Menristekdikti Berikan Orasi Ilmiah di Peringatan 98 Tahun PTTI
Oleh Fivien Nur Savitri, ST, MT
Editor Fivien Nur Savitri, ST, MT
BANDUNG, itb.ac.id - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Republik Indonesia Prof. Mohamad Nasir memberikan orasi ilmiah dalam peringatan 98 tahun Perguruan Tinggi Teknik Indonesia (PTTI) yang digelar di Aula Barat Kampus ITB, Jl. Ganesa no. 10, Bandung, Rabu (4/6/2018). Orasi ilmiah yang disampaikan Prof. Mohamad Nasir mengangkat tema Kemajuan Teknologi dan Revolusi Industri Generasi Keempat serta Tantangannya bagi Perguruan Tinggi. Sebelum memberikan orasi ilmiahnya, beliau terlebih dulu mengucapkan selamat kepada ITB yang telah berkiprah selama 98 tahun dalam menjalankan salah satu misi negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi, khususnya pendidikan tinggi teknik.
Ia mengatakan, ITB merupakan pendidikan tinggi teknik tertua di Indonesia yang cikal bakalnya dimulai dengan berdirinya Technische Hoogeschool (THS) di Bandung pada tahun 1920 oleh Pemerintah kolonial Belanda. Sejak berdirinya THS hingga saat ini, ITB telah mengarungi dan menjadi saksi sedikitnya dua momen bersejarah dalam perubahan peradaban manusia, khususnya perubahan peradaban manusia yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi dan industri yang menyertainya, yaitu yang dikenal dengan revolusi Industri 2.0, 3.0, dan saat ini kita tengah menyongsong revolusi industri 4.0.
Dalam orasi ilmiahnya, ia menjelaskan tentang sejarah revolusi industri dan hubungannya dengan perkembangan teknologi. Dijelaskan, Revolusi industri yang pertama dimulai sekitar akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Pada era tersebut terjadi proses mekanisasi besar-besaran, khususnya mekanisasi di bidang pertanian dan pertambangan, di mana proses produksi pertanian dan pertambangan sebelumnya hanya mengandalkan tenaga manusia.
Revolusi industri yang kedua dimulai sekitar akhir abad ke-19 hingga sekitar tahun 1970-an. Dalam periode ini terjadi percepatan industri yang sudah ada serta ekspansi industri-industri baru, seperti industri baja, perminyakan dan listrik. Kemudian terjadi Revolusi industri ketiga dimulai sekitar tahun 1970-an, dan ditandai dengan kemajuan teknologi mikroelektronika. Teknologi ini menjadi dasar bagi kemajuan teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi.
Moh. Nasir mengatakan, pelajaran yang dapat dipetik dari revolusi industri di masa lalu, khususnya revolusi industri 2.0 dan 3.0 adalah kemajuan teknologi telah mengubah tataran kehidupan masyarakat secara tak terduga. "Sebelum ada mobil dan pesawat, orang tidak menduga bahwa bepergian dapat dilakukan dalam tempo yang singkat. Sudah menjadi jamak saat itu jika bepergian memerlukan waktu berhari-hari. Namun dengan adanya mobil dan pesawat, jarak sudah tidak menjadi hambatan lagi," ujarnya.
Saat ini dipaparkan Moh. Nasir, kita sedang mengarungi revolusi industri keempat. Revolusi industri 4.0 berkaitan dengan ekosistem yang merupakan integrasi antara sistem cyber, sistem fisis dan manusia melalui Internet of Things. Ekosistem ini akan mentransformasikan berbagai sektor yang berhubungan dengan kehidupan manusia, seperti rumah, sekolah, pabrik, dan perusahaan menjadi rumah pintar, sekolah pintar, pabrik pintar, dan perusahaan pintar. Revolusi industri ke-empat ditandai dengan gabungan berbagai teknologi yang mengaburkan batas-batas antara teknologi di bidang fisis, biologis, dan digital serta merubah platform industri saat ini di seluruh dunia. Perubahan platform ini terjadi untuk sistem produksi, manajemen dan tata kelola perusahaan.
"Bagaimana kita mempersiapkan pendidikan tinggi untuk menyongsong revolusi industri 4.0? Tentunya kita perlu menyiapkan pendidikan tinggi untuk generasi sekarang dan akan datang yang selaras dengan karakteristik revolusi industri 4.0 agar mereka siap untuk menyongsong revolusi industri berikutnya yang akan terjadi dalam masa hidup mereka," katanya.
Karakteristik Pendidikan Tinggi teknik di universitas di abad 21, berbeda dengan di abad 20. Diharapkan lulusan tidak hanya ahli dalam satu bidang disiplin ilmu, tetapi juga memiliki kemampun berpikir sistem dalam multi dan interdisiplin. Mereka diharapkan pula memiliki kemampuan integratif dan kemampuan sintesis yang lebih kuat dibanding dengan kemampuan analisisnya. "Mereka diharapkan pula memiliki kemampuan integratif dan kemampuan sintesis yang lebih kuat dibanding dengan kemampuan analisisnya," ujarnya.
Oleh karena itu, ia berpesan visi ke depan pendidikan tinggi di bidang teknik dan rekayasa perlu memperhatikan beberapa aspek-aspek antara lain, mampu menguasai pengetahuan kerekayasaan yang mumpuni, mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah yang tidak terstruktur, berpikir sistem dan interdisiplin, memiliki inisiatif dan kreativitas, mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik, memilliki pola pikir global, berbudaya belajar yang mengarah kepada kemajuan, dan mau belajar sepanjang hayat. "Mudah-mudahan melalui peringatan 98 tahun Perguruan Tinggi Teknik Indonesia ini, ITB bisa selalu berkembang dan lebih maju, ITB harus masuk di 200 besar dunia. Kalau tidak bisa tahun depan, tahun depannya lagi, ini harus kita dorong terus," harapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menristekdikti Mohamad Nasir mendapatkan Penghargaan Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama. Penghargaan ini diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah menunjukkan jasa dan pengabdian yang menonjol atau luar biasa selama menjabat.
Reporter : Adi Permana