Meningkatkan Mutu Minuman Jahe dengan Pendekatan Teknologi Nano
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Persoalan pangan dan keanekaragaman tumbuhan menjadi salah satu topik riset yang diangkat dalam Seminar Hasil Riset Kolaborasi Indonesia 2018 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung, Kamis (20/12/2018) lalu. Tim yang melakukan riset mengenai topik tersebut mengangkat judul tentang “Peningkatan Mutu Minuman Berbasis Jahe dengan Pendekatan Teknologi Nano dan Formulasi Varian Jahe” dengan penelitinya dari ITB, IPB, UGM dan Unair.
Triati Dewi Kencana Wungu sebagai perwakilan ITB dari kelompok keahlian Biofisika menjelaskan, tim ini memilih judul penelitian tersebut disebabkan oleh kegelisahan yang ada soal kekayaan tumbuhan kita yang gagal dioptimalkan, bahkan mulai ada indikasi hilangnya informasi kegunaan tumbuhan tersebut pada generasi muda.
Jahe sendiri memiliki berbagai macam keunggulan. Secara komposisi, tumbuhan ini kaya akan senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antioksidan dan juga kaya senyawa perasa. Olahan sebagai minuman juga sudah banyak dikenal, terutama di Indonesia yang biasa disebut jamu. Menurut beberapa penelitian, jamu bahkan bisa berfungsi untuk mengurangi stress sampai menurunkan gula darah. Keragamannya di Indonesia juga cukup bervariasi, seperti jahe merah, jahe empirit, jahe gajah, dan turunannya.
“Karena itu, perlu adanya peningkatan produksi dan kualitas jahe kita sehingga bisa menjawab tantangan pasar dan merebut pasar jahe di dunia, sebab sejatinya Indonesia baru memasok 2-4 persen jahe dunia,” sebut Triati sebagai pembicara mewakili tim.
Menurutnya, tujuan utama dari penelitian ini adalah terciptanya produk jahe yang berkualitas tinggi dan menggunakan teknologi nanoemulsi untuk mengkapsulasi jahe. Penggunaan teknologi nano ini diharapkan bisa menjadi daya tarik sendiri dan peningkatan kualitas mutu karena kandungan gizinya akan lebih mudah diserap tubuh. Selain itu, penelitian ini juga melakukan survey serta melakukan pemetaan terhadap jahe-jahe di Indonesia. “Harapannya kita juga bisa menentukan yang mana jahe unggulan kita di Indonesia, “ tambah Triati.
Dalam proses enkapsulasi dan penggunaan teknologi nano inilah ITB banyak mengambil peran. Penelitian menggunakan teknologi nano ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi (PPNN) ITB. Peneltian ini menghasilkan dua keluaran, yaitu tingkat keberhasilan kapsulasi nano dari jahe dan tingkat energi yang diperlukan untuk kapsulasi. Hasilnya, kapsulasi dianggap berhasil dengan presentase jahe terkapsulasi di bawah 200 nanometer adalah 67.9 %. Untuk tingkat energi, tim berhasil mendapatkan angka -0.34 Volt.
Setelahnya, jahe juga diuji kegunaanya sebagai obat anti-inflamasi, yang biasa disebut sebagai radang. Metode pengujiannya menggunakan protein tes untuk anti-inflamasi. Hasilnya, sesuai yang dikerjakan oleh tim dari Unair, adalah ekstrak etanol jahe merah berhasil menghambat sebesar 20% denaturasi protein tersebut. “Ini artinya ada indikasi bahwa jahe merah punya potensi jadi obat alternatif, tapi harus ada pembuktian lanjutan soal senyawa aktif di jahe merah tersebut yang bisa menghambat radang,” jelas Trianti.
Terakhir, penelitian ini bermuara pada pemasaran. Metode yang dipakai pada uji pemasaran ini adalah Siegrist Model. “Kita menggunakan metode ini untuk menguji WTB, keinginan untuk membeli, terutama pada generasi milenial terhadap jamu dan minuman berbahan jahe,” sambung dosen Fisika ITB ini.
Modelnya pun dibagi dua, satu untuk jamu dan lainnya untuk minuman non-jamu berbahan jahe. Hasil untuk jamu dan kategori satunya ternyata berbeda signifikan di penerimaan masyarakat. “Untuk jamu, masyarakat cenderung tidak banyak memikirkan teknologi yang digunakan sehingga badan makanan pemerintah cukup untuk menciptakan rasa percaya terhadap produk. Lain halnya untuk minuman jahe non-jamu, masyarakat cenderung kritis dan masih takut dengan istilah ‘nano’ ,” ungkap Trianti di penghujung presentasi.
Oleh karena itu, produsen dan distributor juga harus paham manfaat dari teknologi nano dan prosesnya secara sederhana agar bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat, terutama di dalam negeri.
Reporter: Ferio Brahmana