Menhan RI: Perguruan Tinggi Penting dalam Pertahanan Nir-Militer Indonesia

Oleh Ria Ayu Pramudita

Editor Ria Ayu Pramudita

BANDUNG, itb.ac.id -- Menteri Pertahanan (Menhan) Republik Indonesia, Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro memberikan kuliah umum pada acara Temu Muka Pimpinan Perguruan Tinggi dan Seminar yang bertajuk 'Peran Perguruan Tinggi dalam Menghadapi Ancaman Nir-Militer Abad Ke-21' yang diadakan pada Jumat (21/12/2012) di Aula Timur ITB. Kuliah umum ini dilakukan dalam rangka pembukaan Pendidikan Dasar Resimen Mahasiswa Mahawarman Gelombang III - 2012 yang diikuti oleh  120 siswa dari berbagai propinsi yang ada di Indonesia. Dalam kuliah umum ini, Menhan menekankan bahwa civitas akademika perguruan tinggi sebagai kaum intelektual memiliki potensi besar untuk menjalankan dwi bakti ekadarma sebagai profesional yang mencintai tanah air dan mempertahankan negara dari ancaman-ancaman nir-militer yang makin marak.

Kuliah umum ini dibuka dengan lagu Indonesia Raya yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Kadarsah Suryadi. Menurutnya, kedatangan Menhan ke ITB lebih tepat disebut sebagai kembali ke rumah, mengingat status  Purnomo sebagai Guru Besar Teknik Pertambangan ITB. Sambutan dilanjutkan oleh Ketua Korps Nasional Resimen Mahasiswa (Menwa) Indonesia, Ir. Budiono Kartohadiprodjo yang pada hari yag sama telah melakukan pengangkatan Purnomo sebagai Anggota Kehormatan Korps Nasional Menwa Indonesia.

Soft Power dan Ancaman Nir-Militer

Seiring dengan makin mahalnya biaya untuk melakukan perang fisik didukung oleh makin derasnya arus globalisasi, semakin banyak negara yang memilih untuk menancapkan pengaruhnya bukan dengan hard power, namun dengan soft power dan smart power. Soft power dan smart power merupakan pengaruh-pengaruh tak nampak namun dapat mengancam negara lain, seperti kekuatan sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh suatu negara.

Karena adanya peralihan tren ini, terjadi pergeseran peta kekuatan dunia. Dunia yang dulunya dikenal dengan dua kutub Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang Dingin, saat ini telah menjadi multipolar dengan munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru pada belahan-belahan dunia lain. Hal ini menyebabkan perang lebih bersifat asimetrik (irasional) dan sistem pertahanan negara menjadi semakin rumit.

Ancaman masa kini tidak hanya terbatas dalam arti tradisional yaitu ancaman kesatuan wilayah Republik Indonesia, namun juga ancaman dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yang sifatnya nir-militer. Untuk menghadapi ini, dibutuhkan kerja sama yang baik antara warga sipil dan militer untuk menyeimbangkan ancaman dan deterrence (keengganan musuh untuk menyerang) demi menjaga stabilitas negara.

Peran Kunci Perguruan Tinggi

Dalam kerja sama antara warga sipil dengan militer, perguruan tinggi sebagai kaum intelektual memiliki peran yang penting. Civitas akademika perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk mempertahankan tanah air dari ancaman-ancaman yang secara tradisional tidak dihadapi oleh angkatan bersenjata, seperti ancaman politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi. Menhan menjabarkan bahwa dengan menjadi agen-agen pertahanan, perguruan tinggi telah menjalankan dwibakti ekadarma, yaitu sebagai profesional yang mencintai tanah air. Praktik ini juga sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik dalam aspek pendidikan, peneltian, maupun pengabdian masyarakat.

Dalam kuliah umum ini, Menhan juga menekankan pentingnya masyarakat Indonesia yang memiliki semangat bela negara. "Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27, membela negara adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara Indonesia," tuturnya. Menurutnya, kecintaan yang tinggi terhadap negeri akan membangun manusia-manusia Indonesia berkualitas yang berdaya saing tinggi, tidak hanya di dalam negeri, namun juga di kancah internasional.