Tulisan dari Kelompok Pengamat Burung (KPB) Nymphea-ITB : "Kowak ku Sayang Kowak ku Malang"

Oleh

Editor

Belum habis setahun saat terjadi "peristiwa sampah" di Taman Sari. Peristiwa itu ditanggapi dengan solusi ringan yang taktis, pemindahtempatan. Meskipun demikian masih ada beberapa mahasiswa dan dosen yang mendaur-ulang sampah tersebut agar volume sampahnya berkurang, walaupun hal tersebut hanya dalam skala kecil. Tetapi tetap, Taman Sari menumpuk dengan sampah, hingga hari ini. Apakah masalah tersebut hanya dapat diselesaikan dengan cara taktis seperti itu? Atau cara tersebut karena ingin mengejar deadline KAA yang bakal diadakan setahun kemarin? Yang jelas, apapun alasannya, Taman Sari masih menyimpan sampah yang berbau tidak sedap. Tidak cukup hanya sampah, daerah sekitar Taman Sari mendapat satu fenomena lagi. Bukan fenomena kotoran kuda yang mengandung banyak bakteri penyakit, tetapi kotoran burung, burung Kowak. Kowak, yang lahir dengan nama lengkap Kowak Malam Kelabu atau Nycticorax nycticorax, merupakan sejenis burung rawa yang berkaki panjang dan berukuran besar, sekitar 40-75cm serta memiliki paruh runcing yang panjang (MacKinnon). Burung ini menjadi fenomena baru di daerah Taman Sari dan jalan Ganesha sejak mereka mulai mengeluarkan kotorannya yang pertama, sekitar bulan november 2005. Fenomena ini membawa banyak pertanyaan baik dari pejalan kaki yang terkena kotoran mereka, hingga mobil-mobil yang terparkir nyaman di pelataran parkir Sipil kampus ITB. Dari mana asal burung ini? Kenapa bisa ada di sekitar ITB? Dan pertanyaan yang paling sering adalah pertanyaan sekitar kasus flu burung. Apakah burung Kowak ini berpotensi membawa virus flu burung atau virus penyakit lainnya. Banyak sumber yang menceritakan tentang keberadaan Kowak di Jalan Ganesha ITB. Ada yang mengatakan bahwa Kowak tersebut sudah ada dari dulu, ada juga yang mengatakan bahwa burung ini datang dari daerah jauh untuk bersarang dan akan pergi kembali ke daerah asalnya lagi untuk tidur pada malam hari, dan ada juga yang mengatakan bahwa burung ini berasal dari lepasan kebun binatang. Banyak sumber penjelasan terhadap asal mula kedatangan burung Kowak ini. Dan dalam tulisan ini juga akan dijelaskan sedikit dari salah satu sumber informasinya, yaitu dari pihak kebun binatang. Berdasarkan obrolan dengan pihak kebun binatang, sebelum tahun 1988, pihak kebun binatang memiliki koleksi hewan dengan nama "Black-Crowned Night Heron" atau "Nycticorax Nycticorax" sebanyak 8 ekor. Tetapi pada tahun tersebut burung ini belum dapat berbiak dengan baik bahkan mengalami kematian, kemungkinan karena kekurangan kemampuan adaptasi dengan keadaan sangkar yang kecil. Beberapa kali dilakukan percobaan untuk meningkatkan kemampuan reproduksi burung tersebut dengan memindahkan burung tersebut ke sangkar-sangkar lainnya. Dan pada tahun tersebut, tidak ada burung serupa di sekitar ITB maupun sekitar kebun binatang tersebut. Akhirnya usaha yang dilakukan kebun binatang berhasil. Sekitar tahun 1995/1997, populasi Kowak di sangkar melebihi pupulasi. Sangkar dalam kebun binatang tersebut dianggap sudah tidak mencukupi lagi, karena kemampuan reproduksi burung tersebut yang memiliki masa berbiak hingga 3 kali dalam setahun dengan masa inkubasi telur hanya sekitar 17 hari. Kelebihan populasi tersebut ditindaklanjuti dengan pelepasan sekitar 30 burung di sekitar Kebun Binatang. Meskipun dilepas, kebun binatang tetap memberi burung tersebut makan dengan memelihara jenis ikan mujahir di kolam dalam kebun binatang tersebut agar perilaku makan burung Kowak tersebut terjaga. Kowak menyukai pohon yang memiliki tajuk yang tinggi, karena Kowak tersebut membangun sarangnya di ujung tajuk pohon yang rindang. Kesesuaian lokasi sarang dan ketersediaan makanan serta minimnya gangguan, meningkatkan kemampuan reproduksi burung tersebut hingga berlipat-lipat. Kemampuan reproduksi yang sudah stabil, ketersediaan makanan serta dukungan lingkungan yang sesuai menghasilkan pertumbuhan burung Kowak yang optimal. Pertumbuhan burung tersebutlah yang menghasilkan masalah baru baik bagi kebun binatang maupun sekitar kampus ITB karena burung tersebut mulai memperluas daerah hidupnya ke daerah kampus ITB. Masalah yang timbul adalah masalah kenyamanan, kebersihan serta kesehatan lingkungan, dan introdusi hewan baru di lingkungan jika ditilik dari sisi ekologisnya. Semua hal tersebut membuat berbagai pertanyaan baru timbul di sekitar kita, bagaimana cara menanggulangi fenomena ini? Apakah kita harus menembaki burung tersebut hingga semua dewasanya mati? Tidak adakah cara yang pintar untuk menanggulangi fenomena ini? Apakah kita akan menggunakan langkah taktis praktis lagi untuk menanggulangi fenomena ini? Berbagai pertanyaan tersebut berusaha dijawab oleh sekelompok mahasiswa Biologi ITB yang tergabung dalam Kelompok Pengamat Burung (KPB) Nymphaea. Mereka sedang meneliti perilaku burung Kowak hingga analisis sampel darah burung tersebut dengan bekerja sama dengan Fakultas Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Mereka ingin menjawab permasalahan ekologis yang timbul hingga permasalahan kesehatan lingkungan dan kenyamanan masyarakat yang terganggu oleh keberadaan burung ini. Sehingga hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu solusi yang baik tentang pengendalian populasi burung tersebut dan kita dapat dengan nyaman hidup berdampingan dengan burung Kowak tersebut. Informasi penelitian terhadap Kowak ini akan diupayakan terus up to date sesuai dengan perkembangan terakhir hasil riset KPB. Dengan demikian masyarakat luas dapat mengikuti dan menentukan langkah-langkah yang tepat dan ilmiah dalam memahami fenomena Kowak tersebut. Joseph A.H. 10602062 KPB Nymphaea