukur untuk tahun ini, kami berhasil menjadi satu-satunya delegasi Indonesia yang memulangkan medali,” tutur Afra.

Ide yang mereka godok adalah Artificial Bee Hive atau sarang lebah buatan yang berfokus untuk membantu pengumpulan madu lebah Trigona menjadi lebih cepat dan membuat proses pemanenan madu menjadi lebih efisien. Slim Hive adalah nama dari produk tim ini yang berbasis teknologi. Produk ini ditujukan untuk peternak lebah Trigona, baik yang masih pemula atau yang sudah ahli, karena produk ini dirancang dengan sistem yang mudah dan risiko yang minim.

“Slim Hive dilengkapi dengan IoT yaitu motion detector, temperatur, dan sensor berat untuk memantau sarang lebah secara real time melalui ponsel pintar petani lebah. Motion detector dari lebah bisa diterjemahkan menjadi sebuah informasi aktivitas lebah di dalam sarang,” kata Satria.

Sementara sensor temperatur akan menambah keakuratan informasi dari motion detector dan sensor berat akan membantu petani lebah membuat estimasi atau perkiraan waktu sarang lebah tersebut bisa dipanen. Satria menambahkan, pembuatan produk mereka sudah sampai tahap prototipe fisik dan akan digunakan sebagai objek pengujian, eksperimen, dan pengembangan produk lebih lanjut.

*Desain prototipe rumah lebah "Slim Hive" (Sumber dok. tim I-Newbee)

Lebah Trigona, khususnya jenis Itama, menjadi pilihan utama karena dari segi ekonomis memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan lebah penyengat. Selain itu, madu dari lebah Trigona juga memiliki kandungan senyawa dan mineral yang lebih lengkap dibandingkan madu dari lebah penyengat. Hal ini juga menjawab alasan madu dari lebah Trigona memiliki harga pasar yang lebih mahal.

Mereka telah melakoni persiapan matang sejak bulan November 2021 untuk tingkat nasional dan mulai fokus persiapan di tingkat internasional sejak Januari lalu. “Kami dihadapkan dengan minimnya data dan jurnal yang mengupas permasalahan lebah Trigona. Selain studi literatur, kami juga melakukan survei lapangan dengan mengambil data Ikatan Lebah Madu Indonesia (ILMI) Jawa Barat,” cerita Afra.

Kemenangan besar ini tak luput dari bimbingan dan dukungan beberapa mentor dari SBM ITB dan dosen SITH, Dr. M. Yusuf Abduh. Afra berharap agar mereka bisa mengembangkan produk ini menjadi lebih baik lagi dan dapat mengikuti perlombaan nasional maupun internasional lainnya di bidang startup dan inovasi. “Pastinya, kami juga berharap produk yang kami buat nanti benar-benar bermanfaat dan menjadi solusi dari berbagai permasalahan petani lebah,” tutup Satria.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)