Menkes: Tangan Tuhan dibalik Flu Burung
Oleh kristiono
Editor kristiono
Bandung, itb.ac.id - Bertempat di Aula Timur, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Siti Fadilah Supari, Senin (18/3) memberikan kuliah umum bertajuk "Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung". Dalam kesempatan ini, Menkes berbagi pengalaman menangani persoalan virus Flu Burung di Indonesia sekaligus keberhasilannya mereformasi mekanisme Jaringan Pembagian Virus Influensa Global (GISN) menjadi lebih adil dan transparan.
Menkes berkisah, suatu kali datang seorang salesman vaksin dari negara maju, menawarkan vaksin flu burung strain Vietnam. Setelah ditelisik, mereka mendapat benih virus dari Pusat Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO-CC), yang berasal dari virus liar milik negara penderita yang mengirim virus. Dengan kata lain, negara maju dengan keunggulan teknologi dan ahli-ahlinya memproduksi dan menjual vaksin dengan memanfaatkan benih virus yang diambil dari negara penderita. Mekanisme semacam ini, menurut Menkes menjadi tidak adil karena paten vaksin sepenuhnya dikuasai oleh negara maju.
Kekecewaan Menkes semakin bertambah-tambah mendapati WHO tidak bergeming ketika Indonesia sangat membutuhkan vaksin tamiflu, tapi stok vaksin bernama generik aseltamivir ini justru ludes diborong negara kaya yang tidak mempunyai satu pun kasus flu burung.
Belajar dari kenyataan pahit tersebut, Menkes lugas berujar, "Mereka tidak menolong namun malah mencari keuntungan pada orang yang sedang menderita. Yang menderita tambah sengsara, sementara yang kaya bertambah kaya. Mengapa uang lebih penting dari nyawa manusia? Mengapa nyawa manusia di negara berkembang lebih murah dibanding nyawa manusia dari negara kaya? Apakah ini yang disebut neo-kolonialisme?"
Berpikir Ilmiah demi Kebenaran
Siti mengaku berani berjuang menghadapi kedzaliman sistematis ini demi menegakkan kebenaran. "Saya selalu berpatokan kepada kerangka berpikir ilmiah." "Berpikir ilmiah menghasilkan pemikiran merdeka, bisa dipertanggung jawabkan, sistematis, logis, demokratis, dan objektif. Berpikir secara ilmiah sudah mendarah daging dalam tubuh saya!," ujarnya lagi. Logika yang tidak logis dalam mekanisme pembagian virus seperti diatur dalam mekanisme GISN membuat Menkes gerah jika hanya berdiam diri. Dorongan inilah yang memberikan energi keberhasilan perjuangan Menkes mereformasi sistem pembagian virus yang sudah berakar hampir 60 tahun itu.
Sayangnya, menurutnya, tidak sedikit ilmuwan yang kini sudah terjebak pusara kepentingan tertentu, sehingga menghambat proses pikir ilmiah. Kontaminasi kepentingan membuat ilmuwan terbelenggu dan akhirnya gagal menegakkan kebenaran. Menurut Siti, berpikir ilmiah membutuhkan hati nurani, dan kebesaran jiwa untuk menepikan kepentingan pribadi.
Mengakhiri pidatonya, wanita yang pernah mendambakan kuliah di jurusan Pertambangan ITB ini berharap kampus menjadi benteng kokoh yang mampu bertahan dari ancaman pihak luar yang sering berlindung dibalik topeng penelitian namun sarat dengan kepentingan tertentu yang justru membahayakan peradaban manusia. Kampus hendaknya memiliki peneliti yang teguh, konsisten dalam mencari dan menegakkan kebenaran. Lingkungan akademik harus menularkan sikap mental berpikir merdeka kepada segenap masyarakat Indonesia agar berkontribusi bagi peraihan kembali kejayaan bangsa.
Seusai memberikan pidato ilmiah, Menkes membuka sesi diskusi yang dipandu langsung oleh Rektor ITB Djoko Santoso. Meskipun berlangsung saat jam kuliah, pidato ilmiah Menkes dipadati oleh mahasiswa dan dosen yang tertarik mengetahui kisah perjuangan menteri wanita ahli jantung pembuluh ini.