Petroleum Remediating Agent, Inovasi Pemulihan Tanah Tercemar Limbah Minyak Temuan Peneliti ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Pencemaran minyak di lingkungan telah menjadi ancaman bagi ekosistem dan manusia karena dalam limbah minyak terdapat molekul organik berbentuk aliphatik dan aromatik yang yang dikenal sebagai hidrokarbon minyak bumi atau Total Petroleum Hidrokarbon (TPH). Kontaminasi TPH di lingkungan menjadi perhatian lebih karena senyawa ini merupakan kontaminan yang dapat tersebar luas dan ada yang bersifat racun, mutagenic, dan bahkan karsinogenik.


Melihat problematika ini, Dr. Ir. Edwan Kardena, Dr. Qomarudin Helmy dan Yodi Ilyas yang merupakan peneliti dari Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB menawarkan teknologi bioremediasi sebagai solusi atas permasalahan tersebut. 

Bioremediasi merupakan suatu proses pemulihan (remediasi) lahan yang tercemar limbah organik maupun limbah anorganik dengan memanfaatkan organisme. Teknologi bioremediasi ini menggunakan mikroba non-patogenik yang terdiri atas bakteri Pseudomonas sp Bacillus sp, Azetobacter sp.  Bakteri tersebut bertindak sebagai agent pendegradasi senyawa hidrokarbon dengan kemampuan metabolisme enzimnya yang dapat bertindak sebagai biokatalisator sehingga dapat diaplikasikan untuk pemulihan lahan yang tercemar limbah minyak bumi. Bioremediasi ini dinilai relatif lebih murah, efektif, dan ramah lingkungan dibandingkan dengan teknologi remediasi minyak bumi lainnya.

Diwawancara Reporter Humas ITB, Kamis (27/6/2019), Dr. Ir. Edwan Kardena mengatakan bahwa diperkirakan jumlah limbah minyak bumi sebesar 12 ribu ton/hari. Maka dari itu teknologi bioremediasi ini penting untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 di Pusat Penelitian Biosains dan Bioteknologi ITB. Pengujian dilakukan dengan mengambil beberapa sampel bakteri pada lahan tercemar minyak di Kalimantan dan Sumatera untuk kemudian diisolasi dan diseleksi kandidat bakteri yang efektif dalam mendegradasi atau memecah rantai hidrokarbon.

Riset ini telah menghasilkan beberapa paper, book chapter dan menjadi topik tugas akhir dari beberapa mahasiswa tingkat sarjana hingga doktor. Menurut Dr. Edwan, teknologi bioremedasi ini kemudian dikomersilkan dengan nama PETREA (Petroleum Remediating Agent) atas saran salah satu mahasiswa. Proses pembuatan Petrea jika diperlukan dari awal hanya memakan waktu sekitar 2 bulan untuk pengayaan (dari isolat atau bibit yang sudah teesedia) sampai siap panen sekitar 2-3 minggu, sampai menjadi produk baik dalam bentuk pasta maupun pelet (granular)

Petrea ini merupakan koloni bakteri pendegradasi senyawa hidrokarbon yang kemudian dijual dan dipasarkan dalam bentuk pasta dan pelet melalui Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB dan telah digunakan oleh beberapa perusahan migas di Indonesia.

“1 kilogram Petrea mampu memulihkan 1 ton lahan tercema minyak yang tercemar minyak. Hal ini tentunya lebih efektif dan murah dibandingkan teknologi remediasi lahan tercemar minyak lainnya. Petrea juga dapat digunakan untuk kubangan minyak yang tercipta akibat aktivitas operasional industri lain yang menggunakan minyak bumi atau dalam daerah workshop workshop yang tercemar dengan oli bekas,” kata Dr. Edwan.

Petrea sendiri memiliki keterbatasan dalam mendegradasi minyak bumi dengan rantai hidrokarbon yang panjang dan kental, maka dari itu, bersama mahasiswa bimbingannya ia sedang mengambangkan teknologi remediasi lain yaitu biosurfaktan dari kelompok Acinetobacter. Biosurfaktan ini merupakan senyawa aktif yang terdiri atas gugus hidrofilik dan hidrofobik yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan tegangan antara dua fase yang berbeda serta meningkatkan stabilitas emulsi. “Dengan menurunkan tegangan permukaan inilah limbah minyak bumi dapat larut dalam biosurfaktan yang kemudian ditambahkan Petrea untuk mendegradasi limbah tersebut,” ujarnya. 

Teknologi hybrid ini yang merupakan gabungan antara biosurfaktan dan Petrea memiliki kinerja yang lebih optimal untuk memulihkan lahan yang tercemar minyak, khususnya yang memiliki rantai hidrokarbon panjang. Namun teknologi ini masih dilakukan dalam skala lab masih belum dikomersilkan karena masih memerlukan pengembangan. 

Reporter: Wanna Taf’al Husna (Fisika 2016)