Mengupas Penyebab Gunung Api Meletus Bersama Volkanolog ITB
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id -- Indonesia memiliki 129 gunung api aktif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Itulah sebabnya, mengapa Indonesia dikenal sebagai ring of fire. Lalu faktor apa yang bisa menyebabkan gunung api bisa meletus?
Pada Studium Generale KU-4078 yang digelar di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (26/9/2018), Dr. Eng. Mirzam Abdurrachman dari Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB menyampaikan kajiannya dengan tema "Kenapa Gunung Api Meletus? Dan Apakah Gempa Lombok Bisa Menyebabkan Gunung Api di Sekitarnya Meletus?"
"Gunung Api Meletus itu pasti ada sebabnya, ada tiga hal yang bisa menyebabkan gunung api meletus dan semuanya itu berkaitan dengan keseimbangan dapur magma di kawah gunung api," kata Volkanolog ITB itu.
Menurut Dr. Mirzam, tiga faktor penyebab gunung api meletus itu antara lain pertama karena penambahan volume magma yang berada di bawah gunung api akibat adanya injeksi magma baru. Kedua, terjadi pengkristalan magma yang ada di dapur magma, dan ketiga dinding di dapur magma runtuh. Sehingga dapur magma terjadi penambahan volume secara signifikan dan harus dikeluarkan.
Faktor lainnya menurut Dr. Mirzam, karena pelemahan di bagian tudungnya gunung akibat proses hydrothermal, kemudian faktor lainnya oleh gaya tarik bulan dan matahari ketika gerhana. Sebab ketika bumi berada satu garis dengan matahari dan bulan, gaya tarikannya akan maksimum.
Di hadapan ratusan mahasiswa ITB, Dr. Mirzam juga memaparkan bahwa letusan gunung api bisa diprediksi melalui dua hal, yaitu prediksi jangka pendek dengan melihat aktivitas gunung api seperti seismicity, ground deformation, hidrologi, kandungan gas dan kedua melalui periode letusan suatu gunung. Prediksi inilah yang bisa meminimalisir resiko dampak dari letusan gunung api, baik korban jiwa maupun materi.
Dr. Mirzam memberikan contoh periodisasi meletusnya Gunung Rinjani di Lombok, NTB. Gunung tersebut memiliki periode letusan 26 tahun jika dirata-ratakan, terakhir meletus pada 1994 oleh karenanya jika melihat periode tersebut Rinjani akan menggeliat kembali pada 2020.
"Kalau mengikuit periode itu, proses pengisian dapur magmanya itu baru full tahun 2020. Tapi untungnya 2004 dan 2009 Rinjani sudah pernah meletus kecil, nah itu mengosongkan lagi (magma) sedikit. Jadi 2020 pun mungkin baru menggeliat saja," ujarnya.
Mengacu pada hal tersebut, menurut Dr. Mirzam, gempa yang terjadi berulang kali di Lombok tidak membuat Gunung Rinjani meningkat aktivitasnya karena dapur magmanya masih belum terisi. Sementara Gunung Agung yang berada di Bali, memiliki periode meletus 120 tahun, saat ini belum masuk periodenya.
"Gunung api meletus karena penyebab dapur magmanya penuh. Jadi kalau dapur magma kosong mau diguncang, seharusnya tidak terjadi meletus, nah itu yang terjadi di Gempa Lombok beberapa waktu lalu. Lima gempa signifikan dan ratusan gempa kecil lainnya tidak bergeming, memang volumenya belum ada, masih kosong dapur magmanya," katanya ditemui usai Studium Generale.