Digitalisasi Pertanian, Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Produksi Berkelanjutan

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami

BANDUNG, itb.ac.id—Pertanian pada abad ke-21 bukan hanya sekadar membajak sawah menggunakan alat tradisional, namun telah merambah pada era di mana sensor dan instrumentasi wajib diterapkan untuk mendapatkan hasil yang lebih presisi secara real-time.

Pada Sabtu (3/4/2021), Badan Kejuruan Teknik Fisika dari Persatuan Insinyur Indonesia mengadakan acara bertajuk “BKTF Goes to Campus Merdeka” sesi ke-4, dengan tema Precision Farming dengan narasumber Nugroho Hari Wibowo, alumni Teknik Fisika ITB yang membikin sistem irigasi pintar Encomotion.

Melalui Teknik Fisika, lelaki yang akrab dipanggil mas Bowo ini membangun tim dengan anggota yang beragam, sehingga terciptalah BIOPS Agrotekno Indonesia—startup dengan visi menghadirkan era baru pertanian Indonesia melalui pengembangan sains dan teknologi yang diaplikasikan untuk pertanian Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan inovasi precision farming.

Ia memaparkan visi dari BIOPS Agrotekno Indonesia. “Selain mengembangkan teknologinya, kami juga memiliki tim riset untuk menggali potensi-potensi apa selanjutnya yang dapat dikembangkan. Sebuah teknologi yang akan diterapkan pada sektor pertanian,” jelasnya.

SDM dalam Sektor Pertanian Saat Ini

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), latar belakang dari petani Indonesia sebanyak 41,79% hanya tamatan SD atau sederajat. Tentunya hal ini berkelindan dengan cara para petani mencari informasi, cara mereka memanfaatkan informasi yang masuk, serta cara mereka untuk menerapkan hasil telaah informasi yang dikenyam.

“Selain itu, petani kita mayoritasnya berada pada usia tua, di atas usia 45 tahun,” tambahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak anak muda yang tidak tertarik lagi menjadi petani, dengan berbagai macam alasan. Begitu pula dengan pemanfaatan teknologi yang memiliki nilai rendah, yaitu 50,72% tidak menggunakan atau menerapkan teknologi maupun mekanisasi, sehingga mayoritas sektor pertanian di Indonesia hanya mengandalkan insting turun temurun dan dilakukan dengan cara konvensional.

Solusi berupa Sistem Irigasi Pintar: Encomotion

Menurut Mas Bowo, salah satu permasalahan yang perlu dihadapi untuk saat ini adalah sungai yang mengering ketika memasuki musim kemarau, juga penggunaan pestisida kimia hampir pada setiap tanaman untuk mencegah serangan hama dan penyakit.

Pada setiap pertanian, dibutuhkan data berupa suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya dan curah hujan secara real-time dan prediksi cuaca beberapa hari ke depan. Maka untuk menjawab tantangan tersebut, dibuatlah Encomotion, sistem irigasi pintar yang mengatur kebutuhan air tanaman secara otomatis berdasarkan kondisi lingkungan tanaman berada.
“Perangkat dari Encomotion sendiri sudah berupa machine-to-machine sehingga tidak ada lagi petani yang harus melakukan penyiraman dan lain-lain,” jelasnya. Data-data itu akan diambil dari perangkat yang sudah terpasang pada lahan mereka.

Data-data yang diambil oleh perangkat Encomotion adalah data suhu, cahaya, kelembapan, curah hujan, serta kecepatan angin yang nantinya akan dikirimkan ke server milik Encomotion. Data-data ini nantinya dapat diawasi secara real-time.

Mimpi untuk Mewujudkan Indonesia yang Mandiri Teknologi dengan SDM yang Unggul

Jika dibandingkan dengan pertanian konvensional, pertanian yang memanfaatkan Encomotion secara statistik meningkatkan produktivitasnya sebesar 40%, menghemat biaya operasional hingga 50%, dan menghemat air serta pupuk hingga 40%. Sedangkan tanpa encomotion, tanaman tumbuh tidak seragam, rata-rata buah lebih sedikit, rata-rata luas daun lebih kecil, dan diameter batang lebih kecil.

“Mindset yang ingin kami ubah dari para petani kita adalah bahwa sebenarnya teknologi ini bisa diterapkan pada lahan petanian mereka yang rata-rata memiliki luas lahan kecil dan modal yang kecil,” tutupnya.

Reporter: Athira Syifa P. S. (Teknologi Pascapanen, 2019)